Quote:
dokumentasi "VERSI" elektronik-ku ini bermaksud membiasakan menggunakan " LESS PAPER " ,serta "PENGHORMATAN ATAS KEBEBASAN BERPENDAPAT,BEREKSPRESI,& BERKREASI," utk menyampaikan informasi,dalam "AKTIVITAS HARIAN".. beberapa "ada" yang dikutip dari berbagai sumber yang *inspiratif* jika ada yg kurang berkenan mohon dimaklumi,jika berminat utk pengembangan BloG ini silahkan kirim via email. mrprabpg@gmail.com...Thank's All Of You

running text

Search This Blog

sudah lihat yang ini (klik aja)?

Tuesday, December 24, 2013

Kambing PE, si Jangkung yang Menguntungkan

Awalnya, Suryono hanya memelihara kambing lokal atau yang juga dikenal masyarakat dengan sebutan kambing kacang. Namun, sejak 3 tahun lalu, dia beralih memelihara kambing peranakan ettawa (PE) yang memiliki fisik lebih tinggi, besar dan menarik. Tidak hanya menghasilkan daging yang lebih banyak karena ukuran badannya lebih besar dibandingkan kambing lokal, namun juga memproduksi susu yang juga banyak.

Pria yang sejak 17 tahun lalu merantau dari Malang, Jawa Timur ke Medan ini jeli dalam melihat pasar yang lebih menguntungkan dalam bisnis peternakan. Bukan tanpa alasan dirinya beralih dari beternak kambing kacang ke kambing PE. Pasalnya, dengan kambing kacang, hasil yang bisa diambil hanya dari dagingnya. Disebut kambing PE karena merupakan persilangan dari kambing ettawa dari India dengan kambing lokal. Dari persilangan tersebut lahirlah kambing PE yang fisiknya lebih besar dari kambing lokal. Bentuk yang paling mencolok adalah selain ukuran tubuhnya yang jangkung karena bisa mencapai 90 hingga 120 cm, adalah telinganya yang terkulai panjang.

Selain itu, bentuk muka yang unik, muncungnya tidak memanjang, namun cenderung membulat pendek dan rambut di kepalanya yang memenuhi muka dengan tanduk pendek.

Dia memulai usaha beternak kambing PE sejak 3 tahun lalu di Payageli, Sunggal, Kabupaten Deliserdang. Awalnya hanya 9 ekor, kemudian seiring dengan perjalanan waktu, kini dia mempunyai lebih dari 70 ekor kambing PE. Banyak pengalaman pahit yang sudah dialaminya.

Selama proses mempelajari perilaku kambing PE, ia sudah kehilangan sekitar 60 ekor karena mati. Penyebabnya bermacam-macam mulai kambing anakan sampai perkara kesalahan pakan. "Intinya karena perlakuan yang kurang pas," kata Suryono.

Setalah mulai paham dengan teknik memelihara kambing PE dengan benar, ia pun mulai fokus menggeluti bisnis susu kambing PE. Apalagi, dibandingkan dengan di Jawa, pemeliharaan kambing PE di Sumut masih sangat prospektif.

Biarpun pemelihara kambing PE di Sumut sudah cukup banyak, namun peluang usaha dari beternak kambing PE masih sangat terbuka lebar. Lagipula, didukung dengan faktor alam dimana ketersediaan pakan untuk kambing PE ini sangat melimpah.

Di Deliserdang misalnya sudah ada sekitar 70 orang yang memelihara kambing PE dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari 10 sampai ratusan ekor. Umumnya beternak kambing PE untuk diambil susunya. "Kambing PE ini susunya banyak dan ini memang kambing perah, berbeda dengan kambing kacang, hanya memproduksi susu untuk anaknya saja," katanya.

Begitu juga dengan harga jualnya, baik untuk anakan ataupun induknya. Selisih harga antara kambing lokal dengan kambing PE bisa mencapai Rp1 juta sampai Rp2 juta per ekor. Dengan begitu, prospek memelihara kambing PE ini lebih besar ketimbang kambing kacang. "Badan kambing PE yang lebih besar ini yang membuat barat badannya juga beda jauh," ungkapnya.

Namun demikian, kata dia, dari sisi pemeliharaan, tidak jauh berbeda. Mulai dari pemberian pakan sampai nutrisi dan kadangnya juga sama. Namun, sedikit perbedaannya adalah bentuk perlakuannya.

Misalnya, karena kambing PE ini untuk diambil susunya, sedangkan adanya susu sangat tergantung pada kualitas makanannya, maka peternak diharuskan untuk memperhatikan makanannya. Misalnya dengan memberikan pakan yang cukup, baik dari daun-daunan ataupun rumput.

Begitu juga dengan suplemen yang diberikan juga harus tepat, sehingga pertumbuhannya baik dan produksi susunya juga tidak ada kendala. Maka itu, Suryono sangat menjaga dalam hal pemberian pakan.

Menurutnya, peternak harus mengetahui jenis-jenis hijauan pakan ternak yang aman dan tidak mengandung racun. Sebab, tidak semua hijauan bisa dijadikan pakan ternak. Sebagai contoh, daun ubi, ada sebagian yang mengandung racun sehingga tidak langsung diberikan setelah memetiknya.

