Foto: Kelapa Sawit Organik(MB) |
Dalam pertanian, untuk meningkatkan
produktivitas umumnya petani harus memberikan perlakuan khusus.
Perlakuan khusus tersebut biasanya harus mengorbankan sesuatu untuk
mendapatkan sesuatu yang lain lagi. Semisal dalam pemupukan, karena
desakan keinginan untuk mendapatkan produksi yang maksimal secara cepat,
maka mereka menggunakan pupuk berbahan kimia ataupun pestisida. Petani
harus bersiap untuk kehilangan nilai penting dari pertanian yakni
kesuburan tanah demi mendapatkan panen melimpah dalam waktu yang
singkat.
Dikatakan oleh Gunung
Gea, selaku Deputi Direktur Divisi Konservasi Yayasan Ekosistem
Lestari-Pan Eco, dalam proyek percontohan perkebunan kelapa sawit yang
lokasinya berdekatan dengan hutan rawa gambut tripa di Kabupaten Nagan
Raya Propinsi Aceh seluas 100 hektare, pihaknya mencoba untuk menerapkan
konsep hijau dengan hanya menggunakan pupuk organik yang dibuat dari
kotoran ternak. Dengan demikian, menurutnya, juga menjadi salah satu
bentuk komitmen untuk mengembangkan konsep perkebunan berkelanjutan
dengan tidak menggunakan pupuk berbahan kimia. "Karena seperti kita tahu
dengan menggunakan pupuk berbahan kimia ataupun pestisida akan
berakibat pada semakin menurunnya kualitas kesuburan tanah," katanya
kepada MedanBisnis saat ditemui di ruangannya di Jalan Wahid Hasyim,
Medan. Gunung menjelaskan, upaya untuk menerapkan konsep perkebunan kelapa sawit secara organik menjadi prioritas karena perkembangan ekonomi sekalipun, khususnya yang berhubungan dengan produk yang dikonsumsi menuntut produk tersebut aman untuk dikonsumsi dalam waktu yang lama. Jika produk tersebut terkontaminasi dengan zat-zat berbahan kimia tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. "Selain itu penggunaan pupuk non organik atau pestisida sudah terbukti memberi dampak yang buruk bagi kesuburan tanah, dalam waktu yang lama pasti petani sendiri yang akan mengalami kerugian secara langsung, dan juga kesehatan kita akan terancam karena produk yang kita konsumsi mengandung zat-zat yang tidak semestinya masuk ke tubuh kita," ungkapnya.
Ia menerangkan, sejak awal proyek percontohan perkebunan kelapa sawit memang diarahkan untuk hanya menggunakan pupuk organik. Pupuk organik yang dibuat oleh petani binaan merupakan olahan dari kotoran ternak yang dikelola sedemikian rupa sehingga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Diakuinya memang dalam menggunakan pupuk organik, angka produktivitas akan berbeda dengan jika menggunakan pupuk non organik. Penggunaan pupuk organik di awal hanya membuat perubahan sedikit dan bisa jadi buah yang dihasilkannya tidak akan sebanyak jika menggunakan pupuk non organik. Namun dalam jangka waktu yang lama, pohon yang dipupuk menggunakan pupuk organik akan menghasilkan produk yang lebih baik. "Keterbalikan antara organik dan non organik, kalau non organik di awal produksi akan cepat melimpah, tapi dalam jangka panjang akan berkurang, sementara kalau organik, di awal produksi sedikit, tapi lama kelamaan akan jauh lebih menguntungkan daripada pupuk non organik," paparnya.
Menurutnya, tidak mengherankan jika banyak kalangan petani yang lebih mengejar angka produksi yang melimpah dalam waktu singkat sehingga penggunaan pupuk non organik dipilih untuk memompa produksi. Kebanyakan dari mereka kurang sabar dalam menggunakan pupuk organik karena pertumbuhan yang lama. Padahal, penggunaan pupuk organik akan membantu tanah untuk memperbaiki diri sehingga di masa yang lebih lama tanah tersebut akan menjadi lebih gembur dan subur dibandingkan jika menggunakan pupuk non organik yang mengakibatkan tanah tersebut mengeras dan unsur hara yang dikandungnya semakin habis.
Komitmen menggunakan pupuk organik untuk perkebunan kelapa sawit tidak hanya didasarkan pada alasan kesuburan dan kelestarian semata. Saat ini, lanjut Gunung, permintaan masyarakat luas akan produk yang aman semakin tinggi. Masyarakat sudah banyak yang sadar akan pentingnya konsumsi produk yang sehat dan bahaya dari produk yang dibudidayakan dengan menggunakan pupuk non organik. Sehingga, pihaknya sangat optimis menggunakan pupuk organik untuk perkebunan kelapa sawit tidak akan merugikan apapun bahkan menguntungkan. "Pasar semakin sehat, dan mensyaratkan produk yang sehat, aman dikonsumsi, sehingga pasar kelapa sawit orrganik akan semakin besar," ungkapnya.
Ia menilai, meskipun saat ini perkebunan kelapa sawit tersebut baru menghasilkan sawit pasir alias belum cukup usia produktif, pihaknya sudah menjajaki peluang besar kelapa sawit organik. Menurutnya, peluang tersebut sangat terbuka lebar khususnya untuk pasaran Eropa seperti Jerman, Perancis dan negara-negara di Eropa lainnya. Ia menilai, konsep perkebunan kelapa sawit organik juga sejalan dengan prinsip dan kriteria di dalam skema Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO). "Bahkan di dalam RSPO sebenarnya tidak mensyaratkan organik, tapi kita mampu untuk menerapkan perkebunan kelapa sawit organik," ungkapnya sambil menambahkan bahwa penggunaan pupuk organik akan menghemat 30% dari biaya produksi. (dewantoro)/MB