Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat memaparkan, laba tersebut melompat lebih dari dua kali lipat dibanding periode yang sama 2013. Di sisi lain, harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) di bursa Malaysia, angkanya sudah stabil di RM2.600-an per ton, setelah sebelumnya sempat anjlok hingga RM2.200 per ton.
AALI merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit ketiga terbesar di BEI setelah Salim Ivomas Pratama (SIMP) dan Sinarmas Agro (SMAR). AALI juga masuk kategori saham blue chip dengan volume perdagangan yang cukup likuid.
Jika dilihat dari kualitas fundamentalnya, AALI merupakan saham terbaik di sektor perkebunan kelapa sawit, dengan kinerja keuangan yang sangat konsisten dari tahun ke tahun, termasuk mengalami penurunan laba yang rendah pada 2013 lalu ketika harga CPO jatuh.
Wajar, karena AALI dipegang oleh grup konglomerasi terbaik di Indonesia, Grup Astra. Pada 2014 ini, AALI kembali sukses mencatatkan kenaikan laba bersih, dan seharusnya trend-nya akan tetap bagus mengingat harga CPO terus naik dalam beberapa waktu terakhir, walau masih jauh dibanding puncaknya pada tahun 2011 lalu yakni RM4,500 per ton.
Sayangnya dengan PER dan PBV yang masing-masing mencapai 14,2 dan 4,22 kali pada harga saham 28.350, maka AALI sudah cukup mahal. Sudah terlambat kalau pelaku pasar memaksakan diri untuk bergabung pada harga saat ini.
Namun, mengingat sektor perkebunan kelapa sawit sendiri secara umum mulai pulih, maka peluangnya mungkin terdapat di saham sawit lainnya.
Apakah sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit sudah pulih? Caranya dapat dilihat dari perkembangan harga CPO dunia. Pada awal 2009, berdasarkan data dari Bursa Rotterdam, harga CPO tercatat US$ 562 per ton.
Kemudian hanya dalam waktu dua tahun berikutnya, harga CPO melejit naik hingga mencapai US$1.300 per ton pada Februari 2011. Itulah sebabnya sektor perkebunan kelapa sawit merasakan kejayaannya juga pada 2011.
Namun, setelahnya harga CPO terus turun hingga akhirnya mentok pada level US$770 per ton pada akhir 2012.
Kemudian sepanjang 2013, harga CPO mulai naik kembali dan saat ini sudah stabil di level US$900-an per ton. Jika dilihat dari sini maka penurunan harga CPO yang terjadi sepanjang 2011 – 2012 adalah bukan karena oversupply, adanya komoditas substitusi (pengganti) yang lebih baik, melainkan karena harga CPO sudah naik banyak sebelumnya.
Pada akhirnya kebutuhan masyarakat dunia akan minyak goreng dan berbagai produk turunan lainnya dari CPO, tidak akan pernah turun.
Sepanjang 2013, mayoritas perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya di BEI masih mencatatkan peningkatan kinerja jika dilihat dari volume penjualan CPO-nya yang masih terus naik.
Pada 2014 ini, jika mengacu pada data yang dimiliki oleh AALI, rata-rata harga jual CPO sepanjang Januari–Februari 2014 tercatat Rp8,829 per kilogram, melompat 39,0% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Ingat bahwa pada awal 2013 harga CPO memang sedang rendah. Tapi AALI sukses mencatatkan kenaikan laba yang signifikan pada kuartal I-2014, karena di sisi lain volume penjualan CPO milik perusahaan (dan juga produk turunannya, seperti olein dan stearin) masih terus meningkat seperti biasa.
Termasuk harga jual dari minyak inti sawit (palm kernel) juga naik signifikan, dari Rp2,700 di 2013 menjadi Rp5,600 per kilogram pada saat ini. Dari pendapatan AALI sebesar Rp3,7 triliun pada Kuartal I 2014, Rp448 miliar, di antaranya berasal dari penjualan minyak inti sawit.
IMQ,
Author: Susan Silaban
No comments:
Post a Comment