Medan-. Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) segera disosialisasikan ke 8 propinsi pada Desember 2011, di mana targetnya sertifikat ISPO akan diuji coba pada 24 perusahaan kelapa sawit tahun depan.
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Aspindo), Asmar Arsyad mengatakan, hingga saat ini belum ada perusahaan yang mendapat sertifikat ISPO karena baru akan disosialisasikan Desember 2011 mendatang. ISPO sendiri diakuinya merupakan mandatory atau wajib diikuti semua perusahaan perkebunan."Sosialisasi pertama akan dilakukan di Palembang dan selanjutnya ke propinsi lain. Sosialisasi nanti berkaitan dengan kriteria dan prinsip ISPO agar perkebunan dan masyarakat mengetahui tujuan ISPO tersebut," ujarnya kepada MedanBisnis, Rabu (12/10).
Dikatakannya, ISPO menjadi wajib hukumnya agar komoditas kelapa sawit Indonesia green lestari dan berkelanjutan sehingga Eropa tidak melihat lagi Indonesia merusak lingkungan.
"Targetnya tahun 2012 sertifikat ISPO akan diuji coba pada 24 perusahaan kelapa sawit. Meski memang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti pembiayaan pengurusan sertifikasi ISPO tersebut," jelasnya.
Asmar menjelaskan jika Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dibentuk oleh sejumlah negara Eropa yang menetapkan standar bagi kelayakan produk minyak kelapa sawit, maka ISPO versi Indonesia dengan ketentuan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan tidak hanya bergantung pada RSPO.
Tujuan ISPO dapat meningkatkan kepedulian pentingnya memproduksi kelapa sawit berkelanjutan, meningkatkan tingkat kompetisi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia, dan mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
"ISPO merupakan bukti kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia sekaligus bukti kepedulian pelaku usaha perkebunan kelapa sawit untuk melakukan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan," katanya.
Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumut, Laksamana Adyaksa mengatakan, ISPO ataupun RSPO yang diberlakukan tapi paling utama adalah komitmen perusahaan dalam mengembangkan sektor kelapa sawit berkesinambungan dan ramah lingkungan.
Sementara dengan keluarnya Gapki dari RSPO, dijelaskan Laks, perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang tergabung di dalam Gapki masih bebas melakukan transaksi penjualan CPO ke Uni Eropa sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan negara tersebut."Jika produk kita tidak sesuai dengan kriteria Eropa, ya bisa saja mencari negara lain. Tapi bila produsen-produsen Indonesia bisa memeniuhi standar Eropa, belum ya boleh saja menjual ke Eropa. Kita bisa sesuaikan dari buyer mana sesuai dengan produksi yang dimiliki," imbuhnya.
Industri Hilir Terhambat
Untuk industri hilir kelapa sawit di Indonesia, Asmar menyatakan masih terkendala regulasi dari pajak, tax holiday dan kemudahan-kemudahan lainnya. Ini membuat biaya ekonomi lebih tinggi, sehingga banyak pelaku usaha lebih memilih ekspor CPO nya dibandingkan pengembangan hilir."Apkasindo mendesak pemerintah, industri hilir dipermudah diberi intensif, sehingga bisa bersaing dengan produksi industri hilir di luar negeri," ucapnya. (MB)
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Aspindo), Asmar Arsyad mengatakan, hingga saat ini belum ada perusahaan yang mendapat sertifikat ISPO karena baru akan disosialisasikan Desember 2011 mendatang. ISPO sendiri diakuinya merupakan mandatory atau wajib diikuti semua perusahaan perkebunan."Sosialisasi pertama akan dilakukan di Palembang dan selanjutnya ke propinsi lain. Sosialisasi nanti berkaitan dengan kriteria dan prinsip ISPO agar perkebunan dan masyarakat mengetahui tujuan ISPO tersebut," ujarnya kepada MedanBisnis, Rabu (12/10).
Dikatakannya, ISPO menjadi wajib hukumnya agar komoditas kelapa sawit Indonesia green lestari dan berkelanjutan sehingga Eropa tidak melihat lagi Indonesia merusak lingkungan.
"Targetnya tahun 2012 sertifikat ISPO akan diuji coba pada 24 perusahaan kelapa sawit. Meski memang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti pembiayaan pengurusan sertifikasi ISPO tersebut," jelasnya.
Asmar menjelaskan jika Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dibentuk oleh sejumlah negara Eropa yang menetapkan standar bagi kelayakan produk minyak kelapa sawit, maka ISPO versi Indonesia dengan ketentuan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan tidak hanya bergantung pada RSPO.
Tujuan ISPO dapat meningkatkan kepedulian pentingnya memproduksi kelapa sawit berkelanjutan, meningkatkan tingkat kompetisi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia, dan mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
"ISPO merupakan bukti kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia sekaligus bukti kepedulian pelaku usaha perkebunan kelapa sawit untuk melakukan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan," katanya.
Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumut, Laksamana Adyaksa mengatakan, ISPO ataupun RSPO yang diberlakukan tapi paling utama adalah komitmen perusahaan dalam mengembangkan sektor kelapa sawit berkesinambungan dan ramah lingkungan.
Sementara dengan keluarnya Gapki dari RSPO, dijelaskan Laks, perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang tergabung di dalam Gapki masih bebas melakukan transaksi penjualan CPO ke Uni Eropa sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan negara tersebut."Jika produk kita tidak sesuai dengan kriteria Eropa, ya bisa saja mencari negara lain. Tapi bila produsen-produsen Indonesia bisa memeniuhi standar Eropa, belum ya boleh saja menjual ke Eropa. Kita bisa sesuaikan dari buyer mana sesuai dengan produksi yang dimiliki," imbuhnya.
Industri Hilir Terhambat
Untuk industri hilir kelapa sawit di Indonesia, Asmar menyatakan masih terkendala regulasi dari pajak, tax holiday dan kemudahan-kemudahan lainnya. Ini membuat biaya ekonomi lebih tinggi, sehingga banyak pelaku usaha lebih memilih ekspor CPO nya dibandingkan pengembangan hilir."Apkasindo mendesak pemerintah, industri hilir dipermudah diberi intensif, sehingga bisa bersaing dengan produksi industri hilir di luar negeri," ucapnya. (MB)
No comments:
Post a Comment