Thursday, March 26, 2015
Dampak Pungutan Ekspor CPO
JAKARTA– Petani kelapa sawit menilai kebijakan pemerintah terkait pungutan ekspor crude palm oil sebesar US$50 per metrik ton kepada produsen kelapa sawit akan menekan harga tandan buah segar di tingkat petani hingga 22% dari harga saat ini.
Di tingkat petani, harga TBS saat ini mencapai Rp 1.100 per kg. Dengan pungutan itu, Asmar memperkirakan harga yang TBS yang diterima petani turun 22% atau menjadi Rp900 per kg.
Akhir pekan lalu, pemerintah menghapuskan batas bawah bea keluar (BK) yang selama ini dipatok US$750 per metrik ton. Sebagai gantinya, eksportir CPO dikenakan pungutan sebesar US$50 per metrik ton sedangkan olein US$ 30 per metrik ton apabila harga berada dibawah itu.
Sementara itu, skema pengenaan pungutan di atas US$750 masih dirumuskan pemerintah dan akan tercantum dalam revisi peraturan terbaru.
Nantinya, pungutan tersebut tidak akan masuk ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebagai BK, melainkan akan dikembalikan ke produsen dalam bentuk subsidi bahan bakar nabati, peremajaan kebun rakyat, pendidikan petani serta penelitian dan pengembangan.
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mengatakan petani kelapa sawit mendukung pungutan dana yang salah satunya akan dialokasikan untuk perbaikan kebun rakyat dalam rangka peningkatan produktivitas itu.
Meski demikian, dia beranggapan pungutan yang dipatok pemerintah terlalu tinggi karena mekanisme harga yang ditawarkan produsen kelapa sawit akan membuat harga TBS melemah hingga Rp200 per kg.
Sehingga, dia berharap pemerintah mengkaji kembali kebijakan itu dengan batas pungutan harga yang tidak akan terlalu memberatkan petani.
"Setelah kami hitung, kami usul dikenakan US$30 per ton. Mungkin tidak akan terlalu berdampak signifikan untuk TBS, hanya Rp50-Rp100 saja," katanya seperti dikutip Bisnis, (25/5/2015).
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan kebijakan tersebut sebaiknya ditinjau ulang. Pasalnya, penghimpunan dana dengan skema itu akan langsung berdampak pada petani kelapa sawit.
Berbeda misalnya apabila pemerintah menetapkan skema itu berdasarkan keuntungan perusahaan seperti yang diterapkan Malaysia sehingga petani sawit tidak perlu menanggung kerugian.
“Persoalannya adalah bagaimana caranya yang dipungut itu adalah keuntungan bukan sebagai biaya. Kalau begitu jadi semacam tambahan BK yang jadi beban petani,” katanya.
Selain itu, dia menyayangkan sikap pemerintah yang menetapkan kebijakan itu tanpa duduk bersama seluruh stakeholder kelapa sawit.
Sumber berita: bisnis.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment