Quote:
dokumentasi "VERSI" elektronik-ku ini bermaksud membiasakan menggunakan " LESS PAPER " ,serta "PENGHORMATAN ATAS KEBEBASAN BERPENDAPAT,BEREKSPRESI,& BERKREASI," utk menyampaikan informasi,dalam "AKTIVITAS HARIAN".. beberapa "ada" yang dikutip dari berbagai sumber yang *inspiratif* jika ada yg kurang berkenan mohon dimaklumi,jika berminat utk pengembangan BloG ini silahkan kirim via email. mrprabpg@gmail.com...Thank's All Of You

running text

Search This Blog

sudah lihat yang ini (klik aja)?

Monday, February 13, 2012

PAJAK CPO Cari kredit pajak, industri minta PPN 10% untuk TBS

JAKARTA: Industri kelapa sawit mendesak pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% terhadap tandan buah segar (TBS), karena tidak akan menekan harga di tingkat petani mengingat pajak tersebut akan dibayar oleh konsumen akhir.

Kepala Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Susanto mengharapkan ada salah penafsiran selama ini soal PPN TBS tersebut yakni jika dikenakan pajak, maka akan menekan harga TBS petani.

PPN 10% terhadap TBS itu, katanya, akan dibayar oleh konsumen akhir, karena tandan buah segar bukan barang jadi yang dikonsumsi, tetapi barang yang akan diolah lebih lanjut.

“Naik turunnya TBS tidak akan terpengaruh oleh dikenakan  atau tidak dikenakannya PPN, tetapi lebih banyak dipengaruhi naik turunnya harga CPO sebagai komoditas yang diperdagangankan secara internasional, sehingga harga akan mengikuti harga internasional dan selanjutnya harga TBS akan mengikuti harga CPO,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini (06/02).

Menurutnya, pihaknya telah mengumpulkan data harga TBS pada saat masih belum ditetapkan sebagai barang strategis, sehingga masih dikenakan PPN 10%. “Ternyata pada saat tidak dikenakan lagi PPN, harga TBS tidak otomatis naik 10%.”

Dia meminta pemerintah meninjau penerapan kebijakan perpajakan untuk menghilangkan peraturan-peraturan yang multitafsir dan menimbulkan disinsentif bagi industri dan dunia usaha, terutama yang sekarang ini dialami industri kelapa sawit.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brojonegoro mengatakan pihaknya akan mengkaji permintaan dari industri sawit tersebut. “Sudah [menerima usulan Gapki], akan dikaji dan diputuskan segera,” jelasnya.

Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan belum dapat memberikan penjelasan soal permintaan industri kelapa sawit agar TBS sebagai barang kena pajak sehingga akan dikenakan PPN sebesar 10%.

Menurutnya, Ditjen Perpajakan telah melarang dan mengoreksi pengkreditan PPN Masukan oleh industri kelapa sawit dengan alasan industri tersebut menghasilkan tandan buah segar yang ditetapkan dalam PP No. 7/2007 sebagai barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, kendati tandan buah segar tersebut diolah lebih lanjut menjadi CPO yang terutang PPN.

Padahal, menurut UU PPN boleh tidaknya PPN Masukan dikreditkan tergantung dari output yang diserahkan. Apabila, output yang diserahkan adalah CPO yang terutang PPN, maka seluruh PPN Masukannya dapat dikreditkan.

“Apabila kita melihat proses produksi untuk menghasilkan CPO, sudah jelas bahwa TBS tersebut merupakan barang setengah jadi untuk industri minyak kelapa sawit yang masih merupakan bagian dari proses produksi untuk menghasilkan CPO, karena TBS tidak bisa disimpan dalam jangka waktu lama dan tidak bisa langsung dikonsumsi,” jelasnya.

Namun, Ditjen Pajak membuat interpretasi bahwa tidak perlu terjadi penyerahan selama sudah menghasilkan TBS, maka PPN Masukannya tidak boleh dikreditkan.

Oleh karena industri  kelapa sawit tidak boleh mengkreditkan PPN Masukannya, maka timbul pajak berganda. Dia mencontohkan pada waktu kebun kelapa sawit membeli bahan baku misalnya pupuk dan bahan kimia, sudah dikenakan PPN yang dipungut oleh para supplier yang menjual barang tersebut.

Pada waktu industri  kelapa sawit menjual CPO, sesuai peraturan pajak, pelaku industri harus memungut PPN atas CPO yang dijual karena CPO merupakan Barang Kena Pajak yang terutang PPN.

Namun, Kantor Pajak melarang industri minyak kelapa sawit mengkreditkan PPN Masukan sebesar, sehingga PPN yang harus disetorkan oleh pelaku industri atas penyerahan CPO sebesar 15%.

Terbitnya PMK No. 78/2010 tentang Mekanisme Pengkreditan PPN Masukan, justru menimbulkan peluang multitafsir bagi Kantor Pajak untuk menguatkan koreksi dan penafsiran Kantor Pajak bahwa sepanjang sudah menghasilkan TBS, tanpa harus ada penyerahan, maka PPN Masukannya tidak boleh dikreditkan, tanpa melihat apa output penyerahan yang dilakukan.

Kemudian pada akhir 2011, Ditjen Perpajakan menerbitkan SE-90/2011 tentang Pengkreditan PPN Masukan untuk industri kelapa sawit, yang secara formal melarang pengkreditan PPN Masukan oleh industri kelapa sawit walaupun industri kelapa sawit mengolah lebih lanjut TBS menjadi CPO, dan hanya melakukan penyerahan CPO yang terutang PPN.

Susanto menuturkan sebagai dampaknya, industri  kelapa sawit harus terus-menerus menanggung beban pajak berganda atas PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan akibat tidak adanya kepastian hukum dengan terbitnya peraturan dan interpretasi multitafsir yang terus-menerus dikembangkan Kantor Pajak untuk mendukung pembenaran dasar koreksi yang dilakukan.

Industri kelapa sawit saat ini juga dikenakan Bea Keluar (BK) sebesar 15% atas ekspornya. Hal ini mengakibatkan industri kelapa sawit dikenakan triple taxation, sehingga  total pajak yang harus ditanggung industri kelapa sawit mencapai 65%-75% dari profit.

“Untuk itu, sangat diharapkan agar pemerintah memberikan dukungan kepada industri kelapa sawit untuk dapat terus berkembang dan bukan sebaliknya, malah menekan lewat penerbitan kebijakan fiskal yang tidak kondusif dan menimbulkan disinsentif bagi industri kelapa sawit.”

Menurut dia, kondisi di atas sangat bertolak belakang dengan negara jiran kita yaitu Malaysia. Karena Pemerintah Malaysia sadar bahwa industri kelapa sawit merupakan salah satu pilar bagi perekonomian Malaysia, maka industri kelapa sawit harus diberikan dukungan penuh.

Caranya dengan menyediakan biaya dan SDM untuk riset dan pengembangan yang begitu besar, dan melakukan promosi dan pembukaan pasar luar negeri melalui MPOC yang ada di berbagai negara tujuan ekspor  serta secara aktif melawan kampanye negatif kelapa sawit. (Bsi)

No comments:

cari apa aja di OLX

Sponsor By :

TEMBAKAU DELI

Hobies

Momentum