Baru 41 dari 1.500 Perusahaan Sawit Bersertifikat ISPO
Medan. Pemerintah terus berupaya agar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bisa diterima oleh negara-negara Eropa dan Amerika untuk meningkatkan daya saing produk-produk crude palm oil/minyak sawit mentah (CPO) Indonesia di pasar global. Staf ahli Menteri Pertanian bidang Lingkungan, Mukti Sardjono mengatakan, sertifikat ISPO merupakan keharusan yang wajib dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Langkah ini untuk mendorong semua perkebunan kelapa sawit di Indonesia memenuhi syarat-syarat pelestarian lingkungan terus jalan.
"Ini merupakan mandatori, sehingga semua perusahaan perkebunan sawit yang ada di Indonesia wajib bersetifikat ISPO," katanya di sela-sela acara International Palm Oil Exhibition (INPALME) 2014 di Medan, Rabu (19/3).
Dikatakan Mukti, ada beberapa parameter ketentuan ISPO. Parameter itu antara lain meliputi perizinan, manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknik budidaya dan pengelolaan kelapa sawit, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, tanggung jawab sosial, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Dengan adanya ISPO, tambahnya, akan sangat membantu industri-industri sawit mendongkrak citranya di pasar global. Ini mengingat kampanye hitam soal CPO masih saja bergulir di pasar minyak nabati.
"Dengan adanya ISPO ini, kita ingin menceritakan kepada dunia bahwa pengembangan sawit di Indonesia tak semena-mena tapi merupakan usaha berkelanjutan yang mementingkan faktor lingkungan," ungkapnya.
Beberapa usaha pun telah dilakukan pemerintah. Pada 2012 dan 2013 lalu misalnya, Indonesia telah melakukan sosialisasi ISPO di Eropa, China dan India yang merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia.
Tahun ini, kata Mukti, akan dilakukan sosialisasi di Amerika. Dengan begitu, pihaknya berharap produk-produk sawit Indonesia mampu berjaya di pasar global dalam menghadapi persaingan pasar yang kian ketat. Apalagi, saat ini Afrika mulai mengembangkan industri sawit secara besar-besaran.
Ketua Umum Asosiasi Planter Indonesia (API), Mochammad Syaphon mengungkapkan, dari 1.500 perusahaan sawit yang beroperasi di Indonesia, baru sekitar 41 perusahaan yang bersetifikan ISPO.
"Seperti yang diungkapkan Mukti, saat ini pihaknya juga meminta kepada seluruh perusahaan sawit yang ada untuk melaksanakan mandatori itu agar sawit Indonesia memiliki reputasi lebih di mata dunia," jelas Syaphon.
Dalam kaitan dengan itu, lanjut dia, pengembangan kelapa sawit dilakukan bukan dengan menambah luas kebun, melainkan dengan meningkatkan produktivitas kebun sawit. Caranya adalah melakukan penanaman kembali (replanting) kebun-kebun sawit rakyat yang produktivitasnya rendah.
"Kita memang harus menunjukkan keseriusan dalam hal ini sehingga dunia bisa melihat reputasi sawit Indonesia. Dengan begitu, harga CPO atau produk turunannya tetap tinggi sekaligus menggenjot nilai ekspor CPO kita," ungkapnya. (daniel perkuwali)MedanBisnis
No comments:
Post a Comment