MEDAN: Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) mengaku siap
mengurangi ekspor karet perusahaan anggotanya menyusul adanya sinyal
International Rubber Consortium Limited (IRCo) akan melakukan tindakan
kalau harga ekspor di bawah 4 dolar AS per kg.
“Gapkindo siap membatasi ekspor karet perusahaan anggota asosiasi.
Tapi tampaknya ‘ancaman’ IRCo membuahkan hasil karena harga di pasar
bursa Singapura pada 28 September naik sedikit jadi 4,151 dolar AS per
kg dari 4,122 dolar AS pada 26 September,” kata Sekretarsi Eksekutif
Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah, di Medan, Kamis 29 September 2011.
Bahkan untuk pengapalan November harga naik lagi menjadi 4,160 dolar
AS per kg, sehingga harga bahan olah karet (bokar) di pabrikan ikut naik
menjadi Rp32.000-Rp34.000 per kg dari posisi 26 September
Rp31.800-Rp33.800 per kg.
IRCo adalah perusahaan patungan karet alam yang dibentuk negara
produsen utama Thailand, Malaysia, dan Indonesia untuk mengatasi harga
karet alam.
IRCo memang berfungsi sebagai pelengkap dari skema penyetabil harga dalam skema produksi dan skema ekspor.
“Pengaruh Malasyia, Thailand, dan Indonesia memang cukup besar karena
70 persen kebutuhan pasar karet alam dunia dipasok oleh tiga negara
tersebut,” katanya.
Dalam perjanjian di Bali, tiga negara itu sepakat melakukan tindakan
pengurangan produksi empat persen per tahun dan penguranagn ekspor 10
persen ketika ada situasi yang menyebabkan harga anjlok di bawah harga
yang ditentukan.
Menurut Edy, harga karet yang turun di pasar internasional, antara
lain dipicu pengaruh krisis di Eropa dan Amerika Serikat. Krisis membuat
daya beli melemah.
Dia mengakui, nilai devisa dari ekspor karet dan barang dari karet
Sumut selama Januari-Juli masih cukup tinggi atau 2,199 miliar dolar AS,
naik 68,48 persen dari periode sama tahun lalu Melonjaknya nilai devisa
itu merupakan dampak dari harga jual karet tahun ini yang cukup bagus
hingga hampir menyentuh lima dolar AS per kg.
Pedagang karet di Sumut, M.Harahap, menyebutkan, pasokan getah petani
dewasa ini masih ketat karena musim hujan di beberapa daerah sentar
produksi seperti Tapanuli Selatan.
“Perdagangan semakin sulit karena di tengah ketatnya pasokan, harga
jual berfluktuasi terus, sehingga payah menetapkan harga jual-beli,”
katanya. (antara)/B-S
No comments:
Post a Comment