JAKARTA- Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, industri minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)
nasional merupakan salah satu industri yang memberikan pendapatan
devisa yang cukup besar bagi negara. Pada 2009, devisa dari industri
CPO ditaksir mencapai US$10 miliar.
"China dan India menjadi pasar terbesar CPO. Itu menunjukkan CPO
merupakan komoditas yang terus diminati dunia, terlebih di saat
melemahnya kondisi ekonomi dunia," kata Mustafa di sela pemberian
sertifikat pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara lestari dan
berkelanjutan (RSPO) dari TUV Rheinland, Malaysia Sdn Bhd kepada PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) III di gedung Kementerian BUMN, Jakarta,
Kamis 26 Agustus 2010.
Dia menjelaskan, selama ini kontribusi
BUMN perkebunan bagi industri CPO nasional sangat signifikan. PTPN
selama ini memproduksi sebanyak 2,9 juta ton CPO atau dua persen dari
produk nasional pada 2009.
Namun, Mustafa mengakui, tantangan
industri perkebunan CPO ke depan semakin berat. Hal itu terkait dengan
upaya perusahaan untuk menyakinkan pemangku kepentingan ( stakeholders)
mengenai pengelolaan perkebunan yang lestari dan berkesinambungan.
"PTPN diharapkan tidak hanya fokus pada laba, tapi juga keseimbangan
ekosistem," katanya.
Direktur Utama PTPN III, Amri Siregar, mengatakan, tantangan
perusahaan perkebunan ke depan adalah meyakinkan pasar bahwa pengelolaan
dapat diselenggarakan secara lestari dan memperhatikan ekosistem.
PTPN
III menerima sertifikat RSPO khusus untuk unit pengelolaan kelapa sawit
di Sei Mangkei dengan rantai pasokan dari Kebun Rambutan, Kebun Dusun
Ulu, Kebun Bangun, Kebun Gubung Pamela, dan Kebun Gunung Para.
Dengan
sertifikat tersebut, PTPN III mengharapkan produk hulu dan hilir yang
diproduksi perusahaan dapat memasuki pasar internasional lintas benua,
khususnya Eropa sejak 2006.
"Sejauh ini, PTPN III adalah satu-satunya BUMN perkebunan yang menerima sertifikat dari RSPO tersebut," kata Amir.(VN)
No comments:
Post a Comment