Industri gunakan semakin banyak tumbuhan sebagai bahan baku. Tapi pengembangbiakannya bisa merugikan alam dan manusia. Kini ikatan industri, lingkungan dan pembangunan tetapkan kriteria bagi penanaman berkelangsungan.
Perusahaan kimia Jerman setiap tahunnya menggunakan sekitar tiga juta
ton bahan baku dari tumbuhan: minyak, selulosa, kanji, gula, karet alami
dan banyak lagi. Dari zat kimia alamiah dibuat misalnya, perekat, sabun
cuci atau plastik organik. Kebutuhan
akan bahan mentah ini semakin meningkat, kata Jörg Rothermel. Ia
anggota ikatan industri kimia VCI, yang mengurus masalah energi,
perlindungan iklim dan politik bahan mentah.
Meningkatnya permintaan ada dampaknya. Untuk mendapat bahan baku yang diinginkan, banyak perusahaan menebang pohon di hutan tropis, atau merampas tanah warga beserta sumber hidup mereka. Praktik ini sering didukung atau diterima pemerintah. Salah satu contohnya minyak sawit, yang jadi produk dasar minyak untuk makanan, bahan bakar, pelumas dan kosmetik. Untuk penanaman bahan baku ini, dituntut adanya kriteria ekologis dan sosial.
Bukti Kualitas bagi Biomassa Berkelanjutan
Akhir 2013 pakar dari industri kimia, organisasi bantuan Deutsche Welthungerhilfe dan ikatan perlindungan alam mengambil tindakan. Bersama agen untuk bahan baku berkelanjutan, FNR yang disokong pemerintah Jerman mereka menerbitkan kriteria, yang memperketat pengembangbiakan, penggunaan tanah dan produksi bahan baku organik.
Kesepakatan berorientasi pada katalog kriteria Uni Eropa, bagi penggunaan biomassa dari tahun 2009. Lebih jauh lagi, disepakati 25 "kriteria ekologis". Sehingga hutan tropis tidak boleh ditebang, rawa tidak boleh dikeringkan dan sabana yang kaya keanekaragaman satwa dan tumbuhan tidak boleh dijadikan lahan pertanian. Selain itu, kualitas tanah harus dijaga dan kadar nitrat tidak boleh berkurang.
Termasuk dalam 19 "kriteria sosial" antara lain: hak penduduk dan pekerja untuk mendapat air minum, tempat tingal tetap serta bayaran sepadan. Mempekerjakan anak dilarang. Rafael Schneider dari organisasi bantuan Jerman Deutsche Welthungerhilfe sambut baik hal ini, karena dalam kriteria Uni Eropa tentang penggunaan biomassa dimensi ini tidak ada. Selain itu, pemerintah dan produsen bahan baku organik harus memberi bukti tidak terima suap, dan mendokumentasi cara mereka mengunakan lahan.
Dari Kertas Jadi Kenyataan
Kini harus dibuktikan, apakah kriteria itu bisa dipraktekkan. Kepala FNR, Andreas Schütte menjelaskan bagaimana pelaksanaannya. Mulai 2014 bahan baku organik, yang digunakan untuk membuat pelumas dan bahan sintetik harus diuji dan diberi sertifikat sesuai kriteria. Dengan demikian, semakin banyak perusahaan kimia memperhatikan produksi berkelanjutan ketika membeli biomassa dan juga menuntut itu dari pemasoknya. Demikian harapan Schütte.
"Tapi pada akhirnya, setiap perusahaan haru memutuskan itu sendiri," kata Rothermel dari ikatan industri kimia VCI. Ia tidak mendukung, jika kriteria-kriteria itu ditetapkan secara hukum. Menurutnya, itu bisa mengurangi keinginan perusahaan untuk menggunakan biomassa. Rothermel berargumentasi, biomassa yang diproduksi secara berkelangsungan harganya mahal, karena pekerja harus digaji lebih baik dan perusahaan-perusahaan harus punya tempat penyimpanan pestisida yang lebih baik.
Ancaman Merugi
Norbert Schmitz, pemimpin perusahaan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) yang bergerak di bidang pemberian sertifikat untuk biomassa dan bioenergi di seluruh dunia memberikan contohnya. "Satu ton minyak sawit yang bersertifikat harganya sekitar 40 sampai 50 Dolar lebih mahal daripada minyak sawit tanpa sertifikat." Dibanding dengan saingan yang tidak memakai minyak sawit bersertifikat, ini bisa berarti kerugian besar.
