Medan. Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia
(Apkasindo) Sumatera Utara (Sumut) mendukung adanya mandatori biodiesel
sekitar 15%. Kebijakan ini karena lebih dimanfaatkannya crude palm oil
(CPO) kelapa sawit di negeri sendiri sehingga dapat menguntungkan bagi
petani dan pemerintah terutama di Sumut yang merupakan salah satu
produksi terbesar di Indonesia.
"Kita sangat mendukung kebijakan ini. Jika mandatori ini
berjalan maka hilirisasi kelapa sawit akan lebih banyak terserap ke
dalam negeri, sehingga produksi pun bisa meningkat sebanyak 10 juta ton.
Ekpor CPO berkurang, harga dan pelaku industri hilirisasi semakin
meningkat," ujar ucap Sekretaris Apkasindo Sumut, Asmar Arsyad kepada
MedanBisnis, Kamis (9/4) di Medan.
Namun, kata dia, Apkasindo
berharap penggunaan CPO kelapa sawit untuk biodiesel dapat meningkat
sebesar 20%. "Karena 15 persen masih kita anggap terlampau sedikit,"
sebutnya.
Apalagi, lanjut dia, adanya wacana mengenai pengganti
bea cukai untuk ekspor hilir kelapa sawit sebesar US$50 per kilogram
dengan cara menurunkan trisol. Tetapi, karena trisol belum bisa juga
diturunkan sehingga pemerintah dalam wacananya dikenakan pajak bagi
eksportir sebesar US$50.
"Kita paham kebijakan ini karena
pemerintah sejak Oktober 2014 tidak mendapatkan pajak dari ekspor CPO
kelapa sawit. Namun, kita berharap pajaknya tidak sebesar itu, karena
dianggap terlalu berat," katanya.
Dia menambahkan, penerapan
pajak pengganti bea cukai ini akan dimanfaatkan untuk meningkatkan
infrastruktur, penelitian, menentang black campaign (kampanye hitam) dan
sebagainya.
"Namun, diharapkan pajak jangan dikenakan sebesar
US$50. Karena ini bisa mengakibatkan produksi Tandan Buah Segar (TBS)
petani juga ikut menurun. Kita harap pajak pengganti bea cukai itu
sebesar US$30 saja," bebernya.
Adanya wacana ini, menurut Asmar,
pihaknya sudah melakukan protes kepada pihak pemerintah pusat, sehingga
wacana ini belum juga diterapkan sampai saat ini.
"Kita juga
sudah berupaya membicarakan ini kepada menteri terkait, kita datangi ke
Jakarta guna mendapatkan solusi terbaik. Tetapi, entah kenapa sekarang
sudah sangat sulit ditemui, sejak Presiden Jokowi menjadi Presiden,"
ujarnya.
Adapun, kata Asmar, harga kelapa sawit pabrikan dalam
bulan April 2015 masih terbilang normal, berkisar Rp1.670-Rp1.680 per
kilogram. Harga ini, meningkat sekitar Rp 50 per kg dari harga
sebelumnya. Menurutnya, harga ini sudah sangat bagus.
"Yang kita
sayangkan, harga di petani masih dikisaran Rp1.200 per kg. Nah,
disinilah kita harapkan dengan berlakunya kebijakan bea keluar ini,
ekspor kelapa sawit berkurang, harga TBS di petani pun ikut meningkat,"
jelas Asmar. (cw 01)-Medanbisnis
No comments:
Post a Comment