"Tudingan itu salah besar dan salah alamat. Kami ini membuka lahan
bukan di hutan lindung, sehingga tidak mungkin membunuh satwa yang ada
di hutan tersebut, termasuk di antaranya orang utan," kata Ketua
Advokasi dan Hukum Gapki Tungkot Sipayung di Jakarta kemarin.
Selama ini, perusahaan yang mendapatkan izin usaha perkebunan (IUP)
dari pemerintah berada di lahan area penggunaan lain (APL) yang bukan
merupakan hutan lindung. Karena itu, Tungkot meminta Greenpeace
menggunakan dana yang didapatnya dari donatur asing tersebut untuk
memelihara, melindungi, dan menjaga hutan lindung.
Sehingga semua habitat satwa liar yang ada di hutan lindung tersebut,
termasuk di antaranya orang utan masih tetap lestari dan tidak lari ke
lahan perkebunan. "Tapi selama ini dana tersebut digunakan untuk
melakukan black campaign ke perusahaan sawit. Menyalahkan pihak lain itu tidak menyelesaikan persoalan," kata Tungkot.
Dia menegaskan perkebunan kelapa sawit itu tidak pernah melakukan
deforestasi. Sebaliknya, kata Tungkot, sifat budidaya sawit adalah
reforestasi. "Karena sawit itu kan menanam, bukan menebang. Ini beda
kalau kami mendapatkan izin hak pengusahaan hutan (HPH) yang menebang
hutan," katanya.
Diketahui, Rabu (26/2) lalu, Greenpeace menuding beberapa perusahaan
kelapa sawit melakukan perusakan habitat orang utan dan deforestasi.
Karena itu, lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional yang berpusat
di Belanda ini meminta Procter & Gamble (P&G) menghentikan
pembelian CPO dari grup usaha yang dituding melakukan deforestasi itu.
Menurut Tungkot, black campaign ini dilakukan tidak kali ini saja,
tapi sudah dilakukan sejak dulu ketika minyak sawit mentah (crude palm
oil/CPO) mulai merambah Eropa dan Amerika Serikat. "Eropa dan AS itu
khan bukan penghasil CPO. Jadi ini sebenarnya perang dagang. Karena
harga minyak nabati mereka tidak mampu bersaing dengan CPO. Ini yang
perlu kita pahami bersama," katanya.
Tungkot menambahkan, semua perkebunan sawit itu punya legalitas.
"Sehingga apabila Greenpeace meminta menghentikan pembelian CPO itu
bagian dari gerakan anti sawit," katanya.
Sementara itu Firman Subagyo, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI mengatakan
kampanye hitam itu dilakukan guna mendiskreditkan Indonesia, terutama
terkait perang dagang komoditas di pasar global. ''Upaya LSM asing untuk
menghambat pertumbuhan komoditas unggulan Indonesia akan dilakukan
dengan berbagai cara. Ini sudah termasuk intervensi terhadap kedaulatan
NKRI, ini berbahaya," tegasnya.
Asmar Arsjad, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia
(Apkasindo) menegaskan, salah satu bukti adanya kampanye negatif dapat
dilihat dari upaya Greenpeace untuk mematikan petani sawit dengan
pernyataan bahwa pabrik kelapa sawit yang telah menerima standar
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dilarang membeli tandan buah
segar (TBS) dari pihak ketiga, termasuk petani yang melakukan
deforestasi.
"Kampanye hitam yang dilakukan Greenpeace telah merugikan petani dan
negara. Karena itu, pemerintah diimbau harus berhati-hati dalam bersikap
terhadap Greenpeace dan LSM asing. Jangan memberikan izin kepada
Greenpeace dan penelitian LSM asing ke sawit Indonesia, karena mereka
akan mencari kesalahan Indonesia," katanya.
Penulis: INA/AF
Sumber:Suara Pembaruan
http://www.beritasatu.com/hukum/168534-gapki-tudingan-greenpeace-salah-alamat.html
No comments:
Post a Comment