JAKARTA--Revisi Peraturan Menteri Pertanian No.26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan diharapkan rampung bulan ini.
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan Kementrian Pertanian dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) telah merampungkan draft final untuk revisi Permentan tersebut.
"Tinggal menunggu tanda tangan Menteri Pertanian. Mudah-mudahan April bisa keluar," ujarnya, Rabu (3/4).
Kementan dan beberapa instansi terkait, lanjutnya, telah mengadakan pertemuan untuk membahas revisi Permentan No.26 tahun 2007 pada Senin (1/4). Dia berharap pertemuan tersebut merupakan pertemuan terakhir untuk membahas revisi peraturan tersebut.
Rusman menambahkan terdapat beberapa poin yang direvisi dalam aturan yang baru. Pertama, pembatasan luas lahan perkebunan. "Perusahaan perkebunan maupun grup perusahaan perkebunan yang manajemen dan pemiliknya sama maksimum kepemilikan lahan 100 ribu hektare," imbuhnya.
Meski demikian, lanjutnya, peraturan tersebut tidak akan berlaku surut. Dengan demikian, beberapa perusahaan dan grup perusahaan yang memiliki luas lahan perkebunan di atas 100.000 hektare tidak diharuskan untuk mengembalikan kelebihan lahannya.
Poin kedua yang direvisi adalah prosedur izin usaha perekebunan. Dalam revisi permentan, izin usaha perkebunan baru berlaku efektif setelah mendapatkan rekomendasi dari pemerintah pusat, dalam hal ini Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian.
"Kami merasa perlu mempertimbangkan, tetapi tidak dalam kapasitas mengeluarkan izin, karena ada otonomi daerah. Kementan sekedar memberikan rekomendasi," ujarnya.
Rusman menjelaskan pengurusan bupati atau Gubernur tetap mengeluarkan IUP. Menurutnya, Kementan hanya akan mengecek kelengkapan persyaratan dan mengharuskan perusahaan perkebunan untuk melengkapi persyaratan sebelum Kementan mengeluarkan rekomendasi.
Sistem rekomendasi, lanjutnya, bukan merupakan bentuk campu tangan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Menurutnya, rekomendasi ditujukan untuk meminimalisir konflik lahan perkebunan yang terjadi akibat tumpang tindih peraturan.
Poin ketiga yang juga diatur dalam revisi Permentan no.26 tahun 2007 adalah kewajiban penyediaan lahan plasma seluas 20% dari luas total lahan yang dimiliki. Menurutnya, aturan mengenai lahan plasma tersebut memang sudah ada, tetapi belum berjalan secara efektif.
"Kewajiban 20% itu untuk izin perkebunan yg luasan lahannya lebih dari 250 hektare. Kalau luas lahannya dibawah itu, perusahaan tidak punya kewajiban menyediakan plasma karena terlalu kecil luas lahannya," ungkapnya.
Perusahaan yang abai terhadap kewajiban penyediaan lahan plasma tersebut, lanjutnya, bakal dicabut Izin Usaha Perkebunannya.
BISNIS.COM,
Editor : Bambang Supriyanto