Medan- Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Sumatera Utara kembali meminta
pemerintah mencabut kebijakan bea keluar minyak sawit mentah yang akan
dinaikan besarannya menjadi 20 persen untuk pengriman Juli 2011, karena
selalu menyebabkan harga tandan buah segar petani tetap murah.
"Ini saja dengan rencana kenaikan BK (bea keluar) menjadi 20 persen mulai Juli, harga TBS (tandan buah segar) sawit petani sudah turun hingga Rp200 per kg," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPW) Apkasindo Sumut H Ahmad Gunari, di Medan, Minggu, 26 Juni 2011.
Apkasindo Sumut meminta pemerintah mencabut BK CPO (crude palm oil) atau minyak sawit mentah, ujarnya.
Apkasindo Sumut bersamaan pelantikan pengurus melaksanakan seminar nasional petani kelapa sawit dalam pembangunan industri Indonesia dan Raker DPW/DPD Apkasindo se-Sumatera Utara yang dijadwalkan dibuka Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
Dalam seminar dan rapat kerja Apkasindo itu antara lain akan membahas soal nasib petani sawit yang tidak pernah menikmati seutuhnya kenaikan harga ekspor karena selalu dibebani dengan berbagai pungutan baik langsung atau tidak langsung seperti BK CPO.
Akibat mau dinaikkannya BK CPO, harga TBS di Labuhan Batu akhir pekan ini tinggal Rp1.530 - Rp 1.681 per kg dari sebelumnya Rp1.700 - Rp1.800 per kg.
Harga diperkirakan akan turun lagi kalau nyatanya ekspor tertekan, padahal seharusnya saat musim trek atau kering seperti dewasa ini yang membuat produksi menurun, harga TBS mahal.
BK CPO yang dibebankan kepada pengusaha, kata dia, berimbas langsung ke petani karena pengusaha juga menurunkan harga belinya.
Sementara, dana BK yang dikutip pemerintah itu, nyatanya tidak juga bisa dinikmati petani atau pemerintah daerah penghasil sawit tersebut yang ditandai infrastruktur seperti jalan yang sangat jelek dari dan ke daerah sentra produksi sawit.
Sekretaris Umum Apkasindo Sumut, Gus Dalhari Harahap, menambahkan, harga sawit petani semakin murah karena biaya produksi seperti ongkos angkut menjadi lebih mahal.
Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Laksamana Adiyaksa, mengatakan, Gapki menilai kenaikan BK CPO menjadi 20 persen untuk pengiriman Juli mendatang tidak fair.
Keberatan itu juga, kata dia, sudah dilontarkan Gapki Pusat.
Pemerintah, kata dia, selalu berpatokan hanya pada kenaikan harga sawit di pasar internasional dan langsung menaikkan BK dengan struktur yang progresif pula.
Akibat BK yang terus dinaikkan, kata dia, kenaikan harga sawit tidak pernah benar-benar dinikmati pengusaha dan petani.
Kenaikan BK CPO menjadi 20 persen dengan harga referensi CPO per Juli sebesar 1.168,38 per metrik ton juga mengancam peningkatan ekspor karena pembeli juga berupaya menahan pembelian atau transaksi menunggu harga turun.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan di Jakarta, menetapkan BK CPO untuk Juli mendatang sebesar 20 persen, naik dibanding Juni yang masih 17,5 persen. BK CPO memang pernah mencapai 25 persen pada Maret lalu.(an)(Ekspos)
"Ini saja dengan rencana kenaikan BK (bea keluar) menjadi 20 persen mulai Juli, harga TBS (tandan buah segar) sawit petani sudah turun hingga Rp200 per kg," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPW) Apkasindo Sumut H Ahmad Gunari, di Medan, Minggu, 26 Juni 2011.
Apkasindo Sumut meminta pemerintah mencabut BK CPO (crude palm oil) atau minyak sawit mentah, ujarnya.
Apkasindo Sumut bersamaan pelantikan pengurus melaksanakan seminar nasional petani kelapa sawit dalam pembangunan industri Indonesia dan Raker DPW/DPD Apkasindo se-Sumatera Utara yang dijadwalkan dibuka Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
Dalam seminar dan rapat kerja Apkasindo itu antara lain akan membahas soal nasib petani sawit yang tidak pernah menikmati seutuhnya kenaikan harga ekspor karena selalu dibebani dengan berbagai pungutan baik langsung atau tidak langsung seperti BK CPO.
Akibat mau dinaikkannya BK CPO, harga TBS di Labuhan Batu akhir pekan ini tinggal Rp1.530 - Rp 1.681 per kg dari sebelumnya Rp1.700 - Rp1.800 per kg.
Harga diperkirakan akan turun lagi kalau nyatanya ekspor tertekan, padahal seharusnya saat musim trek atau kering seperti dewasa ini yang membuat produksi menurun, harga TBS mahal.
BK CPO yang dibebankan kepada pengusaha, kata dia, berimbas langsung ke petani karena pengusaha juga menurunkan harga belinya.
Sementara, dana BK yang dikutip pemerintah itu, nyatanya tidak juga bisa dinikmati petani atau pemerintah daerah penghasil sawit tersebut yang ditandai infrastruktur seperti jalan yang sangat jelek dari dan ke daerah sentra produksi sawit.
Sekretaris Umum Apkasindo Sumut, Gus Dalhari Harahap, menambahkan, harga sawit petani semakin murah karena biaya produksi seperti ongkos angkut menjadi lebih mahal.
Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Laksamana Adiyaksa, mengatakan, Gapki menilai kenaikan BK CPO menjadi 20 persen untuk pengiriman Juli mendatang tidak fair.
Keberatan itu juga, kata dia, sudah dilontarkan Gapki Pusat.
Pemerintah, kata dia, selalu berpatokan hanya pada kenaikan harga sawit di pasar internasional dan langsung menaikkan BK dengan struktur yang progresif pula.
Akibat BK yang terus dinaikkan, kata dia, kenaikan harga sawit tidak pernah benar-benar dinikmati pengusaha dan petani.
Kenaikan BK CPO menjadi 20 persen dengan harga referensi CPO per Juli sebesar 1.168,38 per metrik ton juga mengancam peningkatan ekspor karena pembeli juga berupaya menahan pembelian atau transaksi menunggu harga turun.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan di Jakarta, menetapkan BK CPO untuk Juli mendatang sebesar 20 persen, naik dibanding Juni yang masih 17,5 persen. BK CPO memang pernah mencapai 25 persen pada Maret lalu.(an)(Ekspos)
No comments:
Post a Comment