Sunday, May 12, 2013
KAPUAS HULU : Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, ekspor minyak sawit Indonesia mulai ada perubahan ke arah ekspor hasil hilir karena adanya kebijakan bea keluar yang memberikan insentif kepada hilirisasi.
"Pada 2011 ekspor sawit Indonesia masih didominasi produk hulu, yaitu minyak sawit mentah atau CPO, yang mencapai 61 persen dari total ekspor. Pada 2013, kondisi itu berbalik," kata Bayu Krisnamurthi di Nanga Badau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Sabtu 11 Mei 2013.
Wamendag mengatakan, pada 2013 ekspor bentuk hilir dalam bentuk "refined bleached deodorizer" (RBD) yaitu "RBD palm oil" atau "RBD palm kernel oil", dan stearin terlah mencapai 57.9 persen.
"Ke depan, ekspor melalui PLB Badau juga harus lebih didominasi produk-produk hilir daripada CPO," tuturnya.
Wamendag Bayu Krisnamurthi berada di Kapuas Hulu untuk meresmikan ekspor perdana CPO produksi PT Paramitra Internusa Pratama melalui Pos Lintas Batas (PLB) Badau ke Sarawak, Malaysia Timur.
Ia mengatakan, posisi Badau yang berada di tengah Kalimantan memungkinkan menjadi jalan keluar bagi produksi CPO dan produk lainnya. Saat ini Badau masih berstatus PLB, tetapi diproyeksikan menjadi pelabuhan ekspor darat.
"Badau akan menjadi pendukung utama bea cukai Pontianak. Otoritas bea cukai tetap di Pontianak tetapi ditambah Badau menjadi Pontianak plus," ujarnya.
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis berharap dibukanya ekspor CPO dari Badau ke Sarawak bisa berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kapuas Hulu, khususnya Nanga Badau. Apalagi, PT Paramitra Internusa Pratama juga membuka perkebunan dan pabrik di Kapuas Hulu.
"Jangan sampai wilayah di perkebunan menjadi kantong-kantong kemiskinan. Jangan sampai ada kesenjangan. Kalau perlu, perusahaan mendidik masyarakat Dayak menjadi manajer perusahaan," kata Cornelis.(ant)
/Eksp