|  | 
| Seorang petani karet di Desa Alue Buloh, Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, tengah mengumpulkan bahan olahan karet rakyat (bokar) di kebun, | 
JAKARTA,  — Pasar karet alam global masih 
tetap prospektif. Pertumbuhan ekonomi di Asia akan menjadi kompensasi 
penurunan permintaan akibat krisis di Eropa dan Amerika Serikat.
Akan
 tetapi, Indonesia belum bisa menikmati sepenuhnya kenaikan harga  karet
 alam di pasar global yang rata-rata 4 dollar AS per kilogram dalam dua 
tahun terakhir akibat produktivitas rendah. Saat ini sedikitnya 400.000 
hektar tanaman karet rakyat mesti diremajakan.
Hal ini mengemuka 
dalam Lokakarya Karet Nasional yang diselenggarakan Forum Pengembangan 
Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) dan Persatuan Sarjana 
Agronomi Indonesia (Peragi) di Jakarta, Senin (26/9/2011), di Jakarta. 
Pertemuan yang dibuka Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi dihadiri
 para pemangku kepentingan karet, mulai dari pemerintah, pengusaha 
pabrik pengolahan karet, petani, peneliti, hingga akademisi.
Indonesia
 memiliki 3,4 juta hektar kebun karet dan memproduksi 2,5 juta ton pada 
2010. Sebanyak 2,9 juta hektar (85,2 persen) merupakan kebun rakyat 
berisi tanaman tua yang butuh peremajaan dan tanaman muda dengan 
kualitas bibit rendah.
Menurut Bayu, pasar karet alam masih 
prospektif karena pertumbuhan industri otomotif dan kesehatan di Asia, 
terutama Indonesia, India, dan China. Pasar domestik, misalnya ban 
sepeda motor, juga tumbuh pesat. ”Tidak ada alasan untuk khawatir. Pasar
 karet masih kuat, baik di Asia maupun domestik,”  ujarnya.
Ketua 
FPS2B dan Peragi Achmad Mangga Barani mengatakan, produktivitas karet 
alam Indonesia baru 800 kilogram per hektar per tahun, jauh di bawah 
perkebunan swasta yang mampu 1,5 ton per hektar per tahun.   
”Berbagai
 pola pembiayaan peremajaan karet sudah diluncurkan pemerintah pusat dan
 daerah, tetapi belum sampai menyentuh petani desa,”  ujarnya.
Persoalan
 bibit unggul dan kerumitan birokrasi perbankan masih mengganjal petani 
karet. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) 
Marcellus Uthan mengungkapkan, petani swadaya yang ingin meremajakan 
tanaman kesulitan mendapatkan bibit unggul.
Petani juga kewalahan membiayai peremajaan tanaman karena bank sulit memberi kredit.  
”Masalah
 bibit ini yang membuat produktivitas karet nasional tidak pernah 
meningkat. Pemerintah harus memperhatikan hal ini,” kata Achmad.(K.C)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment