MEDAN: Mulai awal tahun depan, lahan sawit petani mandiri atau tidak terikat dengan perusahaan perkebunan akan disertifikasi oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia guna memberikan kepastian kepemilikam lahan.
Kepastian kepemilikan lahan akan memudahkan petani mengembangkan usahanya, termasuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan.
Sertifikasi digelar oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional Pusat, menyusul sulitnya mendapatkan sertifikasi lahan perkebunan di tingkat petani.
Ketua Umum Apkasindo Pusat Anizar Simanjuntak mengatakan program sertifikasi lahan petani sawit mandiri direncanakan dimulai pada awal 2012, diawali dari percontohan sebanyak 2.000 sertifikat di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara.
“Percontohan [sertifikasi] lahan petani sawit mandiri dimulai dari Sumut. Kalau hal ini [sertifikasi] sukses, akan diteruskan ke daerah lain,” ujarnya menjawab Bisnis hari ini (Rabu, 14 Desember 2011).
Apkasindo dan BPN, ujarnya, akan segera mematangkan kerja sama ini, sehingga program sertifikasi lahan sawit petani mandiri dapat berjalan sesuai harapan. Dia mengatakna pihaknya masih membahas masalah pendanaan.
“Kami akan membahas berapa dana yang dibebankan kepada para petani. Apakah sama dengan pro? Nanti akan dibicarakan lagi,” tuturnya, sambil mengatakan kegiatan ini akan dimulai dari petani kelapa sawit yang tergabung dalam Apakasindo.
Mengenai kondisi tanaman sawit di lahan petani, dia mengemukakan pada saat ini petani kelapa sawit mandiri banyak yang sudah harus meremajakan tanaman, tetapi terkendala dana. Petani sulit mengakses dana bank karena tidak memilikis ertifikat lahan.
Sebenarnya, ujar Anizar, Apkasindo telah merintis sertifikasi massal sejak beberapa tahun lalu, tetapi belum dapat direalisasikan karena terkendala hal-hal teknis dengan BPN. Masih ada ketentuan yang belum disepakati kedua belah pihak.
Dia mencontohkan status kepemilikan lahan sawit tidak berada dalam kawasan hutan atau lokasinya tidak bermasalah dengan pihak manapun.
Sambut baik
Rencana bantuan sertifikasi lahan ini disambut baik oleh sejumlah petani sawit di Sumatra Utara. Pasalnya, meskipun sudah mengolah tahan selama puluhan tahun, masih banyak petani yang tidak memiliki sertifikat.
Jahormat Pasaribu, seorang petani sawit mandiri di Kabupaten Labuhanbatu Utara, mengakui hampir semua lahan petani sawit milik masyarakat di daerah itu tidak memiliki sertifikat.
“Para petani terlalu sulit mendapatkan sertifikat dari BPN setempat. Biaya sertifikat terlalu mahal, sehingga masyarakat tidak pernah tertarik untuk mensertifikatkan lahan sawitnya,” jelasnya.
Petani yang mengaku memiliki areal seluas 15 hektare itu, juga belum memiliki sertifikat, sehingga biaya peremajaan tanaman sawitnya dilakukan bertahap sesuai dengan dana yang tersedia.
“Kalau ada uang dari hasil penjualan, peremajaan tanaman dilakukan bertahap atau dua hektare per tahun dengan dana sekitar Rp60 sampai Rp70 juta,” tuturnya. (esu)/B-S
No comments:
Post a Comment