Medan. Komoditas perkebunan asal Sumatera Utara (Sumut) mengalami penurunan cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya pada kwartal I-2014. Hal ini disebabkan harga komoditas perkebunan yang terus melemah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, ekspor lemak dan minyak hewan/nabati atau crude palm oil
(CPO) turun 5,15% pada Januari-April 2014 dibandingkan periode sama
tahun lalu menjadi US$1,237 miliar dari periode yang sama tahun lalu
senilai US$1,304 miliar.
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sumut
Bismark S Pardamean, mengatakan, peranan lemak dan minyak hewan/nabati
pada periode tersebut terhadap total ekspor sebesar 40,72%. "Komoditas
lemak dan minyak hewan/nabati masih menjadi komoditas unggulan meskipun
sekarang harganya belum membaik dari tahun lalu. Terbukti, nilai ekspor
turun 5,15%," katanya di Medan, Kamis (5/6).
Tidak hanya CPO,
lanjut dia, komoditas perkebunan lain yakni karet dan barang dari karet
juga turun.
Pada Januari-April 2014, nilai ekspor komoditas ini sebesar
US$587,56 juta. Sementara periode sama tahun lalu tercatat US$785,709
juta atau turun 25,22%.
"Dua komoditi perkebunan yang mengalami
penurunan terbesar pada Januari-April 2014, sedangkan komoditas lainnya
ada yang nilai ekspornya naik dan turun, namun tidak terlalu besar
seperti komoditas perkebunan," ujarnya.
Pengamat ekonomi Sumut,
Gunawan Benjamin, mengatakan, komoditas perkebunan Sumut memang belum
membaik dibandingkan tahun lalu. Namun dalam waktu dekat, secara
perlahan nilai ekspornya akan kembali meningkat seiring perbaikan harga
di pasar internasional.
"Harga
komoditas, terutama CPO diperkirakan akan membaik pada tahun ini
seiring peningkatan permintaan. Sedangkan karet, memang masih
membutuhkan waktu untuk menaikkan harganya kembali, namun kemungkinan
akan membaik dari tahun lalu jika semua negara produsen sepakat menahan
ekspor," katanya.
Menurutnya, di tengah belum membaiknya harga komoditas, pemerintah dan pengusaha hendaknya melakukan perbaikan infrastruktur
untuk menghasilkan produk dari dua komoditas tersebut. "Saat harga
turun, hendaknya kita bersiap mengejar ketertinggalan infrastruktur
untuk memproduksi komoditas itu menjadi barang jadi sehingga kerugian
tidak besar," pungkasnya. (elvidaris simamora)/Medanbisnis
No comments:
Post a Comment