Hal positif itu ditandai oleh harga karet di pasar internasional mulai terdongkrak menjadi US$ 3,4 per kg dari US$ 2,9 per kg. Sedangkan harga bahan olahan karet (bokar) terangkat menjadi Rp 25.000 hingga Rp 27.000 per kg dari sebelumnya sekitar Rp 21.400 hingga Rp 23.000 per kg."Pengusaha karet di Sumut memang sudah melakukan pengurangan volume penjualan ke luar negeri sejak kesepakatan ITRC di Bandung.
Pemangkasan ini dilakukan karena memburuknya harga jual. Langkah pengurangan, telah dilakukan sejak 1 Oktober 2012 lalu," ujar Sekretaris Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumutk, Edy Irwansyah, kepada wartawan, di Medan, Rabu (3/10).
Dia menjelaskan, langkah pengurangan volume
ekspor itu dilakukan secara serentak dengan pengusaha karet asal
Thailand dan Malaysia. Ditambahkan, mengenai berapa besaran volume yang
dikurangi tergantung proporsi ekspor setiap perusahaan. Volume
pengurangan berbeda-beda. Tapi yang pasti seluruh anggota Gapkindo sudah
sepakat.
Pengurangan ekspor karet dilakukan menyusul adanya sinyal International Rubber Consortium Limited (IRCo) akan melakukan tindakan kalau harga ekspor karet di bawah US$ 4 per kg. IRCo merupakan perusahaan patungan karet alam yang dibentuk negara produsen utama Thailand, Malaysia dan Indonesia untuk mengatasi harga karet alam.
IRCo ini berfungsi sebagai pelengkap dari skema penyeimbang harga dalam skema produksi dan skema ekspor mengingat pengaruh ketiga negara ini memang cukup besar karena 70% kebutuhan pasar karet alam dunia dipasok oleh Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Pengurangan, kata dia, akan dilakukan secara kontinu hingga menemukan bentuk harga terbaiknya. "Pengurangan akan terus dilakukan sampai enam bulan ke depan, atau sampai harga kembali terdongkrak dari sekarang yang masih di kisaran level US$ 3,4 per kg,"tuturnya.
Kebijakan pengurangan volume ekspor karet sebelumnya pernah dilakukan Gapkindo Sumut pada 2010. Kala itu, langkah pengurangan mampu mendongkrak harga karet dari US$ 1,6 per kg menjadi US$ 4 per kg.
Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut periode Januari-Agustus 2012 mencatat adanya penurunan nilai ekspor karet dan barang dari karet Sumut sebesar 32,28% menjadi US$ 1,67 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang senilai US$ 2,46 miliar.
Penjualan ke pasar luar negeri pada periode Agustus melemah hanya US$ 174,58 juta atau turun sebesar 13,33% dibandingkan periode Juli 2012 sebesar US$ 201,44 juta. Adapun negara tujuan ekspor karet dari Sumut yaitu India, China, Amerika Serikat (AS), Korea dan Taiwan. "Semua negara itu menggunakan karet untuk produk ban mobil," ungkap Kepala BPS Sumut, Suharno.
Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Subdin Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Fitra Kurnia, mengatakan anjloknya harga jual karet di pasar global, lebih disebabkan mekanisme pasar. Krisis ekonomi yang terjadi pada beberapa negara pembeli terutama Eropa dan AS membuat transaksi pembelian menjadi lesu.
"Kalau sudah begitu, penurunan harga tidak terhindarkan lagi. Selanjutnya tinggal bagaimana pengusaha melakukan tindakan guna mendongkrak harga, karena itu sangat tergantung pasar di sana," bebernya.
Namun dengan adanya pengurangan volume ekspor diharapkan akan dapat mendongkrak lagi harga karet. Dikatakannya, pengurangan ekspor ini sudah pernah dilakukan beberapa tahun lalu dan terbukti berhasil untuk mendongkrak harga karet alam di pasar internasional. (elvidaris simamora)/MB
Pengurangan ekspor karet dilakukan menyusul adanya sinyal International Rubber Consortium Limited (IRCo) akan melakukan tindakan kalau harga ekspor karet di bawah US$ 4 per kg. IRCo merupakan perusahaan patungan karet alam yang dibentuk negara produsen utama Thailand, Malaysia dan Indonesia untuk mengatasi harga karet alam.
IRCo ini berfungsi sebagai pelengkap dari skema penyeimbang harga dalam skema produksi dan skema ekspor mengingat pengaruh ketiga negara ini memang cukup besar karena 70% kebutuhan pasar karet alam dunia dipasok oleh Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Pengurangan, kata dia, akan dilakukan secara kontinu hingga menemukan bentuk harga terbaiknya. "Pengurangan akan terus dilakukan sampai enam bulan ke depan, atau sampai harga kembali terdongkrak dari sekarang yang masih di kisaran level US$ 3,4 per kg,"tuturnya.
Kebijakan pengurangan volume ekspor karet sebelumnya pernah dilakukan Gapkindo Sumut pada 2010. Kala itu, langkah pengurangan mampu mendongkrak harga karet dari US$ 1,6 per kg menjadi US$ 4 per kg.
Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut periode Januari-Agustus 2012 mencatat adanya penurunan nilai ekspor karet dan barang dari karet Sumut sebesar 32,28% menjadi US$ 1,67 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang senilai US$ 2,46 miliar.
Penjualan ke pasar luar negeri pada periode Agustus melemah hanya US$ 174,58 juta atau turun sebesar 13,33% dibandingkan periode Juli 2012 sebesar US$ 201,44 juta. Adapun negara tujuan ekspor karet dari Sumut yaitu India, China, Amerika Serikat (AS), Korea dan Taiwan. "Semua negara itu menggunakan karet untuk produk ban mobil," ungkap Kepala BPS Sumut, Suharno.
Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Subdin Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Fitra Kurnia, mengatakan anjloknya harga jual karet di pasar global, lebih disebabkan mekanisme pasar. Krisis ekonomi yang terjadi pada beberapa negara pembeli terutama Eropa dan AS membuat transaksi pembelian menjadi lesu.
"Kalau sudah begitu, penurunan harga tidak terhindarkan lagi. Selanjutnya tinggal bagaimana pengusaha melakukan tindakan guna mendongkrak harga, karena itu sangat tergantung pasar di sana," bebernya.
Namun dengan adanya pengurangan volume ekspor diharapkan akan dapat mendongkrak lagi harga karet. Dikatakannya, pengurangan ekspor ini sudah pernah dilakukan beberapa tahun lalu dan terbukti berhasil untuk mendongkrak harga karet alam di pasar internasional. (elvidaris simamora)/MB