MEDAN : Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara mendukung usulan DPD RI pada draf RUU tentang Perubahan atas UU Perkebunan yang lebih menegaskan sanksi terhadap pelaku perusakan atau pendudukan lahan perkebunan tanpa izin.
Pada seminar bertema "RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan" di Medan yang diselenggarakan oleh Komite II DPD RI dan dihadiri para pemangku kepentingan terkait dengan perkebunan, mengemuka soal klausul perihal pendudukan lahan perkebunan secara tidak sah, serta sanksinya yang sebelumnya diatur di dalam Pasal 21 dan pasal 47 UU Perkebunan.
"Setelah Pasal 21 dan Pasal 47 UU tentang Perkebunan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, aturan perundangan yang menjadi acuan para pengusaha perkebunan seperti tidak memiliki roh lagi," katanya, Selasa 4 Juni 2013.
Menurut Timbas, DPD yang sedang menyusun draf RUU tentang Perubahan atas UU Perkebunan berupaya mengembalikan klausul soal pendudukan lahan perkebunan dan sanksinya yang lebih keras.
Kedua pasal yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi, yakni Pasal 21 mengatur perihal larangan terhadap orang yang melakukan perusakan dan/atau mengunakan lahan perkebunan tanpa izin yang dapat mengakibatkan terganggunya perkebunan.
Kemudian, Pasal 47 mengatur soal sanksi pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan dan denda paling banyak Rp2,5 miliar terhadap pelaku seperti yang diatur di dalam Pasal 21.
Menurut Timbas, dengan dihapusnya dua pasal tersebut, aturan perundangan yang menjadi acuan pengusaha perkebanan seperti tidak ada rohnya karena kehilangan buah sawit dalam jumlah kecil relatif tidak pernah diproses secara hukum.
"Meskipun kehilangan dalam jumlah kecil, jika sering, merugikan pengusaha kepala sawit," katanya.
Ia mengapresiasi usulan DPD RI dalam draf RUU tentang Perubahan atas UU tentang Perkebunan yang berupaya mengembalikan dua pasal tersebut dengan sanksi pidana yang lebih berat, yakni hukuman pidana paling lama lima tahun dan denda paling besar Rp5 miliar.
Beberapa pengurus Gapki lainnya yang hadir juga menyuarakan keluhan serupa dalam mengupayakan perkebunan sawit.
Wakil Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba saat membacakan kesimpulan seminar mengatakan bahwa pada seminar ini banyak masukan dan saran yang konstruktif dari para pemangku kepentingan di Sumatera Utara untuk ditindaklanjuti.
Masukan dan saran tersebut, menurut dia, mempertegas mengenai perizinan usaha perkebunan serta lokasi kebun dan/atau sumber bahan baku unit pengolahan, pengaturan mengenai luas maksimum dan luas minimum tanah yang dapat dijadikan sebagai lahan perkebunan, serta adanya adanya sanksi yang layak terhadap pelaku perusakan dan/atau pendudukan lahan perkebunan.
Menurut Parlindungan, seminar ini tidak membuat rekomendasi tetapi semua masukan akan dipelajari untuk ditindakanjuti pada rapat Panitia Kerja penyusunan draf RUU tentang Perubahan atas UU tentang Perkebunan.(ant)/eksp