Dumai, Riau. Produsen minyak sawit dalam negeri menyatakan optimistis Indonesia bisa mengalahkan ekspor minyak sawit Malaysia di Pakistan apabila kerja sama Preferential Trade Agreement (PTA) benar-benar bisa diemplementasikan dengan baik.
"Jika PTA dengan Pakistan tidak ada ganjalan, kami yakin dari dua juta ton pasar minyak sawit Pakistan, kita bisa merebut setengahnya atau bahkan 1,5 juta ton," kata Ketua Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Togar Sitanggang di Dumai, Riau, Selasa (28/5).
Pakistan belum bersedia mengimplementasiikan PTA dengan Indonesia karena adanya aturan yang mengharuskan impor buah-buahan harus melalui empat pelabuhan, salah satunya Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, sehingga buah kino dari Pakistan tidak bisa masuk melalui Tanjung Priok, Jakarta.
Ekspor minyak sawit Indonesia dalam bentuk crude oil dan minyak olahan ke Pakistan sekarang ini, menurut Togar, sekitar 500.000 ton, naik dari sebelumnya yang hanya sekitar 200.000 ton per tahun.
Namun, saat produk minyak sawit Indonesia belum bisa menyamai volume ekspor Malaysia ke Pakistan karena masih terkena pemberlakuan bea masuk sekitar 15%, sementara Malaysia 0%.
Jika PTA bisa segera diimplementasikan, kata Togar, hambatan bea masuk itu akan hilang sehingga peluang Indonesia merebut pasar minyak sawit Pakistan bukanlah hal yang mustahil.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat M Sinaga mengatakan, pada tahun 2012, Indonesia 20,7 juta ton minyak sawit dengan komposisi 39 crude oil dan 61 persen minyak sawit olahan.
Pada tahun ini, diperkirakan akan meningkat menjadi 21,7 juta ton dengan komposisi minyak sawit olahan naik menjadi 62,6% dan minyak sawit mentah 37,4%.
Peningkatan ekspor yang dibarengi dengan peningkatan komposisi minyak sawit olahan itu, kata Sahat, merupakan dampak positif dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 Tahun 2011 yang mengenakan bea keluar lebih tinggi terhadap minyak sawit mentah, sementara bea keluar produk minyak sawit olahan lebih rendah.
“Selain meningkatkan ekspor minyak sawit olahan, kebijakan itu juga telah memacu produksi dan investasi pada industri hilir kelapa sawit,” kata Sahat. (ant)/MB
Pakistan belum bersedia mengimplementasiikan PTA dengan Indonesia karena adanya aturan yang mengharuskan impor buah-buahan harus melalui empat pelabuhan, salah satunya Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, sehingga buah kino dari Pakistan tidak bisa masuk melalui Tanjung Priok, Jakarta.
Ekspor minyak sawit Indonesia dalam bentuk crude oil dan minyak olahan ke Pakistan sekarang ini, menurut Togar, sekitar 500.000 ton, naik dari sebelumnya yang hanya sekitar 200.000 ton per tahun.
Namun, saat produk minyak sawit Indonesia belum bisa menyamai volume ekspor Malaysia ke Pakistan karena masih terkena pemberlakuan bea masuk sekitar 15%, sementara Malaysia 0%.
Jika PTA bisa segera diimplementasikan, kata Togar, hambatan bea masuk itu akan hilang sehingga peluang Indonesia merebut pasar minyak sawit Pakistan bukanlah hal yang mustahil.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat M Sinaga mengatakan, pada tahun 2012, Indonesia 20,7 juta ton minyak sawit dengan komposisi 39 crude oil dan 61 persen minyak sawit olahan.
Pada tahun ini, diperkirakan akan meningkat menjadi 21,7 juta ton dengan komposisi minyak sawit olahan naik menjadi 62,6% dan minyak sawit mentah 37,4%.
Peningkatan ekspor yang dibarengi dengan peningkatan komposisi minyak sawit olahan itu, kata Sahat, merupakan dampak positif dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 Tahun 2011 yang mengenakan bea keluar lebih tinggi terhadap minyak sawit mentah, sementara bea keluar produk minyak sawit olahan lebih rendah.
“Selain meningkatkan ekspor minyak sawit olahan, kebijakan itu juga telah memacu produksi dan investasi pada industri hilir kelapa sawit,” kata Sahat. (ant)/MB