Daun tersebut, untuk menghilangkan racunnya, harus dilayukan terlebih dahulu dengan menjemurnya di bawah sinar matahari. "Karena kalau sampai keracunan, bisa kembung lalu mati," katanya.

Dia sudah punya pengalaman yang cukup banyak akan kematian kambingnya baik yang masih anakan ataupun yang sudah dewasa, adalah diakibatkan kurangnya pengetahuan teknis cara beternak kambing PE. Namun demikian, setelah bertahun-tahun, Suryono sudah mengerti bagaimana pemeliharaan kambing yang tepat. "Kuncinya, pakan yang berkualitas, sanitasi kandang dan pemberian suplemen," katanya. (dewantoro)

Lanjutan :
 Terganjal Izin Usaha

 Dengan kondisi geografisnya, Sumut berpeluang menjadi lokasi yang paling potensial untuk peternakan kambing PE. Namun demikian, peternak kambing PE masih terganjal dengan sulitnya memperoleh izin usaha karena biaya yang sangat besar. Suryono mengungkapkan, dalam sehari, sekor kambing PE bisa menghasilkan 1 sampai 2 liter susu. Harga susu kambing saat ini kisaran Rp 25.000 sampai Rp 50.000 perliter atau tergantung bagaimana pemasaran yang sudah dilakukan sebelumnya.

Jika saja seorang peternak memiliki 3 ekor saja kambing PE yang sudah bisa menghasilkan susu, dengan harga yang cukup menggiurkan tersebut dan dikalikan dengan rata-rata produksi 1 liter per ekor perhari, maka penghasilan yang didapat dalam sehari dari susu kambing minimal Rp70.000 sampaiRp150.000.

Apalagi, kata dia, jika kambing yang dimilikinya lebih banyak dari itu, maka keuntungan yang bisa didapatkan peternak juga bisa bertambah.

Sementara untuk pakan ternak, menurut Suryono selama di Sumut masih terdapat banyak sektor pertanian, maka peternak tidak perlu merasa ragu untuk memelihara kambing PE. "Kami sendiri, Tharraya Farm sudah punya produk seperti susu, yogurt, dan ice cream," katanya.

Dengan kambing keseluruhan miliknya yang mencapai 70 ekor, saat ini di kandangnya terdapat 30 ekor kambing yang menghasilkan susu. Sementara yang lain adalah indukan dan yang belum menghasilkan. "Kalau saya, di sini, setiap harinya bisa menghasilkan sebanyak 10 liter, kalo dikalikan dengan harga paling rendah saja lah, Rp 25.000 per liter maka keuntungannya sangat besar," katanya.

Selama 2 tahun terakhir, Suryono fokus untuk menjalankan usaha susu kambing mengingat permintaannya cenderung bertambah. Hal tersebut tidak terlepas dari pengetahuan masyarakat yang mulai paham dengan kualitas susu kambing.

Menurutnya, susu kambing ini memiliki kandungan antara lain vitamin A, B, mineral, protein, enzim, dan fluorine yang sangat dibutuhkan tubuh misalnya untuk mencegah osteoporosis, membentuk sistem kekebalan tubuh, baik untuk penderita tekanan darah tinggi, asma, TBC.
Susu kambing ini juga berkhasiat untuk membentuk insulin dan baik untuk penderita diabetes dan maag kronis, kanker, serta anemia.

Selain itu, juga berkhasiat untuk menjaga kekebalan tubuh, menurunkan kolesterol, jantung koroner, menjaga kesehatan ibu hamil, menghilangkan bau mulut. "Sebagai sumber karbohidrat, protein, lemak, multivitamin dan nutrisi lain yang mudah dicerna tubuh," kata dia.
"Sekarang kami sudah memproduksi susu, ice cream dan yogurt, ada banyak rencana lagi untuk mengolah susu kambing ini, karena manfaatnya masih banyak," katanya lagi.
Menurut Suryono, secara biologis, peranakan kambing PE cukup tinggi. Selama 2 tahun, bisa melahirkan. Sekali melahirkan bisa mencapi 1 - ekor. Dengan demikian, maka produksi susu pada saat setelah melahirkan cukup tinggi. Biasanya, susu kambing PE bisa diperah hingga usianya antara 8 - 9 bulan.

Kecuali jika kambing tersebut dikawinkan maka produksi susunya bisa terpengaruh. "Karena itu, kalau kita mau menghasilkan susunya maka kambing tidak dikawinkan dulu. Dan, yang paling penting setelah melahirkan adalah, pemberian pakan yang berkualitas, tidak asalan.

Selain itu juga harus diberi suplemen atau pelengkap pakannya agar tidak sampai keracunan," ujar Suryono.

Dikatakannya, yang paling perlu dilakukan adalah, menjamin pasar susu kambing yang lebih luas. Dia berharap susu yang dihasilkannya setiap hari bisa menembus pasar yang lebih luas lagi.

