Medan. Tingginya curah hujan mengakibatkan perkebunan karet di Desa Mekar
Makmur, Kecamatan Sei Lepan, Langkat terendam banjir. Kibatnya, petani
tidak bisa menyadap sehingga pendapatannya menurun. Dampak lainnya,
produksi getah karet menurun karena kadar airnya naik.
Suparno, petani di Dusun V Damar Itam, Kecamatan Sei
Lepan, kepada MedanBisnis, Senin (16/12), mengatakan, sejak 2 bulan
terakhir curah hujan cukup tinggi dan menyulitkan pekerjaan petani dalam
menyadap getah.
"Selama 3 hari terakhir, hujan yang
terus-menerus mengakibatkan ratusan hektare lahan karet petani terendam.
Banyak petani yang tak bisa menyadap karet karena terrendam banjir,"
katanya.
Dijelaskannya, umumnya lahan karet petani di Damar Itam
rawan terhadap banjir. Dengan umur tanaman yang tua, secara produksi
tidak begitu besar. Dalam satu hektare, setiap 2 minggu sekali petani
hanya bisa menyadap 100 kg. Angka tersebut, cukup rendah karena
pengelolaan yang dilakukan hanya seadanya.
"Dampak banjir selama
beberapa bulan terakhir membuat karet sadapan petani pada saat
penimbangan menurun. Jika biasanya selama 2 minggu sekali dari desa
tersebut bisa mencapai 6 - 7 ton, saat ini hanya 4,7 ton saja. Itu
karena banyak petani yang tak bisa menyadap karet," kata Suparno.
Selain
itu, kata dia, dampak tingginya curah hujan dan banjir membuat kualitas
getah karet petani juga menurun. Pada penimbangan terakhir seminggu
yang lalu, kadar air getah karet bertambah menjadi 11% dari biasanya
sekitar 9%. "Kalau kadar air naik, harga getah turun. Kemarin, harganya
hanya Rp11.500 per kg, padahal sebelumnya antara Rp12.000 sampai
Rp16.000 perkg," katanya.
Ia mengharapkan pemerintah bisa
membantu petani karet yang lahannya terendam banjir. Bantuan tersebut,
misalnya jaminan stabilitas harga getah petani. Pasalnya, harga getah
kerap naik turun dan itu membuat petani merasa diombang-ambingkan.
"Harapannya ada perhatian dari pemerintah, dan juga jaminan harga yang
baik dan menguntungkan," tambahnya. (dewantoro)/MedanBisnis