MEDAN: “Permintaan
bibit karet saat ini cukup tinggi. Booming-nya permintaan bibit karet
mulai terlihat sejak tahun 2009 lalu. Jadi, bisa dibilang, pengembangan
bibit karet sangat menjanjikan.”
Demikianlah Syamsul Sinaga mengawali perbincangannya dengan MedanBisnis, awal pekan lalu di lokasi penangkaran bibit tanaman pertaniannya, di Desa Naga Rejo, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang.Di atas lahan sekitar enam hektare itulah, bapak dua putra dan satu putri ini melakukan penangkaran bibit karetnya dengan varietas PB 260, yang merupakan bibit karet unggul. Di lokasi tersebut, berjejer dengan rapi ratusan ribu batang bibit karet mulai dari stum (batang karet yang sudah diokulasi-red), hingga bibit dengan umur yang bervariasi. Ada juga bibit yang sudah siap tanam. “Sekarang stok bibit karet bervariasi umur ada sekitar 200 ribu batang,” sebut Syamsul.
Sebenarnya, kata Syamsul, jumlah bibit yang diperbanyak mulai dari uji laboratorium biji ada sekitar 1,5 juta biji. Uji lab itu sendiri menurut dia, dilakukan di balai resmi milik pemerintah, yakni Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) yang berada di bawah Dinas Perkebunan Sumatera Utara (Sumut), untuk mengetahui kejelasan asal usul biji tersebut.
“Sampai di kebun entres, (BBP2TP) kemudian mengeluarkan Surat Keterangan (SK) Kebun Entres. Setelah itu barulah, biji yang sudah berubah jadi bibit layak dijadikan untuk batang bawah. Jadi, semua biji hingga terbentuk bibit harus dalam pengawasan BBP2TP. Dan, dalam pemasaran juga bibit harus disertifikasi terlebih dahulu oleh lembaga tersebut,” kata Syamsul.
Dalam pengembangan bibit karet, Syamsul tidak sendirian. Ia juga melibatkan petani penangkar lainnya yang ada di Deliserdang dengan membangun kerja sama lewat memorandum of understanding (MoU). Ada dua kelompok petani penangkar yang telah dikerjasamakannya.
Kelompok petani penangkar pertama, bisa menghasilkan 20.000 meter yang mana per meternya dihitung 15 batang. Sedangkan kelompok satu lagi, menghasilkan 25.000 meter. “Dan, biji yang telah diuji di lab sebanyak 1,5 juta itu sebagian kami berikan ke kelompok penangkar melalui ketua kelompoknya untuk mereka kembangkan. Dengan catatan, bibit yang mereka hasilkan akan dijual kembali ke saya,” jelasnya.
Tetapi, selama produksi kata dia, para kelompok penangkar tadi difasilitasinya, seperti biaya untuk perawatan kebun entres, pengadaan polibag, okulasi hingga ke pengadaan tanah sebagai media tumbuh bibit. “Semua bibit yang mereka hasilkan, harus sesuai petunjuk dari BBP2TP. Mengapa demikian, karena bibit yang dihasilkan jangan sampai merugikan petani karet atau pembeli bibit. Jadi, mutunya harus benar-benar sesuai petunjuk yang telah ditentukan. Sehingga petani atau konsumen tidak dirugikan. Dan, setiap bibit yang kami pasarkan sudah disertifikasi oleh lembaga resmi,” katanya lagi.
Mengenai harga, Syamsul mengaku, semua telah diatur dalam perjanjian kerja sama tersebut. “Tidak ada pihak yang dirugikan, tapi sebaliknya saling menguntungkan,” akunya.
Terhadap pemasaran, direktur dari perusahaan pembibitan tanaman pertanian CV Wana Bhakti ini mengaku, terbuka cukup lebar. Tidak hanya di Sumut saja tapi di luar Sumut juga pasarannya terbuka sangat luas. Sejauh ini, pemasaran bibit karet yang diproduksi Syamsul, antara lain Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sibolga, dan Dairi.
