JAKARTA: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia 
(Gapki) meminta pemerintah mengevaluasi nilai bea keluar untuk produk 
minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tahun depan. Menurut Ketua 
Bidang Pemasaran Gapki, Susanto, bea keluar Indonesia tidak kompetitif 
jika dibandingkan dengan negara pesaing utama, Malaysia. "Kami khawatir,
 ekspor akan tergerus," katanya dalam konferensi pers di kantornya, 
Jumat 9 November 2012.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
 Nomor 223/PMK.011/2008, bea keluar CPO berlaku secara progresif sesuai 
dengan perkembangan harga pasar. Tarif terendah mencapai 7,5 persen pada
 harga US$ 750-800 per ton. Sedangkan level tertinggi mencapai 22,5 
persen untuk harga di atas US$ 1.250 per ton. Pada November ini, bea 
keluar yang berlaku mencapai 9 persen. 
Susanto mengatakan pada 
2013 pemerintah Malaysia akan menurunkan bea keluar CPO dari 23 persen 
menjadi 4,5 persen. Dengan kebijakan tersebut, pasokan dari negeri jiran
 ke negara tujuan ekspor bisa lebih banyak, dengan harga lebih murah. 
Gapki
 mengkhawatirkan Malaysia akan memasok CPO ke India, yang selama ini 
menjadi tujuan ekspor utama Indonesia. Agar hal itu tak terjadi, Susanto
 meminta pemerintah memberlakukan bea keluar yang setara dengan 
Malaysia. »Dalam satu-dua bulan, hal ini harus diputuskan," ujarnya.
Saat
 ini produksi CPO Indonesia mencapai 25 juta ton. Dari jumlah itu, 19 
juta ton dijual ke luar negeri dan sisanya diserap pasar domestik. Dari 
seluruh pasokan ekspor, 30 persen dikirimkan ke India.
Wakil 
Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, mengatakan pemerintah akan 
mengevaluasi beleid bea keluar CPO. Pembahasan masalah ini akan 
dilakukan dalam waktu dekat. "Sebelum ada aturan baru, bea keluar 
progresif tetap berlaku," katanya.(tempo)Eksp

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