Perusahaan kimia yang mengalami tekanan finansial pasti tetap menggunakan bahan mentah dengan dasar minyak bumi. Di Jerman, produk kimia yang menggunakan biomassa hanya sekitar 13 persen. Rothermel dari VCI yakin, perubahan hanya akan terjadi secara perlahan. Lagi pula, biomassa tidak mungkin menggantikan sebagian besar kebutuhan akan bahan dasar. Karena itu berarti terhentinya produksi bahan pangan bagi manusia.
Meningkatnya permintaan ada dampaknya. Untuk mendapat bahan baku yang diinginkan, banyak perusahaan menebang pohon di hutan tropis, atau merampas tanah warga beserta sumber hidup mereka. Praktik ini sering didukung atau diterima pemerintah. Salah satu contohnya minyak sawit, yang jadi produk dasar minyak untuk makanan, bahan bakar, pelumas dan kosmetik. Untuk penanaman bahan baku ini, dituntut adanya kriteria ekologis dan sosial.
Bukti Kualitas bagi Biomassa Berkelanjutan
Akhir 2013 pakar dari industri kimia, organisasi bantuan Deutsche Welthungerhilfe dan ikatan perlindungan alam mengambil tindakan. Bersama agen untuk bahan baku berkelanjutan, FNR yang disokong pemerintah Jerman mereka menerbitkan kriteria, yang memperketat pengembangbiakan, penggunaan tanah dan produksi bahan baku organik.
Kesepakatan berorientasi pada katalog kriteria Uni Eropa, bagi penggunaan biomassa dari tahun 2009. Lebih jauh lagi, disepakati 25 "kriteria ekologis". Sehingga hutan tropis tidak boleh ditebang, rawa tidak boleh dikeringkan dan sabana yang kaya keanekaragaman satwa dan tumbuhan tidak boleh dijadikan lahan pertanian. Selain itu, kualitas tanah harus dijaga dan kadar nitrat tidak boleh berkurang.
Termasuk dalam 19 "kriteria sosial" antara lain: hak penduduk dan pekerja untuk mendapat air minum, tempat tingal tetap serta bayaran sepadan. Mempekerjakan anak dilarang. Rafael Schneider dari organisasi bantuan Jerman Deutsche Welthungerhilfe sambut baik hal ini, karena dalam kriteria Uni Eropa tentang penggunaan biomassa dimensi ini tidak ada. Selain itu, pemerintah dan produsen bahan baku organik harus memberi bukti tidak terima suap, dan mendokumentasi cara mereka mengunakan lahan.
Dari Kertas Jadi Kenyataan
Kini harus dibuktikan, apakah kriteria itu bisa dipraktekkan. Kepala FNR, Andreas Schütte menjelaskan bagaimana pelaksanaannya. Mulai 2014 bahan baku organik, yang digunakan untuk membuat pelumas dan bahan sintetik harus diuji dan diberi sertifikat sesuai kriteria. Dengan demikian, semakin banyak perusahaan kimia memperhatikan produksi berkelanjutan ketika membeli biomassa dan juga menuntut itu dari pemasoknya. Demikian harapan Schütte.
"Tapi pada akhirnya, setiap perusahaan haru memutuskan itu sendiri," kata Rothermel dari ikatan industri kimia VCI. Ia tidak mendukung, jika kriteria-kriteria itu ditetapkan secara hukum. Menurutnya, itu bisa mengurangi keinginan perusahaan untuk menggunakan biomassa. Rothermel berargumentasi, biomassa yang diproduksi secara berkelangsungan harganya mahal, karena pekerja harus digaji lebih baik dan perusahaan-perusahaan harus punya tempat penyimpanan pestisida yang lebih baik.
Ancaman Merugi
Norbert Schmitz, pemimpin perusahaan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) yang bergerak di bidang pemberian sertifikat untuk biomassa dan bioenergi di seluruh dunia memberikan contohnya. "Satu ton minyak sawit yang bersertifikat harganya sekitar 40 sampai 50 Dolar lebih mahal daripada minyak sawit tanpa sertifikat." Dibanding dengan saingan yang tidak memakai minyak sawit bersertifikat, ini bisa berarti kerugian besar.
Perusahaan kimia yang mengalami tekanan finansial pasti tetap menggunakan bahan mentah dengan dasar minyak bumi. Di Jerman, produk kimia yang menggunakan biomassa hanya sekitar 13 persen. Rothermel dari VCI yakin, perubahan hanya akan terjadi secara perlahan. Lagi pula, biomassa tidak mungkin menggantikan sebagian besar kebutuhan akan bahan dasar. Karena itu berarti terhentinya produksi bahan pangan bagi manusia.
No comments:
Post a Comment