Medan.- India dan China masih menahan order pembelian crude palm oil (CPO) dari Indonesia, begitupun harga minyak sawit mentah ini sudah mulai membaik hingga menembus US$ 1.010/metrik ton (MT) dibandingkan sepekan sebelumnya yang hanya
mencapai US$ 900/MT.Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumut, Timbas Prasad Ginting mengatakan, awal pekan ketiga Oktober 2011 ini harga CPO mulai naik kembali dari sebelumnya hanya sekitar US$ 900/MT. Kenaikan sudah dimulai pada 14 Oktober 2011 menembus US$ 1.012,50/MT, sedangkan untuk 17 Oktober mencapai US$ 1.010/MT.
"Harga sudah mulai naik, karena permintaan juga tinggi. Sebagian negara-negara pembeli sudah memasuki musim dingin, jadi membutuhkan banyak pasokan CPO salah satunya dari Indonesia," ujarnya kepada MedanBisnis, Selasa (18/10).
Dia mengakui, permintaan belum stabil atau masih dalam tren turun akibat terjadinya krisis finansial di Eropa dan Amerika. Apalagi, saat ini China dan India masih menahan pembelian sampai menunggu harga CPO turun. "Kedua negara ini menahan pembelian ke kita, agar harga jual CPO turun apalagi sejak Juli hingga sekarang kita lagi panen puncak," katanya.
Menurutnya, dengan produksi yang banyak di dalam negeri dan permintaan berkurang maka bisa saja harga CPO akan kembali turun. "Jika kedua negara tersebut menahan pembelian satu bulan saja, pasti berimbas pada turunnya harga dan saat itulah mereka akan memborong CPO kita," ungkap Timbas.
Memang, dia menambahkan, kebutuhan CPO kedua negara tersebut sedang tinggi dipengaruhi musim dan memasuki perayaan Devawali di India dan Pakistan. Namun, katanya, karena pasokan di dalam negara tersebut masih ada maka bisa menahan pembelian hingga harga ekspor dari Indonesia terus menurun. "Ini dugaan kita, meski sekarang harga CPO ekspor sudah mulai membaik dan untuk harga CPO lokal sekitar RP 7.561/kg," imbuhnya.
Selain ke China dan India, kata Timbas, selama ini Indonesia juga sudah mengembangkan pasar lain yakni Pakistan, Eropa Timur dan Afrika. "Pasar kita kita perluas. Sekarang pengusaha membutuhkan kebijakan pemerintah tentang Bea Keluar (BK) yang seharusnya dana dapat dikembalikan ke daerah penghasil untuk membantu pengembangan produktivitas tanaman dan industri hilir di dalam negeri," ucapnya.
Dia mengemukakan, sampai September 2011 diperkirakan dana BK yang diperoleh pemerintah telah mencapai Ro 3,5 triliun atau naik dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak Rp 1,7 triliun. "Dana dari BK yang diambil semakin banyak karena harga CPO semakin tinggi. Tapi anehnya dana ini tidak ada sepeser pun dikembalikan ke daerah penghasil kelapa sawit seperti Sumut," pungkasnya.
Sementara berdasarkan data Surat Keterangan Asal (SKA) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, nilai ekspor CPO periode Januari hingga September 2011 mengalami peningkatan 44,9% dengan nilai US$ 2,957 miliar.
Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Subdin Perdagangan Luar Negeri Disperindag Sumut, Fitra Kurnia, mengatakan, permintaan CPO dari Sumut terus meningkat dan periode hingga September 2011 naik 44,9% dengan nilai US$ 2,957 miliar dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama dengan nilai US$ 2,041 miliar."Untuk pengiriman CPO ini tujuan India, Belanda, China, Singapura, Malaysia dan beberapa negara bagian Eropa lainnya," tuturnya. (yuni naibaho)(mb)
No comments:
Post a Comment