Quote:
dokumentasi "VERSI" elektronik-ku ini bermaksud membiasakan menggunakan " LESS PAPER " ,serta "PENGHORMATAN ATAS KEBEBASAN BERPENDAPAT,BEREKSPRESI,& BERKREASI," utk menyampaikan informasi,dalam "AKTIVITAS HARIAN".. beberapa "ada" yang dikutip dari berbagai sumber yang *inspiratif* jika ada yg kurang berkenan mohon dimaklumi,jika berminat utk pengembangan BloG ini silahkan kirim via email. mrprabpg@gmail.com...Thank's All Of You

running text

Search This Blog

sudah lihat yang ini (klik aja)?

Wednesday, September 28, 2011

Putusan MK, Angin Segar Para Petani Kelola Lahan

Pontianak –Para petani di Kalbar boleh bernapas lega. Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan beberapa pasal yang terdapat dalam UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
“Putusan MK ini sekaligus menegaskan pengakuan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak masyarakat adat dalam UUD 1945, yang menyatakan pengakuan terhadap hak asasi manusia dan keberadaan masyarakat adat merupakan pengakuan eksistensialis,” kata Hendrikus Adam, aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, kepada wartawan, Senin (26/9),.
Mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Senin (19/9) 2011. Ketentuan Pasal 21 UU Perkebunan pada pokoknya berisi larangan bagi setiap orang yang melakukan segala tindakan, yang dianggap dapat mengganggu jalannya usaha perkebunan. Sementara Pasal 47 berisi mengenai sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku yang dianggap melanggar Pasal 21.
Dibatalkannya ketentuan Pasal 21 dan Pasal 47 UU Perkebunan ini, berarti telah memberikan angin segar bagi setiap petani dan masyarakat untuk memperjuangkan kembali lahan-lahan dan tanahnya yang selama ini dirampas dan digunakan perusahaan perkebunan.
Menurut Adam, hak asasi manusia dan keragaman, keunikan yang ada pada masyarakat adat diakui dan dilindungi oleh negara. Pengakuan yang diberikan oleh negara terhadap keberadaan masyarakat adat tidak lagi bersifat simbolik semata.
Artinya, kata Adam, pengakuan negara yang didasarkan pada sifat dan hakikat masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam golongan yang salah satunya adalah masyarakat adat, dan ini merupakan kenyataan atau kebenaran umum (noteire feiten) yang jelas, terang dan tidak membutuhkan bukti lagi akan kebenaran dan keberadaannya.
Adam menegaskan, Walhi Kalbar menuntut pemerintah pusat untuk memerhatikan dan menjalankan UU tersebut ke dalam bentuk peraturan termasuk persidangan perkebunan yang selama ini banyak terjadi, khususnya di Kalbar.
“Salah satu tuntutan kami adalah Presiden harus memerhatikan putusan tersebut, khususnya dalam kerangka penyusunan kebijakan baru, yang terkait dengan langkah penyelesaian konflik-konflik perkebunan, yang melibatkan petani Masyarakat Adat, dengan perusahaan-perusahaan perkebunan,” tegas dia.
Menurut dia, Presiden harus melakukan perubahan pola kebijakan dalam menyelesaikan setiap sengketa perkebunan, tidak lagi menggunakan pendekatan hukum pidana para petani dan masyarakat adat.
Presiden juga harus memerintahkan Menteri Pertanian cq Dirjen Perkebunan, Kepala Badan Pertanahan Nasional maupun instansi terkait lainnya yang memiliki kewenangan untuk menghentikan ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Selanjutnya, pihaknya meminta Presiden memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Jaksa Agung untuk menghentikan proses penyidikan dan penuntutan terhadap petani-petani dan masyarakat adat yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan.
Walhi Kalbar juga meminta Presiden memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Jaksa Agung untuk menghentikan praktik-praktik korupsi yang selama ini menyertai dalam setiap pengambilalihan lahan-lahan milik petani dan masyarakat adat dan pembangunan perkebunan.
Terutama, lanjut dia, yang berkaitan dengan suap untuk memperoleh izin, pemberian izin untuk keluarga atau kroni kepala daerah, pembiaran beroperasi tanpa izin, mark up dalam pengadaan bibit sawit, usaha perkebunan sawit fiktif, dan penghindaran atau manipulasi pajak dari sektor perkebunan.
Mahkamah Agung dan seluruh lembaga Peradilan di bawahnya khususnya di Kalbar, Adam menegaskan, agar memerhatikan Putusan Pengujian UU Perkebunan ini, dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang saat ini tengah diproses hukum, dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU Perkebunan, yang telah dibatalkan tersebut.
“Pengadilan juga harus pula memerhatikan putusan tersebut, dalam memeriksa setiap langkah hukum, dalam rangka upaya pembebasan setiap warga negara, para petani, yang telah dijerat dengan menggunakan kedua ketentuan dimaksud,” tuntasnya. (jul)/EQ

No comments:

cari apa aja di OLX

Sponsor By :

TEMBAKAU DELI

Hobies

Momentum