Medan. Dinas Perkebunan Sumatera Utara (Sumut) menilai peremajaan sejumlah areal perkebunan sawit yang ada tak perlu melibatkan bantuan pemerintah. Pasalnya, petani sawit dianggap telah maju dalam pengelolaannya.
"Untuk sawit, kita tak ada melakukan peremajaan.
Terakhir peremajaan dilakukan dua tahun lalu atau tahun 2012 lalu seluas
20 hektare di Kabupaten Batubara. Itupun hanya percontohan," kata
Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan Sumut, Herawati kepada
MedanBisnis, Kamis (17/4) di Medan.
Dikatakan Herawati, peremajaan sawit saat ini
lebih kepada kehendak pribadi masin-masing petaninya. Apabila mereka
menganggap perlu melakukan peremajaan, hal tersebut tinggal dilakukannya
seorang diri.
Herawati juga mengatakan, kemudahan perbankan
dalam memberikan pinjaman kepada petani sawit, membuat segala kebutuhan
biaya untuk operasional produksi termasuk biaya peremajaan dapat
dilakukan petani sawit secara mandiri.
"Untuk sawit ini berbeda dengan karet. Petani sawit lebih mendapatkan kemudahan dalam melakukan pinjaman di Bank. Hanya dengan bermodalkan sertifikat saja, mereka sudah bisa memperoleh kredit," jelasnya.
Atas
hal itu, lanjut dia, peran Dinas Perkebunan sendiri tinggal mengarahkan
para patani sawit gemar menabung. Sehingga petani memiliki modal
apabila ingin melakukan peremajaan. "Sejauh ini, petani juga belum ada
melakukan permintaan untuk melakukan peremajaan kepada kita," ungkapnya.
Namun,
sambung Herawati kembali, Dirjen Perkebunan mengharapkan peremajaan
perkebunan sawit rakyat dananya berasal dari program CSR. Tetapi hal
tersebut masih sulit dapat terpenuhi.
"Untuk usia tanaman
perkebunan sawit yang ada di Sumut saat ini beragam. Ada yang tanaman
tidak menghasilkan (TTM) dan tanaman menghasilkan (TM), tetapi masih di
dominasi tanaman menghasilkan," pungkasnya.
Sementara itu Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit
Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad, mengatakan, sebanyak 1,2 juta dari
3,8 juta hektare lahan sawit rakyat saat ini membutuhkan peremajaan.
Akibatnya, kodisi tersebut turut mempengaruhi produksi sawit Indonesia,
karena tanaman kelapa sawitnya kurang produktif lagi.
Padahal katanya, usia maksimum sawit hanyalah 25 tahun, sementara sudah banyak tanaman sawit yang telah mencapai 30 tahun.
Dikatakannya,
kendala peremajaan tanaman sawit itu utamanya disebabkan persoalan
finansial. Para petani sawit tidak memiliki modal untuk meremajakan
tanamannya.
Sementara untuk meminjam dana yang bersumber dari
Kredit Usaha Rakyat (KUR) cukup terbatas dan untuk meminjam dana ke bank
konvensional maupun syariah, masih terkendala dengan tingkat
kepercayaan pihak perbankan.
"Petani sawit kita rata-rata tidak
mampu memberikan agunan berupa sertifikat atau surat berharga lainnya,
karena untuk mengurus sertifikat saja mereka tidak bisa, karena juga
membutuhkan uang banyak," tegasnya.(rozie winata)MedanBisnis.
No comments:
Post a Comment