ilustrasi Seorang petani tembakau di Blumbungan, Pamekasan, Madura, Jatim.(ANTARA/Saiful Bahri) |
Siaran pers hubungan masyarakat Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan bahwa penolakan petani tembakau tersebut tertuang dalam deklarasi bersama perwakilan sekitar 30 juta petani dan pekerja tani se-Asia setelah acara pertemuan Asia Tobacco Forum (ATF) di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 28--30 Maret 2012.
Deklarasi itu mencatat bahwa kerangka kerja tersebut dinilai bertujuan untuk menghapus produksi pertanian tembakau, membatasi lahan untuk pertanian tembakau, menyangkal hak-hak politis dan komersial para petani tembakau untuk berinteraksi dengan pemerintahnya, melarang adanya hubungan kontrak antar-petani, dan secara langsung mengancam pekerjaan dan kehidupan sepuluh juta keluarga tani.
Mereka berjanji untuk secara aktif mempertahankan lahan, mata pencaharian, dan kehidupannya secara bersama-sama dari adanya ancaman "birokrat urban" yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pertanian, demikia bunyi rilis tersebut.
"Dalam forum ATF, perwakilan dari India, Pakistan, Korea, Thailand, Filipina, Indonesia dan Malaysia, menekankan bahwa tembakau telah ditanam di Asia selama beberapa generasi dan hingga saat ini belum ada tanaman alternatif lain yang sepadan, yang setidaknya dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka," kata CEO dari Petani Tembakau Internasional Association (ITGA) Antonio Abrunhosa, yang mewakili petani tembakau lebih dari 30 juta di seluruh dunia dan sekitar 90 juta pekerja pertanian dalam siaran pers, Selasa.
"Mengingat pentingnya kontribusi pertanian tembakau bagi penciptaan lapangan pekerjaan dan pembangunan ekonomi di daerah pedesaan,maka deklarasi ini menegaskan kembali hak petani untuk memilih produksi tembakau sebagai mata pencariannya karena pertanian terbukti mampu menciptakan stabilitas kehidupan para petani," ujarnya.
Selain itu, ia mengemukakan. di beberapa daerah, iklim serta kondisi tanah, serta faktor-faktor lainnya tidak memungkinkan keluarga-keluarga tani ini untuk memiliki alternatif mata pencarian lain.
Sepuluh tahun lalu, pemerintah yang menandatangani kerangka kerja tersebut berkomitmen untuk membantu petani tembakau mencari mata pencarian alternatif selain budidaya tembakau.
Hal itu dilakukan dengan asumsi bahwa permintaan tembakau akan menurun dari waktu ke waktu. Walaupun kelompok kerja WHO mengakui bahwa riset untuk mencari alternatif komoditas pengganti tembakau bagi para petani akan membutuhkan waktu bertahun-tahun, kini mereka diduga menyerah di bawah tekanan pihak yang anti-tembakau bersumber dana besar dengan mengeluarkan rekomendasi penghapusan budidaya tembakau tanpa memberikan solusi alternatif yang layak bagi komunitas petani tembakau di Asia.
"Sudah bertahun-tahun para petinggi organisasi kesehatan ini, dengan berlindung di belakang tameng WHO, tidak mampu menjelaskan bagaimana caranya petani tembakau dapat menghidupi keluarga mereka dengan membudidayakan tanaman alternatif. Mereka tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman khusus dalam bidang pertanian, namun serta merta menetapkan bahwa solusi yang paling mudah adalah dengan menekan pemerintah untuk mengatur sedemikian rupa agar petani tidak mungkin lagi terus menanam," demikian Antonio.(*)(Ant)
No comments:
Post a Comment