Medan. Menganggap prospek pisang
barangan tidak lagi menguntungkan, beberapa petani di Desa Talun Kenas,
Kecamatan STM Hilir, Deliserdang mulai beralih ke tanaman kelapa sawit.
Meskipun jumlahnya masih sedikit, namun
jika dibiarkan, Deliserdang, khususnya Kecamatan STM Hilir akan
kehilangan ikon sebagai kawasan penghasil pisang barangan berkualitas di
Deliserdang bahkan di Sumatera Utara (Sumut).
Menurut salah
seorang petani pisang barangan yang sudah menanam kelapa sawit di bekas
lahan pisang barangan, L Tarigan, pisang barangan tak lagi
menguntungkan.
“Jika dulu bisa berpendapatan bersih rata-rata Rp
2 juta - Rp 3 juta per bulan dari lahan seluas 5,5 hektare, kini dengan
produksi yang kian menurun kami hanya bisa mendapatkan untung rata-rata
Rp 1,2 juta per bulan. Sementara biaya produksi budidaya pisang
barangan bisa mencapai separuh hasil penjualan," katanya, Senin (17/12)
di Medan.
Sejak 3 tahun lalu, ia mulai melirik kelapa sawit
lantaran prospek yang tampaknya lebih menguntungkan. Dari situ, ia
kemudian mengganti tanaman pisangnya dengan kelapa sawit. “Saat ini
terhitung sudah hampir satu hektare lahan pisang menjadi tanaman kelapa
sawit dan sudah berbuah pasir,” katanya.
Ia mengaku tidak merasa
rugi dan menganggap prospek kelapa sawit masih besar meskipun dirinya
juga tahu bahwa harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini
harganya anjlok di beberapa daerah hingga Rp 400 - Rp 700 per kg. "Ya
itu kan sekarang, saya yakin nanti bisa untung," katanya.
Menurut
Sekretaris Asosiasi Petani Hortikultura Deliserdang, Nasional Ginting,
petani pisang barangan tak perlu khawatir kemudian mengganti tanaman
pisang barangan menjadi kelapa sawit. Menurutnya, prospek pisang
barangan masih besar. Permintaan pasar tidak hanya terbatas di Sumut
saja, pasaran ekspor ke Singapura saat ini sangat potensial.
Sebagai
contoh, kata Ginting, di saat berlangsungnya even Pekan Flori dan Flora
Nasional dan Pasar Tani Sumut pada 18 - 24 Juni lalu, dari Dusun
Kampung Dalam, Deliserdang, mengirimkan pisang sebanyak 850 kg untuk
diekspor ke Singapura.
Itu sebagai bukti bahwa pasar untuk
pisang barangan terbuka lebar dan kini tinggal dari petani untuk bisa
meningkatkan produksi dan kualitasnya untuk dapat memenuhi kebutuhan
itu. "Kalau pasaran ekspor saja bisa ditembus, kenapa harus ragu untuk
terus membudidayakan pisang barangan sebagai komoditas utama yang
ditanam," katanya.
Ginting menilai, cukup disayangkan jika
petani mengganti tanaman pisang barangan menjadi kelapa sawit hanya
karena tergiur dengan keuntungan. Apalagi, kelapa sawit tidak akan
menguntungkan secara ekonomis jika lahan yang dimiliki terlampau kecil,
di bawah 2 hektare misalnya. "Kalau lahannya cuma 1 - 2 hektare, tidak
akan menguntungkan secara signifikan," ungkapnya.
Menurutnya,
pemerintah harus proaktif memperhatikan nasib petani pisang barangan,
misalnya dengan memberikan pembinaan dan membukakan pasar lebih luas
hingga ke luar negeri dan mendukung petani yang sudah serius
mengembangkan pisang barangan.MB