PEKANBARU—Produksi karet di Provinsi Riau diprediksi
kembali mengalami penurunan sekitar 10% atau hannya mampu memproduksi
sekitar 160.000 ton/tahun pada tahun ini.
Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Provinsi Riau Nur
Hamlin mengatakan produksi karet di Riau memang selalu mengalami
penurunan sejak lima tahun belakangan karena banyak yang tidak dilakukan
peremajaan sehingga kurang produktif.
“Pada 2012 produksi karet Riau sekitar 200.000 ton/tahun, 2013 turun
menjadi 190.000 ton/tahun, jadi rata-rata penurunan per tahunnya sekitar
5%-10%,” katanya, Selasa (21/1).
Hamlin mengatakan saat ini Riau memiliki luas perkebunan karet
sekitar 450 hektare dan hampir sekitar 90% dimiliki oleh masyarakat.
Menurutnya, jika masyarakat tidak diedukasi dan diperhatikan produksi
karet Riau akan terus mengalami penurunan.
Hamlin menambahkan penurunan produksi tersebut terjadi karena pemda
bahkan pemerintah pusat tidak serius melihat komoditas karet.
Menurutnya, pemda terlalu serius memperhatikan komoditas sawit.
Hamlin mengatakan ada secamam deskriminasi yang diterima petani karet
di Riau jika dibandingkan dengan petani sawit. Menurutnya, dari segi
pembinaan petani karet kurang mendapat perhatian.
Selain itu, katanya, pemda belum mampu membantu petani karet untuk
medapatkan bibit yang baik, pupuk yang baik, dan teknologi yang bagus
untuk meningkatkan produksi karet masyarakat.
“Memang sawit sekarang jadi primadona, tapi karet adalah mata
pencaharian kedua orang Riau, jadi peningkatan produksi tetap harus
diperhatikan,” katanya.
Sementara itu, katanya, selain meningkatkan produksi karet Riau,
Gapkindo juga menghimbau instansi terkait untuk segera mendorong
dibangunnya pabrik hilirisasi produk karet menjadi barang jadi.
Menurutnya, saat ini Riau baru memiliki pabrik pengolahan karet
setengah jadi. Hamlin mengatakan semua hasil produksi karet di Riau
tersebut seluruhnya diekspor ke beberapa negara.
“Paling besar ke Cina sekitar 40%, setelah itu ke Jepang sekitar 30%, sisanya ada ke Amerika dan Uni Eropa,” katanya.
Hamlin menganalogikan jika 50% saja dari total produksi karet Riau
bisa diolah di dalam negeri, minimal harga karet bisa bersaing dan tidak
ketergantungan dengan harga pasar internasional.
“Ini akan sangat membantu petani karet dan menimbulkan gairah untuk meningkatkan produksi kebunnya,” katanya. (K18).