Menurutnya, sah-sah saja jika beberapa peternak hanya berpikir susu tersebut laku terjual. Sementara, dirinya berpikiran bahwa setiap susu kambing yang dihasilkannya bisa dipasarkan hingga menembus mal ataupun pusat perbelanjaan.

"Untuk bisa menembus rantai pemasaran tersebut, harus mengurus perizinan dulu. Dan,saya pernah mendengar untuk mengurus surat usaha saja dari Dinas Peindustrian harus menyediakan uang hingga Rp50 juta. Kami kan susah, kami ini masih usaha kecil. Jadi, kalau dari awal sudah disodori dengan jumlah uang yang banyak tersebut, susah lah," katanya.

Ia mengharapkan adanya kemudahan pengurusan perizinan bagi masyarakat kecil yang sudah mulai mengerti nilai ekonomis dari sesuatu yang dikerjakannya sehari-hari. Sebagai peternak kambing PE yang berkeinginan besar agar susunya bisa menembus pasar yang lebih luas, Suryono menginginkan kemudahan perizinan dan bantuan.

Dikatakannya, jika saja pengurusan izin usaha khususnya untuk peternak kambing PE dipermudah, misalnya dengan memberikan bantuan mesin pengolahan setelah diperah, maka hal tersebut, harus ada rumah produksi. Dengan adanya rumah produksi, maka peternak akan berusaha agar segala proses dari perawatan ternak, pemeliharaan kambing, pemerahan sampai pengelolaan setelah diperah bisa dilakukan dengan baik.

"Kalo saya sendiri, maunya di labelnya ada logo halal, ada nomor registrasi dari Departemen Kesehatan, POM, sebagai jaminan bagi konsumen, dan yang jelasnya. Kami juga membutuhkan bimbingan bagaimana prosesnya semuanya, dan jangan lah dibebani dengan biaya mahal," ungkapnya. ( dewantoro)

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/12/23/69508/terganjal_izin_usaha/#.Urh1Xfu2JoM


 Sanitasi Perlu Diperhatikan

 Tiga hal yang paling penting dalam melakukan budidaya kambing ettawa. Yakni, pakan yang tepat dan bernutrisi serta sanitasi kandang yang terjaga. Sanitasi kandang, menurut Suryono merupakan syarat yang sangat penting untuk menjamin pertumbuhan kambing di samping pakan yang bernutrisi. Pada dasarnya, sebagian besar daun-daun hijauan dan rumput merupakan pakan bagi kambing. Namun, ada beberapa daun yang tidak bagus untuk dikonsumsi karena mengandung penyakt atau zat apapun yang bisa mengganggu kesehatannya.

"Adanya susu itu salah satunya faktor pakan, begitupun kualitas susunya tergantung pada pakan yang diberikan. Kalau ternyata tidak baik, maka susunya juga akan kurang baik," kata Suryono.

Perlakuan yang penuh perhatian tersebut antara lain, ketika memerah, tangan harus dalam keadaan bersih. "Harus rajin-rajin membersihkan kandang, sanitasi kandang ini harus dijaga karena dampaknya pada kualitas susunya," ujarnya.

Begitupun dalam pembuatan kandang juga harus disesuaikan. Tidak boleh dalam 1 kandang, populasinya terlampau banyak. Dalam beberapa kasus, anakan kambing mati karena terlampau sempit dan ada juga mati dikarenakan tertimpa induknya. "Jadi karena sudah penuh, sempit di dalam kandang, itu juga membuat kambing mati. Kambing mati terjepit, itu karena kesalahan dalam membuat kandangnya," jelas dia.

Kepala Bidang Bina Usaha Peternakan Dinas Peternakan Sumut, Agus Friwal mengatakan, selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa masyarakat yang memelihara kambing PE mulai banyak dan umumnya pemeliharaan tersebut untuk dijadikan sebagai penghasil susu. "Walau data yang kita miliki tentang jumlah pemelihara kambing adalah umum, yakni bukan khusus kambing PE, namun bisa saya katakan bahwa geliat peternak kambing PE semakin banyak," katanya.

Karena itu, pihaknya terus mendorong peternak untuk meningkatkan kapasitasnya dalam memelihara kambing PE. Pihaknya juga siap memberi pendampingan bagi peternak kambing PE. "Kita sebisa mungkin akan terus mendorong dan menyemangati peternak kambing PE ini," sebut Agus.

Selama ini kata dia, pihaknya masih kesulitan untuk mendapatkan bibit kambing PE yang berkualitas. Begitupun, pihaknya yakin bahwa sebenarnya banyak bibit-bibit kambing PE masyarakat yang berkualitas. Gambaran umum populasi kambing di Sumut saat ini sekitar 600.000 ekor, terdiri dari bermacam-macam jenis kambing.

Selama ini, yang menjadi sentra-sentra pemeliharaan kambing di Sumut antara lain di Serdang Bedagai, Deli Serdang, Simalungun, Asahan, Langkat dan Labuhan Batu. "Secara umum kita masih kekurangan bibit kambing PE yang berkualitas," katanya. (dewantoro) http://mdn.biz.id/n/69507/



cari apa aja di OLX

Sponsor By :

TEMBAKAU DELI

Hobies

Momentum