Fadhil Hasan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan, penurunan volume ekspor CPO cukup signifikan ke Amerika Serikat. Pada bulan Mei lalu Amerika Serikat mengurangi permintaan hingga 20.600 ton atau sekitar 36% dari 57.000 ton pada April, menjadi 36.000 ton pada Mei 2014.
"Penurunan permintaan dari Amerika karena indikasi negara bagian yang memperkenalkan mandatori pencampuran biodiesel B-5 menjadi B-10 dengan feedstock utama kedelai," kata Fadhil, dalam siaran persnya, Selasa (17/6).
Selain itu, menurut laporan FAO, stock global rapeseed dan biji bunga matahari juga sangat berlimpah sehingga harga kedua komoditi itu turun sangat signifikan. Hal ini juga sebagai salah satu alasan berkurangnya permintaan akan minyak sawit dari Uni Eropa karena panen rapeseed dan biji bunga matahari berlimpah di negara Uni Eropa.
Pengembangan Kelapa Sawit Indonesia Rujukan Global
Ketua Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Indonesia Witjaksana Darmosarkoro menyatakan bahwa saat ini teknologi pengembangan Kelapa sawit Indonesia sudah menjadi rujukan global.
Indonesia sudah lebih maju dalam industri sawit. Kita sedang mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan dari kelapa sawit misalnya bahan bakar nabati, biogas, dan energi lainnya yang berbasiskan kelapa sawit," katanya pada acara Konferensi Internasional Kelapa Sawit (IOPC) di Nusa Dua, Bali, Selasa (17/6).
Menurut Witjaksana, dunia telah mengakui jika kelapa sawit mampu mendukung kebijakan ketahanan pangan dan solusi krisis energi yang menjadi isu global saat ini.
Indonesia menjadi produsen minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia dan memiliki lahan terluas. "Karena itu Indonesia telah layak menjadi rujukan dunia untuk pengembangan kelapa sawit dan berbagai teknologi lainnya," kata Witjaksana.
Dikatakannya, luas lahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 9,3 juta hektare dengan produksi per hektare rata-rata 3,8 juta ton untuk perkebunan rakyat. Bahkan, bila perkebunan berskala besar, produksinya sudah mencapai lima juta ton per hektare.
"Di Indonesia pada tahun 2020 akan menargetkan pembukaan lahan baru kelapa sawit hingga mencapai 40 juta hektare dengan memanfaatkan lahan tidur yang ada dan tersebar di berbagai provinsi di Indonesia," ucapnya.
Jika target tersebut dicapai, dia dapat memastikan Indonesia akan mencapai kemandirian energi terbarukan. "Kami yakin dengan teknologi tersebut, energi bersumber dari kelapa sawit atau limbahnya bisa diolah menjadi energi terbarukan untuk cadangan energi di Tanah Air," katanya.
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta mengatakan keberadaan kelapa sawit di Tanah Air, selain dimanfaatkan untuk industri bahan makanan, limbahnya juga bisa diolah menjadi energi terbarukan atau bioenergi.
"Manfaat kelapa sawit selain untuk kebutuhan industri makanan, juga limbahnya ke depan bisa digunakan untuk energi pengganti solar dan premium," katanya yang turut hadir pada acara IOPC.
Ia mengatakan di tengah krisis energi yang terjadi di dunia saat ini, Indonesia mengambil langkah maju untuk mengembangkan teknologi minyak kelapa sawit menjadi bioenergi dengan bahan baku kelapa sawit.
"Pemerintah mendukung penuh pengembangan teknologi ini karena dalam jangka 10 sampai 20 tahun mendatang energi yang bersumber dari fosil secara perlahan-lahan akan habis," katanya.
Karena itu, kata dia, selain terus melakukan peremajaan dengan penanaman kelapa sawit yang dikelola oleh pengusaha inti rakyat (PIR), tetapi juga dianjurkan kepada perkebunan yang dimiliki masyarakat.
"Langkah peremajaan pohon kelapa sawit dengan bibit unggul, maka produksi yang dihasilkan akan terus meningkat, dibanding pohon sebelumnya. Sebab bibit sawit unggul tersebut merupakan hasil dari penelitian para pakar perkebunan," katanya.
Menristek lebih lanjut mengatakan dengan kelapa sawit unggul tersebut saat ini telah menghasilkan dua kali lipat dari sebelumnya.
Kegiatan konferensi kelapa sawit tersebut diikuti dari pengusaha minyak sawit, akademisi, peneliti, asosiasi petani kelapa sawit, instansi pemerintah dan swasta.
bakrieglobal.com
No comments:
Post a Comment