"Jadi kalau tanpa ada lampiran soal kawasan dan lahan
tersebut merupakan hutan, maka akan banyak petani sawit yang terancam
"mati". Karena itu kita minta supaya Ranperda ini jelas penetapan pola
ruangnya karena kaitannya dengan kawasan lahan basah, kering, perdesaan,
perkotaan, maupun industri," kata Timbas
"Permintaan Kadin adalah..
menunda pengesahan
juga karena Ranperda Tata Ruang itu belum mengakomodir program
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI), yang menyebutkan bahwa Sumut merupakan pengembangan industri
perkebunan Indonesia. Jadi kalau ke depannya, dengan pengesahan ini, ada
lahan perkebunan yang sudah memiliki HGU kemudian disebutkan sebagai
kawasan hutan, tentu akan merugikan dan akan mengganggu devisa Sumut.
Karena PAD kan banyak disumbang dari devisa ini," kata Wakil Ketua Umum
(WKU) Bidang Perkebunan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kadin Sumut,
Timbas Prasad Ginting, di Medan, Selasa (20/8).
Dia melanjutkan, alasan lainnya yakni dalam Rencana Peta Pola Ruang Provinsi Sumut, masih ada perkebunan (dalam waktu kurun waktu yang lama sudah menjadi perkebunan) masuk dalam pola ruang pertanian lahan basah dan lahan kering yang artinya tidak sesuai dengan keadaan sekarang/eksisting. "Selanjutnya, pemerintah pun belum ada melakukan sosialisasi atas Ranperda Tata Ruang Provinsi Sumatera Utara yang akan segera disahkan tersebut," katanya.
Menurut Timbas, pihaknya sudah melayangkan permohonan kepada Gubernur Gatot Pujo Nugroho dan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun terkait penundaan pengesahan Ranperda Tata Ruang ini.
Dikatakan Timbas, yang paling terancam jika Ranperda Tata Ruang disahkan tanpa ada lampiran soal kawasan-kawasan, maka yang paling terancam petani sawit. Sebab, katanya, saat ini dari 1,8 juta ha lahan perkebunan di Sumut, sekitar 1,1 juta ha adalah sawit, yang perusahaan dan termasuk petani sawit. .
Dia melanjutkan, alasan lainnya yakni dalam Rencana Peta Pola Ruang Provinsi Sumut, masih ada perkebunan (dalam waktu kurun waktu yang lama sudah menjadi perkebunan) masuk dalam pola ruang pertanian lahan basah dan lahan kering yang artinya tidak sesuai dengan keadaan sekarang/eksisting. "Selanjutnya, pemerintah pun belum ada melakukan sosialisasi atas Ranperda Tata Ruang Provinsi Sumatera Utara yang akan segera disahkan tersebut," katanya.
Menurut Timbas, pihaknya sudah melayangkan permohonan kepada Gubernur Gatot Pujo Nugroho dan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun terkait penundaan pengesahan Ranperda Tata Ruang ini.
Dikatakan Timbas, yang paling terancam jika Ranperda Tata Ruang disahkan tanpa ada lampiran soal kawasan-kawasan, maka yang paling terancam petani sawit. Sebab, katanya, saat ini dari 1,8 juta ha lahan perkebunan di Sumut, sekitar 1,1 juta ha adalah sawit, yang perusahaan dan termasuk petani sawit. .
Timbas menegaskan, pihaknya akan meminta penundaan tersebut sampai jelas pola ruang. "Kalau itu perkebunan, ya jelas itu perkebunan. Jangan tiba-tiba jadi kawasan hutan," tegasnya.
Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Sumut, Gus Dalhari Harahap, menambahkan, petani biasanya setiap ada produk hukum yang berkaitan dengan perundang-undangan selalu dirugikan. "Karena tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Makanya kita minta supaya Ranperda Tata Ruang ini jelas. Dengan begitu, tidak ada petani yang dirugikan," katanya.( elvidaris simamora)/MB