Presiden SBY saat menyadap karet didampingi Ani Yudhoyono, di Desa Niaso, Muaro Jambi, Kamis (22/9). |
Orangtuanya adalah pekebun karet di wilayah Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Jejak-jejak kesuksesan petani karet Jambi terukur pada dirinya yang kini telah bekerja cukup mapan di sebuah perusahaan swasta di Jambi.
Tak terhitung barangkali, jumlah petani dari ratusan ribu petani karet di sini yang berhasil menyekolahkan anak, membuat mereka jadi orang, bahkan beberapa di antaranya bisa jadi calon pemimpin masa depan. Berkontribusi positif membentuk dan membangun negeri.
Seratus tahun karet Jambi telah menghasilkan generasi-generasi penerus pembangunan, sementara orangtua mereka, para petani yang membangun perkebunan yang kini menjadi kebanggaan Jambi, telah berhasil menjadi pekebun mumpuni, banyak yang mampu naik haji, dan lebih penting lagi, menyediakan lapangan kerja baru.
Kedatangan Presiden SBY beberapa waktu lalu ke Jambi dan ikut menyadap karet menegaskan kembali pentingnya usaha ini. Dan membawa pesan jangan remehkan karet, karena karet juga ikut berpartisipasi dalam kemajuan bangsa.
Semua bermuara pada pesan khusus bagi pemerintah daerah yang sekarang, juga pemerintahan berikutnya untuk terus menjaga keberlangsungan perkebunan karet Jambi sehingga semakin baik.
Tugas pemerintah untuk membenahi tata niaga karet sehingga lebih tertata, dan dapat semakin memperbaiki derajat hidup petani karet Jambi yang pada akhirnya memperbaiki generasi penerus daerah dan bangsa ini.
Banyak tugas besar ke depan untuk memperbaiki sistem perkebunan dan tata niaga karet, mulai dari penyediaan bibit unggul, sistem tanam dan perawatan yang baik, penguatan koperasi, dan menekan peran tengkulak karet.
Banyak yang nelangsa
Pertanyaannya adalah, berapa banyak petani karet di Jambi yang sudah sukses? Minimal mampu mandiri, menghidupi keluarga, dan menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat sarjana?
Cerita sukses seperti di atas sudah sering kita dengar. Namun masih banyak petani karet Jambi yang hidup nelangsa, terbelit hutang dengan rentenir karet atau tauke, anak-anak mereka kurang gizi, dan hidup seadanya.
Mereka bergantung dari hasil menyadap karet yang sedikit, lebih banyak lagi hanya sekadar menjadi buruh sadap karet. Meningkatkan pendapatan dari karet adalah kuncinya. Namun bagaimana jika hasil sadapan sangat rendah?
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Tagor Mulia Nasution, beberapa waktu lalu, dari sekitar 650 ribu hektare lahan karet di Jambi, 120 ribu di antaranya adalah karet tua yang butuh diremajakan.
Rata-rata produksi karet Jambi hanya 800 kg/ha/tahun, tak sampai 1 ton. Sementara negara seperti Thailand, produksi karet mereka bisa mencapai 2.000 kg/ha/tahun.
Selain itu, ketersediaan bibit unggul juga sangat minim, yang tersebar di Jambi baru 20% bibit unggul sisanya adalah bibit sapuan.
Karena itu menurut Tagor, upaya ke depan untuk mengembangkan perkebunan karet di Jambi dari pemerintah adalah untuk melakukan peremajaan, perluasan, dan meningkatkan persebaran bibit unggul.
Semua kendala di atas, banyaknya tanaman karet tua, dan masih segelintir tanaman karet yang berasal dari karet unggul, membuat hasil produksi karet provinsi ini masih jauh ketinggalan.
Tak heran jika banyak kisah sedih petani karet di Jambi. Mereka yang terpaksa menyicil barang kebutuhan sehari-hari, berhutang, bahkan bunuh diri karena tak kuat menanggung beban biaya hidup saat harga karet yang anjlok. Di balik kisah sukses petani karet Jambi, ada lebih banyak kisah mengharukan, menyedihkan.
Perbaikan taraf hidup
Saat kedatangan Menteri Pertanian Suswono, yang satu rombongan dengan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir September 2011 lalu, menteri sudah mendengar keluhan petani karet Jambi, soal fluktuasi harga karet, sulitnya memperoleh pupuk bersubsidi, dan susahnya mereka memperoleh pinjaman.
Pemerintah, dikatakan oleh Suswono, telah menyediakan mekanisme kredit atau pinjaman untuk petani melalui KUR atau Kredit Usaha Rakyat. Namun di lapangan, dibutuhkan komitmen bank untuk mau meningkatkan serapan KUR tersebut.
