Medan. harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di
tingkat petani Sumatera Utara (Sumut) semakin anjlok. Saat ini rata-rata
harga TBS berkisar antara Rp 700-Rp 800 per kilogram (kg). Penurunan
harga tersebut akibat penurunan harga minyak sawit mentah (crude palm
oil/CPO) dunia.
"Dengan rata-rata harga produksi Rp 800 per kg, petani
bisa saja tidak rugi, namun akan terpuruk jauh bagi petani di Mandailing
Natal (Madina) yang jauh dari pabrik. Di kawasan itu harga sudah
mencapai Rp 400 per kilogram.
Sempat ada komentar hal ini semakin parah
dengan permainan para spekulan," kata petani sawit, yang juga pensiunan
perusahaan perkebunan besar di Sumut Fayaz Ahmad Khan kepada
MedanBisnis, Kamis (13/8) di Medan.
Belakangan, kata dia,
penurunan harga TBS semakin banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah
yang menyamaratakan pemberlakuannya di seluruh Indonesia. "Semakin
parah sejak pemerintah melakukan pembatasan gerak kendaraan berat
pengangkut komoditas di H-7 hingga H+7 lebaran kemarin," ungkapnya.
Dengan
pembatasan melintasnya kendaraan berat tersebut selama setengah bulan,
menurut Fayaz berdampak langsung pada terhambatnya pengiriman TBS ke
pabrik, sehingga buah menjadi rusak dan pabrik pun menekan harga.
"Padahal, belakangan ini produksi kita tengah memuncak. Jadi, selama
setengah bulan hampir dipastikan kita tidak bisa memperoleh hasil yang
baik, malah merugi," keluhnya.
Tekanan semakin terasa di tingkat
petani, Fayaz mengatakan, adanya pemotongan sebesar US$ 50 per ton oleh
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk ekspor CPO dan US$ 30
untuk ekspor industri hilir untuk alasan peremajaan, memberi dampak
pengurangan harga jual TBS tingkat petani. "Dengan pemotongan itu, kami
hitung bisa menekan harga hingga Rp 250 rupiah per kg," jelasnya.
Dia
menambahkan, Asing melihat tekanan-tekanan internal ini sebagai bahan
tawaan yang kuat, apalagi pasar dunia pun tengah dikatakan melemah.
"Kelemahan
internal kita ini, tak pelak menjadi posisi tawar tambah bagi pasar
global. Sehingga muncul pula beberapa pelarangan penggunaan CPO untuk
beberapa produk seperti pada coklat di Perancis. Dampaknya perbaikan
harga akan masih melambat sampai kestabilan harga di tingkat lokal
dengan meningkatnya pemanfaatan CPO untuk bahan bakar," tutur Fayas.
Sayangnya
menurut Fayas, faktor- faktor tersebut selama ini tidak atau belum
disentuh asosiasi perusahaan maupun asosiasi lain. "Atau bahkan oleh
pemerintah. Jika hal ini dibiarkan terus dan berlarut, kita yang katanya
penghasil CPO nomor dua terbesar di dunia akan terus dipermainkan pasar
baik lokal maupun global," pungkasnya. ( rizanul)
dikutip : Faktor Lain Penekan Harga TBS Jarang Dipandang
http://mdn.biz.id/n/180620/
No comments:
Post a Comment