Organisasi Buruh Internasional, ILO perkirakan kuota kawula muda yang
tunakarya di negara industri akan turun dari 17,5 persen menjadi 15,6
persen di tahun 2017.
Prediksi menurunnya jumlah tunakarya usia muda, sayangnya hanya berlaku
bagi kelompok negara industri. Di negara-negara ambang industri dan
berkembag diperkirakan jumlah tunakarya antara usia 15 – 24 tahun akan
meningkat. Menurut ILO, yang merupakan badan khusus dari PBB,
perkembangan ini merupakan dampak krisis utang zona Euro yang kini
mengimbas negara-negara di luar Eropa.
Di Eropa jurang perbedaan antara negara-negara makmur di Utara dengan negara-negara Selatan yang terlilit utang semakin nyata. Ini terlihat dari tingkat tunakarya kawula muda Jerman yang berada di bawah 10 persen, sementara di Spanyol dan Yunani jumlahnya bisa mencapai 50%. Begitu prognosa para pakar PBB.
Amatan kritis
Seandainya angka tunakarya betul-betul turun di negara industri, ini tidak berarti ada alasan untuk duduk dengan puas dan berpangku tangan. Begitu ungkap Werner Eichhorst. Pakar Kebijakan Tenaga Kerja di Lembaga Penelitian IZA di Bonn mengingatkan bahwa lima tahun sebelum krisis, angka tunakarya jauh lebih rendah.
Studi ketenagakerjaan kaum muda yang diterbitkan Selasa (4/9) di Jenewa dirangkum oleh Ernst Ekkehard, kepala bagian Pengembangan Lapangan Kerja di ILO. Ia mengatakan, bahwa perubahan angka tunakarya itu harus diamati secara kritis. Turunnya angka tersebut di negara industri tidak berarti bahwa lapangan kerja lebih besar.
Pasalnya, banyak anak muda yang nantinya tidak lagi terangkum dalam statistik, karena untuk bertahan hidup mereka bekerja serabutan di sektor informal. "Artinya, banyak anak muda yang keluar dari pasaran kerja yang formal“, begitu jelas Ernst.
Perkembangan Tragis
Kondisi tunakarya selalu merisaukan, apalagi bila menimpa orang-orang muda, dan kuotanya terus melaju lebih tinggi daripada usia rata-rata. Ungkap Werner Eichhorst kepada DW. Lebih lanjut ia jelaskan, „bagi anak muda ini bagaikan bencana. Apabila upaya masuk ke pasaran kerja gagal dari awal, bisa menjadi stigma yang terus terbawa“.
Menurut Eichhorst ada dilema besar dalam hal ini. Tanpa pekerjaan tidak ada pemasukan dan ini berarti keterbatasan mereka untuk melibatkan diri dalam kehidupan sosial. Padahal justru di negara-negara industri yang populasinya semakin tua, perlu adanya integrasi anak muda ke lapangan kerja – dan tingkat kegagalannya selama ini semakin besar. "Ini hal yang tragis."
Pendidikan dan Migrasi
Perbedaan perkembangan kelompok muda tunakarya di negara industri dan negara-negara berkembang menurut Werner Eichhorst sangat terkait dengan sistem pendidikan di negara-negara tersebut.
„Hingga kini langkah-langkah jangka pendek untuk mengatasi masalah tunakarya kurang berhasil“, ungkap Werner Eichhorst. Ada negara-negara yang mencoba meluncurkan program peningkatan kualifikasi atau program kerja yang tersubsidi. Dalam hal ini, pemerintah membayar separuh dari upah yang diberikan kepada karyawan muda yang dipekerjakan oleh perusahaan swasta. Namun ini hanya membantu apabila kondisi umum ekonomi negara itu positif: ada pertumbuhan ekonomi yang kuat, tingkat permintaan yang besar di dalam negeri dan peluang besar dalam pasar ekspor.