Lalu perihal harga karet yang rendah, dan petani karet yang tak memiliki posisi tawar untuk menentukan harga karet sehingga bersaing di pasaran. Semua karena telah begitu menghujamnya pengaruh tengkulak karet dalam perdagangan karet di daerah ini. Jangan biarkan mereka terus menancapkan kukunya, pemerintah harus menaikkan posisi tawar petani karet.
Pesan Presiden SBY, agar tata niaga karet diperbaiki, sehingga adil bagi petani dan juga pengusaha. Dengan sistem lelang karet yang terjadi selama ini, sepertinya adil, namun pengusaha tetap ada di posisi yang bisa menekan.
Jika selama ini mereka tergantung pada tengkulak, beri petani jalan lain, yang memberi mereka pilihan lebih luas untuk menjual karetnya. Saran dari Dosen Universitas Jambi, DR Syurya Hidayat di koran Tribun Jambi baru-baru ini barangkali bisa menjadi bahan, agar membentuk Badan Usaha Milik Daerah, yang menampung hasil karet rakyat. Petani karet punya pilihan, selain menjual ke pasar lelang karet.
Walaupun sebenarnya pasar lelang karet yang ada sekarang, sudah bisa menekan pengaruh tengkulak, namun syaratnya, bagaimana petani karet di pelosok dapat menjangkau dan mengetahui tentang pasar lelang karet ini, dan mendapat informasi yang cukup. Infrastruktur jalan tentunya harus terus diperbaiki.
Selain itu, memperluas dan meningkatkan peran koperasi bisa terus dilakukan. Bekerja sama dengan pihak universitas, seperti Universitas Jambi juga perlu ditingkatkan lagi. Misalnya, bagaimana agar Unja dapat mengirimkan mahasiswa yang KKN menjadi ujung tombak penyadaran dan penyosialisasian mengenai karet unggul dan bagaimana agar petani dapat berhimpun membentuk koperasi.
Membekali para mahasiswa dengan pengetahuan yang cukup mengenai perkebunan karet, penanaman, bibit unggul dan pemeliharaan serta pemupukan sehingga mereka dapat menularkan pengetahuan tersebut ke warga tempat mereka melakukan KKN.
Dari besarnya potensi hasil karet di Jambi, juga perlu dipikirkan bagaimana pemerintah mendorong pengusaha untuk menggarap industri hilir karet. Pada kunjungan Presiden SBY yang lalu, terungkap bahwa pengolahan karet di Jambi masih kurang. Dikutip dari SBY, bahwa ada 11 pabrik pengolahan karet (Crump Rubber) di Jambi, dan masih perlu menambah tiga lagi hingga menjadi lebih baik serapannya.
Ada perusahaan yang hendak mengembangkan perkebunan karet di Jambi patut diapresiasi. Seperti PTPN VI yang hendak mengembangkan Hutan Tanaman Industri karet. Pemerintah memberi peluang kepada pengusaha untuk ikut terjun dan membangun perkebunan karet di Jambi.
Tugas mulia
Namun tugas utama dan lebih mulia adalah mengutamakan kesejahteraan petani karet. Semakin banyak petani karet rakyat yang mandiri, melek karet unggul, melek tata niaga karet, maka semakin banyak rakyat yang menuju sejahtera. Pada akhirnya akan tercipta efek domino, semakin meningkat kesejahteraan rakyat secara umum.
Seratus tahun karet Jambi, tak hanya menyimpan kisah sukses saja. Ini menjadi tugas kita bersama, pemerintah, pengusaha, pers untuk berupaya membangun terus perkebunan karet di Jambi, memperhatikan nasib mereka.
Kita apresiasi ketika Gubernur Jambi dan Presiden SBY juga ikut menghargai jerih payah rakyatnya, kaum petani karet, dengan memberi harapan akan perubahan ke depan yang lebih baik.
Di tangan pemerintah, dalam hal ini secara khusus adalah dinas perkebunan di Jambi, untuk menyadari betul kontribusi karet bagi kemakmuran rakyat Jambi di berbagai pelosok daerah.
Patut ditunggu juga bagaimana program gerakan nasional karet yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Karet kini juga dicanangkan menjadi gerakan nasional. Semoga semua upaya yang terus menerus dilakukan ini bisa menjadi daya dorong yang lebih kuat, agar semakin banyak petani karet yang sejahtera. (nani rachmaini)
*Penulis Wartawan Tribun Jambi
No comments:
Post a Comment