Sedangkan untuk luar Sumut, bibit karetnya juga dipasarkan ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Pekanbaru, Jambi hingga Sumatera Barat (Sumbar). Namun, penyerapan pasar yang paling tinggi adalah Sumut dan NAD.
Dikatakannya, untuk tahun lalu, sekitar 150 ribu batang bibit karetnya habis terserap pasar. Varietasnya sama, PB 260. Dan, tahun ini, ia sendiri optimis karet yang diproduksinya sekitar 200 ribu batang habis terserap pasar mengingat kebutuhan akan bibit karet saat ini cukup tinggi.
“Sebagian ada yang lewat proyek dan sebagian lagi pemasarannya dengan sistem penjualan langsung tidak lewat proyek,” kata Syamsul mengenai pemasaran bibit karetnya pada tahun 2011 lalu.
Memang, kata Syamsul, gambaran akan permintaan karet tahun ini, sampai sekarang belum ada. Tetapi, dengan mengikuti suara hati dan penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa, ia percaya kalau bibit karetnya tahun ini juga laris manis. “Sejak tahun 2009, tren pergerakan permintaan bibit karet cukup bagus. Permintaan cukup banyak khususnya untuk wilayah Sumbagut,” jelasnya.
Namun, di balik itu semua, Syamsul dan penangkar bibit tanaman pertanian khususnya komoditas perkebunan masih berharap pemerintah dalam hal ini instansi terkait bisa memberikan informasi atau gambaran tentang pemasaran bibit. Misalnya, tahun 2013, pemerintah akan mengembangkan tanaman karet sebanyak satu juta batang. Sehingga para penangkar tidak berspekulasi dalam melakukan perbanyakan bibit baik jenis maupun jumlahnya.
“Kalau gambarannya sudah ada jenis tanaman yang mau dikembangkan, kami penangkar kan bisa mengembangkan bibit tersebut. Tidak berspekulasi seperti yang terjadi selama ini. Dengan begitu, kami juga bisa menekan tingkat kerugian yang kami derita,” ujarnya. ( junita sianturi)/MB
Demikianlah Syamsul Sinaga mengawali perbincangannya dengan MedanBisnis, awal pekan lalu di lokasi penangkaran bibit tanaman pertaniannya, di Desa Naga Rejo, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang.Di atas lahan sekitar enam hektare itulah, bapak dua putra dan satu putri ini melakukan penangkaran bibit karetnya dengan varietas PB 260, yang merupakan bibit karet unggul. Di lokasi tersebut, berjejer dengan rapi ratusan ribu batang bibit karet mulai dari stum (batang karet yang sudah diokulasi-red), hingga bibit dengan umur yang bervariasi. Ada juga bibit yang sudah siap tanam. “Sekarang stok bibit karet bervariasi umur ada sekitar 200 ribu batang,” sebut Syamsul.
Sebenarnya, kata Syamsul, jumlah bibit yang diperbanyak mulai dari uji laboratorium biji ada sekitar 1,5 juta biji. Uji lab itu sendiri menurut dia, dilakukan di balai resmi milik pemerintah, yakni Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) yang berada di bawah Dinas Perkebunan Sumatera Utara (Sumut), untuk mengetahui kejelasan asal usul biji tersebut.
“Sampai di kebun entres, (BBP2TP) kemudian mengeluarkan Surat Keterangan (SK) Kebun Entres. Setelah itu barulah, biji yang sudah berubah jadi bibit layak dijadikan untuk batang bawah. Jadi, semua biji hingga terbentuk bibit harus dalam pengawasan BBP2TP. Dan, dalam pemasaran juga bibit harus disertifikasi terlebih dahulu oleh lembaga tersebut,” kata Syamsul.
Dalam pengembangan bibit karet, Syamsul tidak sendirian. Ia juga melibatkan petani penangkar lainnya yang ada di Deliserdang dengan membangun kerja sama lewat memorandum of understanding (MoU). Ada dua kelompok petani penangkar yang telah dikerjasamakannya.
Kelompok petani penangkar pertama, bisa menghasilkan 20.000 meter yang mana per meternya dihitung 15 batang. Sedangkan kelompok satu lagi, menghasilkan 25.000 meter. “Dan, biji yang telah diuji di lab sebanyak 1,5 juta itu sebagian kami berikan ke kelompok penangkar melalui ketua kelompoknya untuk mereka kembangkan. Dengan catatan, bibit yang mereka hasilkan akan dijual kembali ke saya,” jelasnya.
Tetapi, selama produksi kata dia, para kelompok penangkar tadi difasilitasinya, seperti biaya untuk perawatan kebun entres, pengadaan polibag, okulasi hingga ke pengadaan tanah sebagai media tumbuh bibit. “Semua bibit yang mereka hasilkan, harus sesuai petunjuk dari BBP2TP. Mengapa demikian, karena bibit yang dihasilkan jangan sampai merugikan petani karet atau pembeli bibit. Jadi, mutunya harus benar-benar sesuai petunjuk yang telah ditentukan. Sehingga petani atau konsumen tidak dirugikan. Dan, setiap bibit yang kami pasarkan sudah disertifikasi oleh lembaga resmi,” katanya lagi.
Mengenai harga, Syamsul mengaku, semua telah diatur dalam perjanjian kerja sama tersebut. “Tidak ada pihak yang dirugikan, tapi sebaliknya saling menguntungkan,” akunya.
Terhadap pemasaran, direktur dari perusahaan pembibitan tanaman pertanian CV Wana Bhakti ini mengaku, terbuka cukup lebar. Tidak hanya di Sumut saja tapi di luar Sumut juga pasarannya terbuka sangat luas. Sejauh ini, pemasaran bibit karet yang diproduksi Syamsul, antara lain Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sibolga, dan Dairi.
Sedangkan untuk luar Sumut, bibit karetnya juga dipasarkan ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Pekanbaru, Jambi hingga Sumatera Barat (Sumbar). Namun, penyerapan pasar yang paling tinggi adalah Sumut dan NAD.
Dikatakannya, untuk tahun lalu, sekitar 150 ribu batang bibit karetnya habis terserap pasar. Varietasnya sama, PB 260. Dan, tahun ini, ia sendiri optimis karet yang diproduksinya sekitar 200 ribu batang habis terserap pasar mengingat kebutuhan akan bibit karet saat ini cukup tinggi.
“Sebagian ada yang lewat proyek dan sebagian lagi pemasarannya dengan sistem penjualan langsung tidak lewat proyek,” kata Syamsul mengenai pemasaran bibit karetnya pada tahun 2011 lalu.
Memang, kata Syamsul, gambaran akan permintaan karet tahun ini, sampai sekarang belum ada. Tetapi, dengan mengikuti suara hati dan penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa, ia percaya kalau bibit karetnya tahun ini juga laris manis. “Sejak tahun 2009, tren pergerakan permintaan bibit karet cukup bagus. Permintaan cukup banyak khususnya untuk wilayah Sumbagut,” jelasnya.
Namun, di balik itu semua, Syamsul dan penangkar bibit tanaman pertanian khususnya komoditas perkebunan masih berharap pemerintah dalam hal ini instansi terkait bisa memberikan informasi atau gambaran tentang pemasaran bibit. Misalnya, tahun 2013, pemerintah akan mengembangkan tanaman karet sebanyak satu juta batang. Sehingga para penangkar tidak berspekulasi dalam melakukan perbanyakan bibit baik jenis maupun jumlahnya.
“Kalau gambarannya sudah ada jenis tanaman yang mau dikembangkan, kami penangkar kan bisa mengembangkan bibit tersebut. Tidak berspekulasi seperti yang terjadi selama ini. Dengan begitu, kami juga bisa menekan tingkat kerugian yang kami derita,” ujarnya. ( junita sianturi)/MB
Masih bersama Syamsu Sinaga. Sang
penangkar berbagai jenis tanaman pertanian ini lebih jauh mengatakan, PB
260 merupakan klon penghasil lateks yang saat ini dianjurkan untuk
dikembangkan petani karet tidak saja di Sumatera Utara (Sumut) tetapi
secara umum di tanah air. Di mana, potensi produksi awalnya cukup tinggi
dengan rata-rata produksi aktual 2.107 kg per hektare per tahun. Dan,
selama 9 tahun penyadapan dan tidak respon terhadap stimulan.
