Quote:
dokumentasi "VERSI" elektronik-ku ini bermaksud membiasakan menggunakan " LESS PAPER " ,serta "PENGHORMATAN ATAS KEBEBASAN BERPENDAPAT,BEREKSPRESI,& BERKREASI," utk menyampaikan informasi,dalam "AKTIVITAS HARIAN".. beberapa "ada" yang dikutip dari berbagai sumber yang *inspiratif* jika ada yg kurang berkenan mohon dimaklumi,jika berminat utk pengembangan BloG ini silahkan kirim via email. mrprabpg@gmail.com...Thank's All Of You

running text

Search This Blog

sudah lihat yang ini (klik aja)?

Wednesday, August 28, 2013

Rupiah Terpuruk, Harga CPO Meroket ke Level Tertinggi

MEDAN – Pelemahan nilai tukar rupiah yang semakin terpuruk mendekati level Rp11.500 per dolar Amerika Serikat mendorong harga minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) meroket ke level tertinggi dalam dua bulan terakhir hingga US$741 atau RM2.473 per metric ton.

Berdasarkan catatan Bursa Malaysiia Derivaties, Rabu (28/8/2013) pada pukul 13.25 WIB harga CPO diperdagangkan menguat 0,86% atau 21 poin menjadi RM2.473 atau US$741 per metric ton. Sehari sebelumnya harga CPO tercatat RM2.456 atau US$737 per metric ton.

Timbas P. Ginting, Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatra Utara, mengatakan peningkatan harga CPO di Bursa Derivatives Malaysia diakibatkan oleh pengaruh kurs rupiah yang terus melemah. Hari ini, berdasarkan data kurs valas Bloomberg, rupiah terpuruk 0,67% ke level Rp11.413 per dolar AS pada pukul 11.47 WIB.

“Kenaikan harga CPO lebih disebabkan oleh kenaikan kurs mata uang, rupiah tidak hanya melemah kepada dolar AS, tetapi juga terhadap ringgit Malaysia. Kalau dari sisi permintaan CPO masih belum ada perubahan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (28/8/2013).

Sementara itu, katanya, harga kontrak berjangka CPO hari ini di bursa Rotterdam justru mengalami penurunan sekitar US$10 per metric ton dari hari kemarin, Selasa (27/8/2013). Pada perdagangan hari ini CPO diperdagangkan pada level US$870 dari sebelumnya senilai US$880 per metric ton.

Menurutnya, nilai tukar mata uang Asia sedang mengalami pelemahan secara keseluruhan. Na
mun, diantara mata uang Asia tersebut, rupiah mencatatkan pelemahan terburuk.
Jika pondasi ekonomi Indonesia kuat, sambungnya, dipastikan pelemahan nilait tukar rupiah tidak akan seburuk saat ini. Pelemahan nilai tukar ini terjadi pada waktu yang tidak tepat terutama ditengah mulainya peningkatan produksi CPO dalam negeri.

Produksi CPO di dalam negeri diperkirakan cenderung mengalami kenaikan sejak awal Mei hingga akhir Desember 2013 karena memasuki masa panen. Pada pertengahan Desember mendatang diperkirakan produksi CPO akan mulai menurun.

Berdasarkan data Gapki, protas Tandan Buah Segar (TBS) pada 2012 mencapai 22 ton/hektare, protas CPO mencapai 4,4 ton/ha, dan tingkat rendemen 20%. Adapun produksi CPO pada 2013 diestimasi 27 juta-28 juta ton.

Dia menuturkan penguatan harga CPO tidak dapat diprediksi akan terjadi hingga berapa lama. Peningkatan ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh kurs rupiah seperti yang terjadi pada 1998.

Pada masa krisis 1998, kata dia, perekonomian Indonesia diselamatkan oleh sektor perkebunan. Untuk itu, saat pemerintah sekarang mendorong produksi biodiesel merupakan langkah yang tepat. Saat ini, kapasitas produksi biodiesel sebanyak 6 juta ton dan baru diolah sebesar 4,5 juta ton.

Di sisi lain, ucapnya, pemerintah justru menerapkan moratorium dengan melakukan revisi tata ruang perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut dinilai kontraproduktif dengan dorongan agar meningkatkan produksi biodiesel.
“Ini kesempatan pemerintah untuk berkaca, Terbukti dengan pelemahan rupiah, CPO menjadi andalan, tapi di hulu justru dipangkas dengan revisi tata ruang, padahal eksisting sudah sawit, oke kalau di hutan lindung dan konservasi ya kita dukung untuk direvisi,” jelasnya.

Timbas menambahkan dalam 10 tahun terakhir, tingkat pertumbuhan kebun petani lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan lahan milik perusahaan. Dari 9 juta kebun sawit di Indonesia, kebun milik petani diestimasi mencapai 42%.

Kendati demikian, penguatan harga CPO dinilai tidak dirasakan oleh petani. Selisih penjualan rata-rata dari petani dan pabrik diperkirakan dapat mencapai Rp500/Kg, biasanya selisih rata-rata hanya mencapai Rp300-Rp400/Kg.

Kenaikan harga CPO dinilai hanya dinikmati oleh eksportir dan pedagang perantara. Hal itu dikarenakan hancurnya infrastruktur membuat harga jual TBS di tingkat petani tidak ikut meningkat.

“Seharusnya petani juga menikmati kenaikan harga CPO, tetapi sekarang karena infrastrukturnya tidak bagus jadi tidak berdampak langsung. Kalau bagus, petani bisa menjual langsung ke pabrik,” tegasnya.(28/msi)/B-S

cari apa aja di OLX

Sponsor By :

TEMBAKAU DELI

Hobies

Momentum