MEDAN- Dewan Minyak Sawit Indonesia memperkirakan India masih menjadi pasar  ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil Indonesia terbesar pada  2012 karena diasumsikan negara itu tetap menjadi pembeli terbanyak pada  tahun depan.
"Berdasarkan data, permintaan crude palm oil (CPO)  India pada 2012 sebanyak 7,1 juta ton sehingga ekspor Indonesia ke  negara itu juga tetap terbanyak dari produksi nasional tahun depan yang  diperkirakan mencapai 25,9 juta ton," kata Wakil Ketua I Dewan Minyak  Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun, di Medan, Selasa 27 Desember 2011.
Permintaan India sebanyak 7,1 juta ton pada 2012 itu naik dari 2011 yang sebesar 6,750 juta ton.
Produksi CPO Indonesia pada tahun 2012 sebesar 25,9 juta ton atau naik dari 2011 yang masih 24,1 juta ton.
"Setelah  ke India, ekspor CPO Indonesia terbesar adalah ke China dan Uni Eropa  yang juga akan mengalami kenaikan permintaan," katanya.
Impor CPO  China pada 2012 naik dari 5,950 juta ton pada 2011 menjadi 6,650 juta  ton, sementara Uni Eropa dari 5,1 juta ton pada 2011 menjadi 5,6 juta  ton pada 2012.
"Tiga negara itu memang masih menjadi pasar  terbesar CPO Indonesia, meski sejumlah pengusaha produsen nasional juga  sudah mulai memperluas pangsa pasarnya ke negara lain seperti Timur  Tengah," katanya.
Derom menegaskan, ekspor ke pasar baru memang  harus ditingkatkan agar tidak terlalu tergantung pasar lama sekaligus  untuk meningkatkan volume ekspor.
"Meski ada prediksi harga  rata-rata CPO turun pada 2012 akibat krisis di AS dan Eropa, tetapi  harga dan prospek perdagangan komoditas itu termasuk produk turunannya  masih akan bagus," katanya.
Harga rata-rata CPO tahun 2012  diperkirakan sebesar 1.050 dolar AS dari 2011 yang di kisaran 1.100  dolar AS per ton, tapi pada pertengahan tahun 2012 harga diperkirakan  naik tajam menjadi sekitar 1.200 dolar AS per ton.
Sementara itu,  Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apaksindo), Anizar  Simanjuntak, berharap pemerintah bisa mendorong peningkatan volume  ekspor termasuk harga jual agar petani merasakan dampak positif.
"Volume  dan harga ekspor CPO sangat berpengaruh besar pada harga TBS (tandan  buah segar). Kalau volume dan harga ekspor naik, harga TBS juga ikut  terdongkrak naik dan sebaliknya," katanya.
Petani sangat berharap  harga TBS naik karena produksi rakyat pada tahun depan akan cenderung  turun akibat faktor tanaman yang sudah tua serta faktor cuaca yang masih  ekstrem.
"Kalau harga naik, produksi yang turun masih tidak dirasakan petani," katanya.
Selain  mendorong peningkatan volume dan harga ekspor, pemerintah diharapkan  segera merevisi Peraturan Menteri Pertanian No 17 tahun 2010 tentang  Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit  Produksi Pekebun.
Menurut dia, hingga saat ini tandan buah segar  (TBS) sawit petani dengan berbagai jenis mutu tetap dibeli oleh pabrikan  dan dikenakan pemotongan harga hingga lima persen.
Kebijakan  pabrikan itu jelas merugikan petani karena petani tidak pernah  mengetahui apakah mutu hasil panennya sesuai ketentuan atau tidak, dan  petani juga dirugikan dari pemotongan harga sebesar lima persen.
Sementara  petani juga tidak pernah mendapat insentif sebesar empat persen jika  mutunya bagus seperti yang diatur dalam Permentan No 17 tahun 2010 itu,  demikian Anizar Simanjutak.(antara)/Eksp

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment