Medan. Semakin besarnya penguasaan lahan
oleh pihak asing di Sumatera Utara (Sumut) membuat pengusaha perkebunan
memilih ekspansi membeli lahan ke luar negeri. Sekretaris Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas Prasad Ginting
mengemukakan, pengusaha sawit di Sumut memilih membeli lahan ke luar
negeri disebabkan pelaku usaha asing lebih menguasai lahan di dalam
negeri daripada pengusaha lokal.
"Pengusaha sawit
sekarang lebih memilih membeli lahan sawit ke beberapa negara seperti
Afrika, Nigeria, Liberia, Kamboja dan Vietnam," katanya di Medan, Senin
(22/ 10).
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan)
diketahui akan membatasi lahan perkebunan milik holding perusahaan
besar. Pembatasan itu didasarkan rencana revisi Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan
Usaha Perkebunan, di mana perusahaan hanya boleh mengelola areal
maksimum 100.000 hektare untuk komoditas selain tebu.
Timbas
mengatakan, penguasaan lahan perkebunan khususnya sawit dan karet oleh
perusahaan asing di Sumut masih terus berlangsung. Penguasaandilakukan
secara terselubung dan terang- terangan dengan mengganti nama dan
manajemen. "Kalau ditanya berapa luas lahan sawit yang dikuasai oleh
asing, tidak bisa dipastikan. Secara persentase, penguasaan lahan oleh
asing diperkirakan sudah mencapai 40% dari total luas kebun sawit yang
ada sekitar 1,2 juta ha," ujarnya.
Alasan pengusaha memilih
ekspansi, menurut Timbas, karena tidak adanya kepastian umum di dalam
negeri. Tumpang tindih kebijakan membuat pengusaha enggan menanamkan
modalnya di sini. "Aturan yang satu dengan lainnya tumpang tindih. Belum
lagi bicara proses perizinan yang masih sulit sampai sekarang. Berbeda
dengan luar negeri. Selain kepastian hukum, berbagai kemudahan juga
diberikan pemerintah setempat," ucapnya.
Pengamat ekonomi Sumut,
Jhon Tafbu Ritonga, mengatakan, praktikpraktik penguasaan asing yang
kini bahkan sudah merambah ke perusahaan BUMN melalui kerja sama
operasional, harus diawasi dan dihentikan.
"Kalau usaha perkebunaan dikuasai oleh asing, sama saja kita kembali dijajah meski secara ekonomi," katanya.
Jhon
mengakui, pembatasan memang sulit dilakukan mengingat perdagangan
global. Tetapi sesulit apapun, pemerintah harus segera membuat kebijakan
pembatasan seperti yang dilakukan di negara lain seperti Vietnam dan
bahkan di China yang mengharuskan pengelolaan lahan atau usaha pihak
asingharus bermitra dengan pengusaha dalam negeri.
"Pembatasan
semakin dirasakan perlu karena kenyataannya pengusaha nasional juga
semakin banyak berinvestasi ke luar negeri dengan dalih suasana yang
tidak kondusif di dalam negeri akibat banyaknya peraturan yang tumpang
tindih dan beban pungutan yang semakin banyak. Perlu perhatian terhadap
kondisi ini," pungkasnya. (elvidaris simamora)/MB