Hasil lateks klon PB260
berwarna putih kekuningan dan pengembangan tanaman dapat dilakukan pada
daerah beriklim sedang dan basah. “Tanaman ini sudah dapat berproduksi
pada usia sekitar tiga atau empat tahun setelah tanam,” kata Syamsul.Dari refrensi yang diperoleh dari berbagai sumber, klon karet yang dianjurkan dapat berupa hasil seleksi klon-klon introduksi atau hasil persilangan sendiri. Namun, klon unggul untuk tanaman karet sendiri terus dikembangkan oleh pusat penelitian karet. Klon ini dikelompokkan dalam skala besar, kecil dan klon skala percobaan.
Pada umumnya klon yang dianjurkan adalah klon yang termasuk skala besar. Pada tahun 1999/2000 Pusat Penelitian Karet mengeluarkan klon anjuran yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Klon-klon tersebut antara lain, Klon Penghasil Latek : BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 217, PB 260, PR 261, PR 255, PR 300, RRIM 600.
Ada juga klon penghasil latek-kayu, yakniAVROS 2037, BPM 1, PB 330, RRIC 100, TM 2 dan TMN 6. Kemudian Klon Penghasil Kayu yakni IRR 2, IRR 5, dan IRR 7. Sedangkan benih yang dianjurkan untuk batang bawah adalah biji dari klon-klon AVROS 2037, GT 1, LCB 1320, PR 288 dan PR 300.
Disebutkannya, bahan tanam yang digunakan pada pengusahaan tanaman karet ada beberapa jenis, yaitu stump mata tidur, bibit dalam polibag, stump mini dan stump tinggi. Dari segi kepraktisan, stump mata tidur lebih mudah ditangani sehingga biaya lebih murah. Kelemahannya adalah tingkat kematian di lapang cukup tinggi sehingga diperlukan jumlah yang cukup banyak.
Bibit dalam polibag sangat menjamin tingkat keberhasilan penanaman di lapang serta kemurnian klon lebih terjamin, tetapi biayanya cukup mahal. Pengadaan bahan tanaman dilakukan dengan dua tahap yaitu pesemaian untuk kemudian dilanjutkan dengan pembibitan.
Di lokasi pembibitan dilaksanakan okulasi dan jika okulasi berhasil maka akan dihasilkan stump mata tidur atau bibit dalam polibag atau stump mini. Karekteristik klon PB 260 adalah pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum menghasilkan dan telah menghasilkan sedang. Tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora, Colletotrichum dan Oidium).
Dalam perolehan biji Syamsul mengatakan, biji untuk benih dapat diperoleh di kebun-kebun induk biji atau dari kebun milik balai-balai penelitian. Penyediaan biji harus sesuai dengan keadaan iklim. Menjelang berakhirnya musim hujan, daun-daun karet umumnya gugur, kemudian bersemi dan mulai berbunga. Pertumbuhan dari bunga sampai biji yang masak berlangsung selama 5,5–6 bulan.
Karena itulah, pengembangan bibit dilakukan pada musim biji karet, yakni antara Bulan November hingga Desember setiap tahunnya. Tetapi, yang perlu dipehatikan adalah, biji karet tidak tahan disimpan lama, karena daya kecambahnya cepat sekali menurun.
Biji yang dipungut harus segera disortir, dinilai kesegarannya dan dikemas bila akan dikirim ke tempat lain. Biji yang segar atau baru warnanya mengkilat, coraknya cerah, isi bijinya tidak goncang dan rata-rata berat untuk 220 biji adalah 1 kg.
Dua minggu terhitung mulai saat pungutan, daya tumbuh biji dapat turun sampai lebih 50% bila biji tidak ditangani dengan baik. Biji yang telah dipungut sebaiknya segera disemai. (junita sianturi)