| Beritadaerah.com | 
Penawaran investasi tersebut berkaitan 
dengan banyaknya pengusaha yang mengajukan permohonan berinvestasi, 
namun demikian lebih diharapkan mengolah hasil turunan CPO karena lahan 
perkebunan sawit kini sudah tidak memadai lagi.
Permohonan dari investor nasional dan 
internasional rata-rata masuk lima proposal per kabupaten, yakni 
Kabupaten Pelalawan, Kampar, Bengkalis, Inderagiri Hulu, Rokan Hulu, 
Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Kepulauan 
Meranti.
Namun demikian, penerimaan investasi 
tersebut tentunya harus selektif dengan harapan hanya pengembangan 
investasi di bidang hilirisasi CPO.
Banyak potensi pengembangan usaha di 
bidang hilirisasi CPO tersebut, apalagi Riau telah memiliki 164 Pabrik 
Kelapa Sawit (PKS) yang bisa dikembangkan. Bupati daerah terkait sendiri
 harus selektif menerima permohonan berinvestasi tersebut.
Bentuk turunan CPO yang bisa 
dikembangkan adalah industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja
 (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, serta minyak goreng dan 
margarin. Selain itu, CPO juga dapat diolah menjadi bahan kimia seperti methyl ester, asam lemak (fatty acid), dan gliserin (glycerine).
Bahkan, saat ini pemerintah terus 
menggiatkan upaya bagaimana produk CPO bisa digunakan untuk bahan bakar 
alternatif (biodisel) dan bioetanol.
Di Indonesia produk turunan CPO baru banyak digunakan untuk industri pangan berupa minyak goreng, margarin, shortening, dan vegetable ghee. Kemudian untuk industri oleokimia, antara lain berupa fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin.
Peluang investasi ini cukup besar 
sehingga bupati perlu selektif menerima permohonan investasi agar 
pengembangan ekonomi sektor perkebunan ini makin meningkat.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia 
melalui Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini berorientasi pada 
peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit, bukan perluasan 
lahan.
Sekarang ini dari alokasi lahan sawit 
nasional seluas 9,8 juta hektar, baru 9,4 juta hektar yang sudah menjadi
 perkebunan, sehingga peningkatan produktivitas perkebunan sawit masih 
dapat dilakukan. Salah satunya dengan melakukan replanting (penanaman ulang) perkebunan sawit rakyat dengan sistem inti plasma.
Sistem inti plasma dalam kegiatan 
penanaman ulang kelapa sawit dapat mencegah konflik dengan masyarakat. 
Selama ini lahan di sekitar perkebunan sawit dikenal sebagai lahan yang 
berharga tinggi, sehingga kerap menimbulkan sengketa dengan masyarakat.
Dengan sistem inti plasma, masyarakat 
menjadi dilibatkan dalam industri perkebunan sawit. Artinya perusahaan 
sawit ini jangan hanya memberikan CSR (tanggung jawab sosial 
perusahaan), tetapi bagaimana caranya ikut meningkatkan kesejahteraan 
masyarakat.
Indonesia sendiri diyakini akan mampu mencapai target produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang ditetapkan pemerintah, 40 juta ton, pada 2020. Target tersebut dapat terealisasi apabila program peremajaan (replanting) kebun sawit berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Eronu Telaumbanua/Jurnalis
Editor: Eni Ariyanti
Pic: antEditor: Eni Ariyanti
(Berita Daerah – Sumatera)

 sudah lihat yang ini (klik aja)?
 sudah lihat yang ini (klik aja)? 
 
 
 