Pakar ketenagakerjaan itu menunjuk pada satu hal lain yang bisa menurunkan jumlah tunakarya muda di negara-negara berkembang. Yakni, bila mereka sejak awal tidak mencari pekerjaan di dalam negeri. Dengan kata lain, menentukan nasib sendiri dan bermigrasi.
Dirk Kaufmann/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk
Di Eropa jurang perbedaan antara negara-negara makmur di Utara dengan negara-negara Selatan yang terlilit utang semakin nyata. Ini terlihat dari tingkat tunakarya kawula muda Jerman yang berada di bawah 10 persen, sementara di Spanyol dan Yunani jumlahnya bisa mencapai 50%. Begitu prognosa para pakar PBB.
Amatan kritis
Seandainya angka tunakarya betul-betul turun di negara industri, ini tidak berarti ada alasan untuk duduk dengan puas dan berpangku tangan. Begitu ungkap Werner Eichhorst. Pakar Kebijakan Tenaga Kerja di Lembaga Penelitian IZA di Bonn mengingatkan bahwa lima tahun sebelum krisis, angka tunakarya jauh lebih rendah.
Studi ketenagakerjaan kaum muda yang diterbitkan Selasa (4/9) di Jenewa dirangkum oleh Ernst Ekkehard, kepala bagian Pengembangan Lapangan Kerja di ILO. Ia mengatakan, bahwa perubahan angka tunakarya itu harus diamati secara kritis. Turunnya angka tersebut di negara industri tidak berarti bahwa lapangan kerja lebih besar.
Pasalnya, banyak anak muda yang nantinya tidak lagi terangkum dalam statistik, karena untuk bertahan hidup mereka bekerja serabutan di sektor informal. "Artinya, banyak anak muda yang keluar dari pasaran kerja yang formal“, begitu jelas Ernst.
Perkembangan Tragis
Kondisi tunakarya selalu merisaukan, apalagi bila menimpa orang-orang muda, dan kuotanya terus melaju lebih tinggi daripada usia rata-rata. Ungkap Werner Eichhorst kepada DW. Lebih lanjut ia jelaskan, „bagi anak muda ini bagaikan bencana. Apabila upaya masuk ke pasaran kerja gagal dari awal, bisa menjadi stigma yang terus terbawa“.
Menurut Eichhorst ada dilema besar dalam hal ini. Tanpa pekerjaan tidak ada pemasukan dan ini berarti keterbatasan mereka untuk melibatkan diri dalam kehidupan sosial. Padahal justru di negara-negara industri yang populasinya semakin tua, perlu adanya integrasi anak muda ke lapangan kerja – dan tingkat kegagalannya selama ini semakin besar. "Ini hal yang tragis."
Pendidikan dan Migrasi
Perbedaan perkembangan kelompok muda tunakarya di negara industri dan negara-negara berkembang menurut Werner Eichhorst sangat terkait dengan sistem pendidikan di negara-negara tersebut.
„Hingga kini langkah-langkah jangka pendek untuk mengatasi masalah tunakarya kurang berhasil“, ungkap Werner Eichhorst. Ada negara-negara yang mencoba meluncurkan program peningkatan kualifikasi atau program kerja yang tersubsidi. Dalam hal ini, pemerintah membayar separuh dari upah yang diberikan kepada karyawan muda yang dipekerjakan oleh perusahaan swasta. Namun ini hanya membantu apabila kondisi umum ekonomi negara itu positif: ada pertumbuhan ekonomi yang kuat, tingkat permintaan yang besar di dalam negeri dan peluang besar dalam pasar ekspor.
Pakar ketenagakerjaan itu menunjuk pada satu hal lain yang bisa menurunkan jumlah tunakarya muda di negara-negara berkembang. Yakni, bila mereka sejak awal tidak mencari pekerjaan di dalam negeri. Dengan kata lain, menentukan nasib sendiri dan bermigrasi.
Dirk Kaufmann/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk
No comments:
Post a Comment