"Saya
menduga yang dimaksud dengan kata-kata memberatkan itu adalah profit
margin (keuntungan) mereka turun. Misalnya sebelum kenaikan upah profit
margin mereka 5% tetapi menjadi 2% karena kenaikan upah 40%," katanya di
Jakarta, Kamis (27/12/2012).
Said
berpendapat kenaikan UMP tidak ada kaitannya dengan kemampuan dan
produktivitas perusahaan. "Menurut ILO, yang namanya UMP itu tidak ada
kaitannya dengan kemampuan dan produktivitas perusahaan. Upah itu diukur
untuk melihat kondisi makro ekonomi," ungkap Said.
Berdasarkan
versi Bappenas lanjutnya, lapangan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh 4
variabel yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, kenaikan UMP, dan kemajuan
teknologi. Ia memberikan contoh menurutnya jika upah minimum naik X
rupiah berarti pertumbuhan ekonominya negatif dan pasti tidak tercipta
lapangan kerja.
"Tetapi
sebaliknya misalnya upah minimum naik Rp50 ribu dan pertumbuhan ekonomi
7 persen, pasti akan tercipta lapangan pekerjaan," ungkanya.
Bank
Dunia merilis setiap kenaikan Upah minimum 10-20 persen di Indonesia
akan terjadi pengurangan 1 persen penyerapan lapangan kerja jika tidak
ada pertumbuhan ekonomi.
"Tapi
anda lihat menurut Bappenas setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi akan
terserap 300 ribu pekerja baru, walaupun faktanya hanya 200 ribu. Jika
pertumbuhan ekonomi kita 6,3% berarti kan ada 1,3 juta serapan jumlah
tenaga kerja," imbuhnya. (Iskandar)
sumber : http://citraindonesia.com/sssttt-presiden-kspi-gentelman/said-iqbal-250/