Jakarta. Aliansi Desa Sejahtera (ADS) menilai peremajaan kelapa sawit untuk
meningkatkan produktivitas masih terbentur sistem manajemen revitalisasi
perkebunan.
"Banyak sekali petani kita tidak suka dengan
revitaliasasi perkebunan karena pola yang digunakan tidak mereka kenal,"
kata ketua kelompok kerja sawit ADS Achmad Surambo usai diskusi yang
bertajuk "Menakar Janji Capres untuk Wujudkan Kedaulatan Pangan" di
Jakarta, Jumat (30/5).
Surambo menjelaskan petani tidak memiliki
cukup dana untuk meremajakan tanaman kelapa sawit yang berumur lebih
dari 20 tahun atau ditanam pada tahun 1980-an.
Dikatakannya,
petani bisa mendapatkan dana bantuan dari pemerintah untuk peremajaan,
asalkan mengikuti pola revitalisasi perkebunan, yakni pola satu
manajemen.
"Mereka tidak suka karna lahannya diurus satu
manajemen, mereka tidak menjadi patani, tetapi jadi buruh, kalau tidak
menggunakan pola satu manajemen tidak akan dibantu," katanya.
Surambo
mengatakan pola yang petani anggap sesuai, yakni pola perusahaan inti
rakyat (PIR) dan intiplasma, yakni menggunakan perkebunan besar sebagai
inti yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat disekitarnya sebagai
plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan
kesinambungan.
Dalam pola revitaliasai, lanjut dia, petani
diberikan lima hingga tujuh persen potongan bunga, tetapi mensyaratkan
harus mengikuti pola satu manajemen.
"Dengan pola satu manajemen tidak menjamin produktivitas bisa meningkat di beberapa daerah, bahkan pendapatan petani banyak yang turun," ujarnya.
Untuk
itu, dia mengimbau pemerintah segera merespon terkait sistem menajemen
tersebut, serta digenjot dengan infrastuktur dan subsidi pupuk karena
pupuk faktor utama produktivitas kelapa sawit dan menyumbang biaya 30%
dari pendapatan.
Selain itu, lanjut Surambo, pemupukan dilakukan
sejak kelapa sawit berumur sembilan hingga 19 tahun, minimal dua kali
per satu semester (enam bulan), paling cepat per empat bulan.
"Produktivitas
sangat tergantung dengan ketersediaan pupuk, harus tepat waktu dan
tepat sasaran, ketika (petani) tidak mendapatkan harga yang murah, sawit
tidak dipupuk, produktivitasnya turun," katanya.
Sebelumnya,
Ketua GPPI Soedjai Kartasasmita mengatakan, ke depan lahan akan semakin
sulit diperoleh sehingga kebijakan ekspansi perkebunan sawit tidak
mungkin dilakukan untuk meningkatkan produksi.
"Banyak pohon kelapa sawit kita yang sudah tua seharusnya diremajakan untuk meningkatkan produktivitas tanaman," katanya.
Kalau
tidak cepat-cepat diremajakan, tambahnya, ke depan produksi sawit dalam
negeri cenderung menurun, padahal tingkat kebutuhan di pasar semakin
tinggi.
Soedjai mengatakan, tanaman kelapa sawit yang memerlukan
peremajaan tersebut sebagian besar milik petani, yang justru menyumbang
terbesar luas perkebunan sawit nasional.
"Dengan
menggunakan bibit unggul, tanaman umur 22 hingga 24 bulan sudah bisa
menghasilakn tingkat produktivitas setinggi tanaman usia 12-15 tahun.
Bahkan tanaman umur empat tahun bisa menyamai umur sawit delapan tahun,"
katanya. (ant)
http://mdn.biz.id/n/97991/
No comments:
Post a Comment