“Pemerintah
AS telah menyetujui produk CPO dari Indonesia masuk kategori ramah
lingkungan. Namun, akan dilakukan pemeriksaan terhadap produk CPO asal
Indonesia,” kata Menteri Perindustrian, M.S Hidayat di Jakarta, Jumat
(12/10/2012).
Hidayat
menambahkan, pemerintah akan terus memperjuangkan posisi CPO Indonesia
untuk menghadapi strategi dagang yang dilakukan Eropa dan Amerika
Serikat (AS).
“Produk
CPO asal Indonesia memiliki nilai tambah yang tinggi. Hal ini
membuktikan bahwa produk Indonesia bisa menembus pasar international,”
paparnya.
Dihubungi
secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit
Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengatakan, bila minyak mentah kelapa
sawit masuk kategori produk ramah lingkungan, maka tarif bea keluar akan
dipangkas 5%.
“Jika
produk CPO masuk dalam produk ramah lingkungan, potensi memperluas
pasar ekspor sangat besar. Hingga akhir tahun ini, diperkirakan ekspor
CPO sebanyak 17,5 juta ton, lebih rendah dari target awal tahun sebesar
18 juta ton,” ujarnya.
Saat
ini, produk minyak mentah kelapa sawit Indonesia dikenakan tarif bea
masuk di sejumlah negara seperti di China, India dan Pakistan.
Sedangkan
di pasar AS dan Australia, produk CPO Indonesia dikenakan hambatan non
tarif karena dinilai produk tidak sehat dan tidak ramah lingkungan.
Sementara
di dalam negeri, para produsen kelapa sawit juga harus dipusingkan
dengan pengenaan bea keluar untuk kelapa sawit dan produk turunannya
yang diberlakukan secara progresif berkisar 7,5% sampai dengan 22,5%.
Kendati demikian dengan pengakuan AS itu diharapkan membawa hikmah baru bagi dunia perkelapasawitan Indonesia. (Iskandar)/CI