JAKARTA: Harga minyak kelapa sawit berjangka merosot akibat kekhawatiran
perlambatan ekonomi global yang membayangi ekspektasi berkurangnya
permintaan ekspor dari negara konsumen terbesar dunia.
Harga kontrak minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) untuk
pengiriman November menurun tipis pada 3.035 ringgit atau setara
US$1,019 per metrik ton di Malaysia Derivatives Exchange pukul 15.32
waktu Kuala Lumpur. Kontrak berjangka sempat berayun pada penurunan 0,3%
dan 0,4% pada sesi pagi.
"Krisis tersebut, khususnya krisis Eropa yang membebani pasar, tetapi
akan memiliki dampak yang terbatas. Pasar CPO sepenuhnya didukung oleh
permintaan yang kuat," ujar Vijay Mehta, Direktur Komoditi Links Pte
seperti dikutip Bloomberg.
Morgan Stanley dan Deutsche Bank AG seperti dikutip Bloomberg,
memprediksi pertumbuhan perekonomian di China melambat. Menurut bank
tersebut, beban utang dan tingkat pengangguran di AS dan Eropa mengancam
permintaan CPO dari negara konsumen terbesar dunia itu. Morgan Stanley
juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global tahun ini.
Namun demikian, ekspor CPO Malaysia naik 26% menjadi 953.852 ton dalam
15 hari pertama pada Agustus 2011, dibandingkan pada Juli yang sebanyak
752.047 ton. Sementara pengiriman naik 29,5% menjadi 947.594 ton.
Head of Research Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengungkapkan
pergerakan harga komoditas tidak melulu karena hubungan permintaan dan
suplai, di mana permintaan yang besar tak selalu membuat harga menjadi
naik.
Jika dibandingkan dengan harga minyak mentah yang biasanya menjadi
acuan pergerakan CPO, sambung Ariston, hingga sore ini juga bergerak
turun dibandingkan kemarin.
“Pergerakan turun ini berkaitan dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang
melambat di mata para pelaku pasar,” ujar Ariston kepada Bisnis, hari
ini.
Sementara itu, Paramalingam Subramaniam, Direktur Broker Pelindung
Bestari mengharapkan ekspor CPO Malaysia ke India membaik menjelang hari
raya umat Hindu Diwali pada Agustus ini.
Puncak musim tingginya permintaan India dimulai pada bulan Ramadan
yakni Agustus 2011, dan berakhir dengan festival Hindu Diwali pada akhir
Oktober.
Impor minyak goreng India --konsumen terbesar setelah China ini
mencapai 913.179 ton pada Juli. Jumlah ini naik 14% dari total impor
tahun lalu yang sebanyak 800.644 ton. Extractors Solvent Association of
India mengungkapkan hal ini karena terjadi penimbunan komoditas
menjelang perayaan yang memicu naiknya permintaan.
"Produksi untuk Juli dan Agustus sangat rendah dan stok CPO yang
tersedia juga semakin sedikit. Panen akan segera terhenti pekan depan
karena para pekerja asing pergi," kata Paramalingam.
Produksi Malaysia dan Indonesia biasanya menurun selama bulan Ramadan
karena petani bekerja dengan shift yang lebih pendek. Dewan Minyak Sawit
Malaysia melaporkan produksi CPO tergelincir 0,1% menjadi 1,75 juta ton
pada Juli. Cadangan CPO pun merosot 2 juta ton pada Juli dari jumlah
sebelumnya yakni 2,05 juta ton pada Juni. Sementara ekspor tercatat naik
9,1% menjadi 1,73 juta ton.
Kontrak CPO untuk pengiriman Mei di Dalian Commodity Exchange ditutup
sedikit berubah pada 8856 yuan (US$1.386) per ton. Sementara untuk
minyak kedelai pengiriman bulan yang sama juga hanya sedikit berubah
pada 10.066 ton yuan. (faa)/BI
No comments:
Post a Comment