MEDAN – Momentum strategis Pembukaan Rapat koordinasi Gubernur se
Sumatera oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dimanfaatkan Plt Gubsu
Gatot Pujo Nugroho untuk menyinggung dana bagi hasil perkebunan dan
saham PT Inalum.
Di hadapan Menko Gatot menekankan kembali
tuntutan daerah penghasil perkebunan untuk mendapatkan porsi dana bagi
hasil perkebunan. Selain itu, Pemprovsu dan sepuluh kabupaten/kota di
sekitar Danau Toba berharap dapat menguasai saham PT Inalum yang akan
diambil alih oleh pemerintah dari Jepang pada tahun 2013 mendatang.
“Tak
bosannya kami juga kembali ingin menyampaikan harapan adanya pembagian
dana bagi hasil perkebunan kepada daerah penghasil. Agar hasil
perkebunan yang diperoleh dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
setempat,” ujar Gatot pada Rapat Koordinasi (Rakor) Gubernur se-Wilayah
Sumatera 2012 di Hotel JW Marriot, Jalan Putri Hijau, Medan hari ini.
Gatot
dalam sambutan menekankan pada pemerintah pusat bahwa sebagai daerah
penghasil utama perkebunan, sudah saatnya ada pembagian dana bagi hasil
perkebunan kepada daerah penghasil. Pembagian dana bagi hasil itu
diperlukan agar hasil perkebunan yang diperoleh dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat setempat. Lebih jauh lagi dana bagi hasil
idealnya dapat digunakan untuk pembangunan sektor perkebunan itu sendiri
sehingga pemanfaatannya dapat lebih berkelanjutan.
Namun
tuntutan tersebut sepertinya belum dapat direalisasikan dalam waktu
dekat ini. Pasalnya Menteri Perekonomian M Hatta Rajasa tidak memberikan
respon positif terhadap kedua permintaan tersebut.
“APBN kita
tidak dibenarkan dikembalikan dalam bentuk uang dan sebaginya. Kita bisa
melanggar undang-undang kalau harus bagi hasil (kebun),” kata Hatta
kepada wartawan menanggapi lamanya persetujuan pemerintah pusat dalam
memberikan bagi hasil perkebunan usai membuka acara.
Namun lanjut
Hatta, pemerintah setuju jika pengembalian pendapatan hasil perkebunan
tersebut dialokasikan ke pembangunan infrastruktur yang menyentuh
langsung ke perkebunan. Diakunya memang selama ini bentuk
pengembaliannya belum maksimal dilakukan mengingat keterbatasan APBN.
Begitupun pemerintah pusat akan terus mengupayakan semaksimal mungkin.
“Kita
sepakat ada pengembalian, tapi bukan dengan bagi hasil. Memang belum
cukup karena pada akhirnya APBN kita tidak cukup,” ujarnya kembali.
Sedangkan
terkait pengambilalihan PT Inalum, Hatta juga tidak bersedia
menjanjikan apapun terkait keinginan Pemprov Sumut beserta 10
kabupaten/kota di sekitar kawasan Danau Toba atas kepemilikan saham.
Menurutnya hal itu belum bisa dibicarakan.Sebab fokus pemerintah saat
ini hanya pada pengambilalihan saham 100%. “Yang penting kita hadapi
dulu pengambilalihan. Pokoknya kuasai dulu,” kata Ketua DPP Partai
Amanat Nasional (PAN) itu.
Menurutnya semua kemungkinan terkait
pembagian saham bisa terjadi. Karena jika sudah diambilalih maka semua
keputusan terkait PT Inalum hanya Indonesia yang berhak
memutuskan.“Semua kemungkinan itu ada. Kan kita sendiri nanti yang
tentukan,” ujarnya.
Hatta pun mengajak semua pihak untuk melihat
potensi PT Inalum yang nantinya akan menjadikan kawasan tersebut
sebagai pusat indutri alumina dengan fasilitas Pelabuhan Kuala Tanjung.
Pemerintah juga akan menerapkan larangan mengekspor bauksit karena akan
diolah dulu di dalam negeri.
Permintaan Gatot sebenarnya bukannya
tanpa dasar yang kuat. Sebab kontribusi perekonomian yang disumbangkan
Sumatera salah satunya adalah melalui hasil perkebunan kelapa sawitnya.
Kegiatan ekonomi utama kelapa sawit di Sumatera memegang peranan penting
bagi suplai kelapa sawit di Indonesia dan dunia.
Indonesia
merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sejak 2007, dan
sekitar 70% lahan penghasil kelapa sawit di Indonesia berada di
Sumatera. Perkebunan kelapa sawit telah memberi lapangan pekerjaan yang
luas karena sekitar 42% lahan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil.
Selain
itu dalam produksi karet mentah dari perkebunan, Sumatera juga produsen
terbesar di Indonesia dan masih memiliki peluang peningkatan
produktivitas. Koridor ekonomi Sumatera menghasilkan sekitar 65% dari
produksi karet nasional. Sedangkan Indonesia merupakan negara kedua
penghasil karet alami di dunia yaitu sekitar 28% dari produksi karet
dunia di tahun 2010 dan sedikit di belakang Thailand sekitar 30%.
Lalu
lanjut Gatot, dalam kesempatan itu disampaikannya juga harapan Pemprov
Sumut dan 10 kabupaten/kota sekitar PT Inalum, terkait pengambilalihan
pemerintah setelah kontrak dengan Jepang berakhir 2013 mendatang. “Kami
ingin daerah sebagai representasi masyarakat setempat mendapatkan
kesempatan untuk memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang
peleburan dan produksi alumunium tersebut,” ujarnya.(WpdO)
Editor: AGUS UTAMA (dat16/wol)
RIDIN
WASPADA ONLINE