Banda Aceh,. Gubernur Aceh, Zaini Abdullah
meminta semua pemegang usaha HGU dan pedagang hasil perkebunan untuk
dapat membuka kantor cabangnya di Aceh serta membayar pajak dan zakat di
wilayah provinsi itu.
Untuk memastikan kebijakan ini berjalan, Pemerintah Provinsi Aceh
akan bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Perkebunan Aceh (Gaperda)
guna mengimbau agar pemegang saham HGU bisa mematuhi kebijakan ini.
“Kami mengharuskan semua pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang
berusaha di Aceh, segera berkantor di Aceh dalam waktu 6 bulan ke depan
serta mewajibkan mereka membayar pajak dan zakatnya juga di daerah ini,”
kata Zaini Abdullah saat membuka Musyawarah Besar Pembangunan
Perkebunan Aceh di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur, Rabu (4/12).
Gubernur berharap ke depan tidak ada lagi komoditi hasil perkebunan
Aceh yang diekspor dalam bentuk bahan baku ke luar daerah atau luar
negeri. Karenanya, Pemerintah Aceh akan memasilitasi investor untuk
mendirikan industri pengolahan di Aceh agar mampu menghasilkan barang
jadi sebelum diekspor ke luar negeri.
“Saya menganjurkan para investor untuk membuka usaha industri
pengolahan hasil perkebunan di Aceh. Hasil perkebunan seperti crude palm
oil (CPO) jangan lagi dikirim melalui jalan darat ke Medan. Ratusan
truk setiap harinya terus merusak jalan dan mengganggu lalu lintas,
sedangkan anggaran untuk perbaikan jalan terbatas,” kata Zaini.
Di depan sekitar 53 perwakilan perusahaan perkebunan yang hadir dalam
musyawarah itu, Gubernur Zaini Abdullah menyatakan bahwa potensi
perkebunan harus dikelola dengan baik untuk kepentingan perekonomian dan
kemakmuran rakyat Aceh, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD).
Banyak dilirik investor
Dia menjelaskan, sektor perkebunan merupakan usaha yang paling banyak
dilirik investor di Aceh. Terbukti, dari seluruh areal perkebunan yang
ada di Aceh, 79 persen di antaranya dikelola perusahaan besar. Sedangkan
sisanya dikelola masyarakat. Areal perkebunan Hak Guna Usaha (HGU) di
Aceh mencapai 380.000 hektar, berlokasi di 15 kabupaten/kota dengan
jumlah perusahaan pengelola 129 perusahaan.
Umumnya perusahaan itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) dan Perkebunan Besar Swasta
Asing (PBSA). Sementara komoditi unggulan perkebunan Aceh adalah kelapa
sawit, karet, coklat, pinang, kopi, kelapa dan tebu.
Sebagai salah satu sektor usaha paling berkembang di Aceh, tentu
usaha ini tidak lepas dari berbagai persoalan di lapangan, baik itu
masalah pemasaran, infrastruktur, penerapan teknologi, serta berbagai
persoalan sosial lainnya, seperti sengketa pertanahan, polemik tentang
lingkungan, masalah tenaga kerja dan sebagainya.
Walaupun Aceh telah memiliki Qanun Nomor 6 Tahun 2012 tentang
perkebunan, tidak serta merta semua persoalan perkebunan bisa
diselesaikan segera. Ada banyak masalah yang harus diselesaikan melalui
proses berliku.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan berlarut, maka bukan tidak mungkin
kepercayaan investor terhadap pengembangan usaha perkebunan di Aceh akan
mengalami penurunan. Yang rugi tidak hanya Pemerintah Aceh, tapi juga
tenaga kerja, dan seluruh masyarakat. Bahkan penurunan tingkat
kepercayaan itu akan berimplikasi pada sektor-sektor usaha lainnya,”
ungkap Zaini.
Untuk mencegah hal itu, tambahnya, adalah sebuah langkah tepat para
pegiat perkebunan di Aceh mengadakan musyawarah urun rembuk guna
membahas berbagai hambatan yang dialami sektor perkebunan di daerah ini.
Beri kemudahan perizinan
“Pemerintah Aceh bersama pemerintah kabupaten/kota akan terus
mendukung kehadiran usaha perkebunan pro-rakyat dengan memberi fasilitas
kemudahan untuk perizinan,” terangnya.
Zaini mengungkapkan, sebagaimana amanat Qanun Nomor 6 tahun 2012
tentang perkebunan, Pemerintah Aceh bersama pemerintah kabupaten/kota
dan BPN mendorong hadirnya pengelolaan sistem perkebunan plasma dengan
pola bagi hasil yang ideal antara pengusaha dan masyarakat. Adapun
sistem pola kemitraan yang diusulkan, 70 persen pengusaha dan 30 persen
masyarakat lokal.
“Untuk memperkuat pengawasan sektor perkebunan ini, saya telah
mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Tim Inventarisasi HGU
di Aceh. Tim ini nantinya akan melakukan penertiban HGU, yang tujuannya
mengoptimalisasi pemanfaatan fungsi ruang demi mendorong percepatan
pembangunan ekonomi Aceh, khususnya sektor perkebunan,” sebutnya.
Gubernur Zaini juga meminta kerja sama dari para investor agar
memanfaatkan pelabuhan laut untuk pengiriman hasil perkebunannya. Selain
lebih aman, pengiriman melalui laut juga lebih efisien. Setidaknya ada
tiga pelabuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai gerbang bisnis, yaitu
Pelabuhan Meulaboh, Pelabuhan Kuala Langsa dan Pelabuhan Krueng Geukeuh.
“Pemanfaatan pelabuhan ini tentu akan sangat membantu kelancaran lalu
lintas di darat,” jelasnya.
Musyawarah besar pembangunan perkebunan itu dipandu moderator,
Asisten II Setdaprov Aceh, Ir.HT.Said Mustafa, dan Kepala Bappeda Aceh,
Prof.Dr.Abubakar Karim, M.Sc. Musyawarah ini dihadiri bupati/walikota
se-Aceh, Dirjen Perkebunan, Gamal Nasir dari Kementerian Pertanian,
Kepala Dinas Perkebunan Aceh, Said Sahifan, Ketua Umum GAPKI, Joefly
Bahroeni, pengurus dan anggota Gaperda, serta investor di bidang
perkebunan. (mhd)(Analisa)