Medan. Asosiasi Petani Kelapa Sawit 
Indonesia (Apkasindo) akan terus mengawasi revisi Peraturan Menteri 
Pertanian (Permentan) No 26 Tahun 2007 pasal 12 tentang Pedoman 
Perizinan Usaha Perkebunan khususnya pada pasal 12. Sebab, revisi akan 
mengatur usaha industri pengolahan hasil perkebunan melalui kerja sama 
kepemilikan saham koperasi, pekebun pemasok bahan baku.
                  "Saat ini, belum ada 
kerja sama kepemilikan saham dengan koperasi khususnya untuk pembangunan
 Pengolahan Kelapa Sawit (PKS)," ujar Ketua Umum Apkasindo, Anizar 
Simajuntak di Medan, kemarin.
Dijelaskannya, pemerintah harus 
komitmen mengembangkan sektor perkebunan sehingga dapat mengawasi revisi
 tersebut sampai menjadi Undang-undang (UU). Sebab, revisi ini merupakan
 penyempurnaan peraturan sebelumnya seperti kerja sama kepemilikan saham
 dengan koperasi.
Diketahui, di Sumut bahkan di Indonesia pada 
umumnya belum pernah terjadi usaha industri melalui kerjasama 
kepemilikan saham dengan koperasi. Padahal ini dapat dilakukan karena 
dapat memberdayakan petani kelapa sawit yang terus berkembang.
"Koperasi-koperasi
 petani kelapa sawit banyak, jadi kenapa tidak pernah ada kerja sama 
usaha kepemilikan saham bersama. Ini menguntungkan dan petani bisa lebih
 berkembang dalam mengelolah hasil perkebunan kelapa sawitnya," kata 
Anizar.
Dengan kerja sama koperasi tersebut, lanjut Anizar, 
pemerintah juga harus mendukung untuk mempermudah izin-izin industri 
kelapa sawit yang dikelola petani khususnya kluster. Departemen Koperasi
 juga harus aktif mendukung pembentukan koperasi yang manajemennya 
berkualitas.
"Pembangunan PKS tanpa kebun itu sulit, karena 
dengan begitu hanya dapat mempertahankan PKS yang sudah ada. Ini 
meruguikan petani, harga jual Tandan Buah Segar (TBS) bisa dijual 
sesuka-sukanya," ucap Anizar.
Dalam bekerjasama kepemilikan saham
 usaha industri tersebut, koperasi-koperasi kelapa sawit harus memiliki 
manajemen yang baik. Karena yang akan dinilai bukan orangnya, sedangkan 
luas lahan perkebunan minimal hanya berkisar 10 ribu hektare.
Saat
 ini, Apkasindo telah bekerjasama dengan koperasi di Jambi dalam 
pelaksanaan pembangunan PKS dan kegiatakan tersebut dapat menjadi proyek
 percontohan di Indonesia.
Sementara untuk harga TBS, Anizar 
menyatakan, tahun ini merupakan sejarah harga terendah dan bertahan lama
 sepanjang sejarah persawitan di Indonesia. Harga berkisar Rp 500-Rp 600
 per kg membuat petani semakin sulit.
"Memang ditahun 2008 lalu, 
harga TBS sempat sangat rendah, tapi itu tidak berlangsung lama. Saat 
ini harga yang murah juga diikuti dengan tidak tertampungnya TBS di PKS 
dengan alasan kebanyakan stok dan ekspor juga tersendat," ucapnya.
Harga
 TBS yang murah dengan waktu yang cukup lama dipicu terjadinya secara 
bersamaan  gangguan volume dan harga ekspor sebagai dampak krisis global
 yang masih berlangsung dan masa panen puncak. "Pemerintah harusnya 
sudah mengambil langkah pengamanan kepada petani, tetapi nyatanya belum 
ada juga. Petani terpaksa berdiam diri atau beralih pekerjaan sementara 
menjadi kuli bangunan dan membiarkan buah sawitnya tidak dipanen," 
katanya.
Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia 
(Gapki) Sumut, Laksamana Adiyaksa menyebutkan, harga TBS sangat 
dipengaruhi harga CPO di pasar internasional.  Harga semakin turun 
karena permintaan juga menurun yang juga merupakan dampak krisis global.
 "Tapi menjelang akhir tahun, harga akan bergerak naik karena perusahaan
 industri memacu produksi untuk stok libur akhir tahun," pungkasnya. 
(yuni naibaho)/MB

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
