Jakarta: Integrasi perkebunan kelapa sawit dan peternakan sapi lebih ramah lingkungan dan dapat menekan biaya produksi.
Perusahaan perkebunan pelat merah, PT Perkebunan Nusantara VI (PTPN VI), mulai merasakan manfaatnya.
Direktur Utama PTPN VI Iskandar Sulaeman menuturkan, pada tahun lalu
Menteri BUMN Dahlan Iskan menugasi BUMN-BUMN untuk melakukan integrasi
perkebunan sawit dengan peternakan sapi.
"Tapi, kami sudah melakukan integrasi ini selama dua tahun," kata
Iskandar yang ditemui Media Indonesia sebelum acara talkshow Expo
Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) 2013, Sabtu (31/8), di Jakarta
COnvention Center, Jakarta.
Iskandar menuturkan, sistem integrasi ini berupa penggunaan kotoran sapi
sebagai pupuk untuk tanaman kelapa sawit dan pelepah kelapa sawit
sebagai pengganti rumput untuk pakan sapi.
Menurut Iskandar, selama ini, saat panen buah, pelepah sawit dipotong
untuk mengambil buah kelapa sawit. Jumlah pelepah dalam satu tahun
antara 20-26 pelepah dari satu pohon. Pelepah ini umumnya diletakkan
begitu saja di antara satu pohon sawit dengan pohon sawit lainnya untuk
menjadi pupuk kompos.
Jangka waktu pelepah hingga menjadi kompos antara 9-12 bulan.
Integrasi perkebunan sawit dengan peternakan sapi inipun memungkinkan
pelepah sawit menjadi pakan ternak. Pelepah sawit dipotong-potong dan
dimasukkan ke dalam mesin pengaduk bersama dengan bungkil sawit dan
tetes tebu untuk menjadi pakan ternak.
Bungkil sawit ini merupakan pengganti kedelai yang umumnya digunakan untuk membuat pakan sapi yang konvensional.
Sapi yang memakan pakan yang mengandung 80%-90% limbah kelapa sawit ini
akan membuang kotoran keesokan harinya. Kotoran sapi ini yang menjadi
kompos untuk pohon kelapa sawit.
"Jadi, lebih ramah lingkungan dan lebih cepat. Dari pelepah menjadi kompos hanya butuh waktu satu malam," ujar Iskandar.
Untuk pakan sapi, lanjut Iskandar, pihaknya dapat menghemat sekitar Rp
1.800-2.800 per kilogram. Pasalnya, pakan konvensional harganya sekitar
Rp 3.000-4.000 per kilogram, sementara pakan yang diolah dari limbah
kelapa sawit hanya Ro 1.200 per kilogram.
Iskandar menambahkan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pertanian (Litbang Pertanian) tengah meneliti manfaat integrasi
perkebunan kelapa sawit dan peternakan sapi ini.
"Sebenarnya sudah terbukti, dengan pakan yang berasal dari limbah kelapa
sawit itu ada tambahan berat badan sapi dan pohon sawit kami pun
mengalami peningkatan produktivitas, jumlahnya berapa masih diteliti
oleh Litbang Pertanian. Tapi sudah ada peningkatan," ungkap Iskandar.
PTPN VI mengembangkan integrasi sawit-sapi ini di lahan sawitnya Desa
Muhajirin, Kabupaten Muarojambi, Jambi, seluas 2.000 hektare dengan
jumlah sapi 2.000 ekor. Sekitar 400 ekor dari total tersebut merupakan
sapi betina produktif. "Karena kami sulit mendapatkan bibit sapi, jadi
peternakan kami untuk breeding juga. Sapinya jenis Sapi Bali, kami ambil
dari Lampung," tukasnya.
Sebelumnya, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
Syukur Iwantoro mengatakan, luas lahan sawit saat ini sekitar 8,9-9 juta
hektare.
Untuk ternak sapi membutuhkan lahan sekitar 1-2 hektare per ekor.
"Kalau integrasi sawit-sapi dilaksanakan betul, jumlah lahan ada 9 juta
hektare artinya populasi sapi di Indonesia bisa mencapai 18 juta ekor.
Kalau ini terjadi, tidak perlu lagi impor," ujar Syukur saat ditemui,
Jumat (30/8), di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta. (Bunga Pertiwi
Adek Putri)
Editor: Edwin Tirani Metrotvnews.com Sabtu, 31 Agustus 2013 | 16:11 WIB | Reporter: none