Tembakau deli dengan kualitas jenis
pasir terbaik tanpa cacat dan rusak, ditawar dengan harga tertinggi.
Begitulah sejarah dan nama besar tembakau deli yang telah dikenal sohor
di Eropa dan Benua Amerika.
Di pasar
pelelangan Bremen Jerman Timur, tembakau deli selalu ditunggu para
perusahaan tembakau dan pembungkus cerutu. Karenanya menjaga dan merawat
tembakau deli tidak rusak dan baik mutunya butuh tangan yang halus dan
terampil.Tembakau deli memiliki potensi pasar penjualan yang sangat besar. Apalagi komoditasnya yang hanya dapat tumbuh dengan baik di antara posisi Sungai Wampu dan Sei Ular di kawasan Kota Medan, karenanya tembakau deli memiliki ciri kualitas yang sangat khas. Salah satu yang tidak dapat diimbangi oleh tembakau lain di dunia adalah aroma dan taste yang sangat baik dan enak bagi para pecinta cerutu.
Bahkan kadar nikotin yang terkandung dalam tembakau deli relatif lebih rendah dari tembakau lain. Tembakau deli memiliki daun dengan jenis elastisitas yang sangat baik. Karenanya, menghasilkan daya bakar dan warna abu yang putih, sebagai ciri khas cerutu berkualitas tinggi. Inilah keistimewaan tembakau deli sebagai salah satu tanaman unik dan langka, yang diberikan Tuhan kepada mayarakat Indonesia, khususnya tanah Deli di Medan.
Sebab selain aroma dan cita rasa tembakau yang khas, mutu dan kondisi daun tembakau deli juga menjadi salah satu nilai tambah dalam penjualan di arena pelelangan. Bila terjadi kerusakan seperti robek dan berlubang, maka harga tembakau di pasar pelelangan jatuh hingga setengah harga. Namun siapakah yang mampu bekerja dan merawat agar kondisi tembakau deli sampai di pelelangan dunia dalam kondisi baik? Jawabnya adalah ibu-ibu buruh pemilah tembakau deli.
Sepintas bila kita melihat gambar dari aktivitas ibu-ibu pemilah tembakau ini, mengingatkan kita akan masa kolonial Belanda. Yah inilah gudang peninggalan Belanda yang masih dipakai sebagai sarana pemilahan tembakau deli. Sejak puluhan tahun yang lalu hingga saat ini, pengolahan dan pengerjaan tembakau deli, ternyata bukan dikerjakan oleh mesin maupun alat teknologi khusus, namun dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga yang bermukim di kawasan perkebunan PT Perkebunan Nusantara II.
Desa Kelambir Lima Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang Sumatera Utara, adalah salah satunya. Setiap pagi hari ketika memasuki musim panen tembakau deli, ibu-ibu di daerah ini mulai melakukan aktivitas sebagai buruh pemilah tembakau deli. Namun jangan dianggap remeh, ternyata tidak gampang melakukan pemilahan tembakau dengan beragam warna dan ukuran yang laku jual di pasaran pelelangan tembakau.
Untuk mendapatkan jenis tembakau yang baik, tentunya harus dipilah terlebih dahulu oleh tangan-tangan terampil ibu-ibu buruh perkebunan ini. Tidak ada alat yang automatis, pemilahan harus dilakukan dengan cara manual. Sejumlah warna tembakau harus dipilah langsung dengan mata dan tangan puluhan ibu rumah tangga, yang telah memiliki pengalaman sejak puluhan tahun.
Ketika tim redaksi MedanBisnis berkunjung ke gudang pemilihan dan penyimpanan tembakau deli, puluhan ibu-ibu rumah tangga dengan cekatannya memilah tembakau deli tanpa sedikit pun melakukan kesalahan warna dan ukuran tembakau. Bahkan dalam sehari setiap ibu mampu memilah puluhan kilogram daun tembakau. Setiap 1 kilogram berisi sekitar 500 lembar daun tembakau, dan dipisahkan dengan 20 warna dan jenis daun tembakau yang berbeda.
Mariam (64) adalah satu dari puluhan ibu yang berprofesi sebagai buruh pemilah tembakau deli. Lebih dari 15 tahun dirinya telah mengenal dan paham betul mengenai jenis tembakau deli ketika akan dipilah. Berbagai warna dan corak tembakau deli harus mereka pahami, untuk menghasilkan daun tembakau deli terbaik yang akan dikirim ke pasar lelang.
"Kalau dilihat memang kelihatan gampang, namun pada awalnya sangat sulit sekali dan butuh waktu lama memahami warna dan jenis tembakau. Ada banyak warna dan jenis daun tembakau deli, belum lagi ukuran dan kondisi daunnya.Tapi kalau sudah biasa akan menjadi gampang," katanya.
Tidak gampang dalam melakukan pemilahan tembakau, sebab warna dan corak tembakau hampir semuanya serupa. Hanya ibu yang memiliki pengalaman mampu melakukan pemilahan tembakau deli. Jadi jangan heran kalau ibu-ibu di daerah ini sudah 15 sampai dengan 30 tahun menjadi pekerja pemilah tembakau.
Menurut Mariam, awal mula memilah tembakau dirinya sedikit merasa mual dan kepala pusing karena aroma tembakau deli yang sangat menyengat. Namun kondisi ini tidak lama, hanya beberapa hari sudah terbiasa dengan aroma tembakau.
Biasanya setiap Bulan Januari, Mariam dan ibu-ibu lainnya bekerja memilah tembakau. Selesai panen dan pengeringan di bangsal penjemuran tembakau, maka tembakau selanjutnya di bawa ke gudang PTPN II untuk di pilah menurut jenis dan warnanya.
"Tidak gampang memilah tembakau, yang baru belajar memilah pasti terasa pening, mual dan mau muntah, gak enak lah. Tapi karena sudah kebiasaan ya jadi kayak biasa aja, gak ada perbedaan apa-apa. Tembakau yang dipilih sesuai dengan warna dan jenis tembakau yang sudah di tentukan oleh atasan, sebab beda warna dan jenis, beda pula harganya di pasaran, tegas Mariam kepada MedanBisnis.
Sejak zaman pemerintahan belanda di Indonesia tahun 1886, kualitas tembakau deli memang sudah di gemari di Eropa. Bahkan hingga saat ini, hasil bumi Sumatera Utara yang satu ini tetap di ekspor ke Bremen salah satu kota di Jerman.
Di Jerman hasil tembakau deli di lelang dengan harga yang sangat tinggi, sebab tembakau deli banyak di gunakan sebagai pembalut luar cerutu di Eropa. Untuk satu kilogram tembakau deli mampu menembus angka 800 ribu sampai dengan 950 ribu rupiah. Sebuah angka penjualan yang tinggi dari hasil kerja tangan ibu-ibu buruh pemilah tembakau deli Desa Kelambir Lima.
"Memang untuk mempertahankan kualitas tembakau, pemerintah sengaja tidak menggunakan mesin. Namun tetap menggunakan keahlian kami ibu rumah tangga, sebab dari pengalaan kami tidak satu pun tembakau deli yang rusak atau salah perhitungan," kata Mariam.
Tembakau deli adalah rempah-rempah yang sangat di gemari, oleh masyarakat Eropa sebagai pembalut cerutu. Namun siapa yang menyangka aroma terbaik cerutu justru muncul dari tangan ibu-ibu rumah tangga di Indonesia. ( cw-dedi sofhian )(MB)
(sumber PTPN II)
No comments:
Post a Comment