Pengusaha sawit di Indonesia termasuk Sumut menepis tudingan internasional yang menganggap memicu pemanasan global.
PEMANASAN global (global warning) merupakan peningkatan temperatur atmosfir bumi akibat dari meningkatnya intensitas efek rumah kaca (green house effect) pada atmosfir bumi. Peningkatan intensitas efek rumah kaca tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca seperti Green House Gas (GHG).
PEMANASAN global (global warning) merupakan peningkatan temperatur atmosfir bumi akibat dari meningkatnya intensitas efek rumah kaca (green house effect) pada atmosfir bumi. Peningkatan intensitas efek rumah kaca tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca seperti Green House Gas (GHG).
Pemanasan global antara lain berdampak pada perubahan iklim global berupa pergeseran peta iklim secara global, anomali iklim, banjir, kekeringan, badai dan kenaikan permukaan laut yang banyak menimbulkan kerugian dan mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi.
Nah, negara-negara barat termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM)
hingga kini mengisukan Indonesia adalah negara pengemisi terbesar GHG
global dan penyebab pemanasan lingkungan global. Kondisi ini menyebabkan
banyak hambatan pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
termasuk Sumut yang dikenal banyak memiliki lahan perkebunan kelapa
sawit.
Kondisi ini pula yang menjadi keprihatinan Wakil Ketua DPRD Sumut Ir H Chaidir Ritonga MM di Hotel Grand Elite saat bertemu sejumlah pengusaha perkebunan beberapa waktu lalu. Chaidir berharap isu semacam ini dapat segera dihilangkan seiring penjelasan berbagai hasil riset internasional yang menampik isu tersebut. Ia pun menyambut baik penulisan buku ‘Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Isu Lingkungan Global’ yang diterbitkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Politisi yang juga pengusaha perkebunan kelapa sawit di Tapanuli
Selatan mengutarakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut pun
meraruh perhatian terhadap berbagai permasalahan perkebunan di Sumut.
‘’DPRD Sumut tak sekadar bicara bantuan sosial dan bantuan daerah
bawahan. ‘’Kita juga memberi perhatian terhadap kelapa sawit termasuk
revisi UU Nomor 23 Tahun 2004 yang mengatur perimbangan anggaran pusat
dan daerah,’’ ucapnya.
Disebutkan Chaidir, buku ‘Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit dalam
Isu Lingkungan Global’ walau tipis namun tebal dalam isinya.
‘’Perkebunan yang terus berkembang di Sumut. Sawit itu dianggap sebagai
suatu hutan yang menjadi bagian dari paru-paru dunia,’’ ucapnya.
Untuk pengembangan perkebunan sawit di Indonesia, lanjut Chaidir, pimpinan DPRD
se-Sumatera mengagendakan pertemuan di Gedung DPRD Sumut pada tanggal 24 Juni 2013. ‘’Pertemuan ini sangat penting dalam upaya meningkatkan peran perkebunan dan menepis berbagai permasalahan disekitarnya,’’ kata Chaidir.
se-Sumatera mengagendakan pertemuan di Gedung DPRD Sumut pada tanggal 24 Juni 2013. ‘’Pertemuan ini sangat penting dalam upaya meningkatkan peran perkebunan dan menepis berbagai permasalahan disekitarnya,’’ kata Chaidir.
Sementara itu Ketua Umum GAPKI Joefly J Bachroeny dan pengurus Bidang
Hukum dan Advokasi GAPKI Tungkot Sipayung, Ketua GAPKI Cabang Sumut dan
Sekretaris GAPKI Cabang Sumut Timbas Prasad Ginting ramai-ramai
menyangkal isu lingkungan global yang dikaitkan dengan perkebunan
kelapa sawit. ‘’Masalah isu global semacam ini terus akan terjadi. Latar
belakangnya adalah persaingan bisnis,’’ ucap Joefly.
Pengurus Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI Tungkot Sipayung mengemukakan, negara pengemisi GHG (setara CO2) dari pertanian global justru berasal dari China, Brazil, India, Amerika serikat, Uni Eropa dan Argenina yang mencapai 70 persen dari GHG pertanian global tahun 2011. ‘’Indonesia bukan termasuk negara terbesar pengemisi GHG global baik dari emisi konsumsi energi BBF, pertanian maupun dari lahan gambut. Dilihat dari segi berbagai indikator kehutanan maka hutan di Indonesia masih termasuk 10 negara terbaik di dunia,’’ jelasnya.
Mengingat perkebunan kelapa sawit memiliki fungsi ekologis yang
menyerupai fungsi ekologis hutan maka perkebunan kelapa sawit perlu
dikategorikan sebagai hutan. ‘’Setidak-tidaknya dikategorikan sebagai
salah satu bentuk afforestasi atau reforestasi,’’ kata dia.
Perkebunan jekaoa sawit di Sumut, lanjut Tungkot, sebagai provinsi tertua persawitan dimana peran ekspor minyak kelapa sawit tahun 2008 mencapai 50 persen dari total ekspor dan kontribusi dalam PDRB mencapai 30 persen. Perkebunan kelapa sawit merupakan bagian dari solusi dari permasalahan pangan, energi, lingkungan dan ekonomi global. (dmp)