JAKARTA - Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fadhil Hasan, menyatakan mundurnya GAPKI dari Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) tidak akan mengganggu produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia.
"Mundurnya GAPKI dari keanggotaan RSPO, tidak akan berpengaruh pada produksi CPO di Indonesia," kata Fadhil, MInggu 2 Oktober 2011.
Fadhil mengatakan bahwa perkiraan target produksi CPO tahun 2011 berkisar 22,5 juta ton sampai 23,5 juta ton, sehingga tidak ada dampak yang negatif dengan mundurnya GAPKI dari RSPO.
Pada Jumat (30/9), GAPKI secara resmi telah keluar dari forum internasional untuk kelestarian komoditas minyak kelapa sawit, RSPO. RSPO menyesalkan keluarnya asosiasi yang mewakili seluruh pengusaha sawit dari negara yang menjadi produsen terbesar CPO itu.
Dalam situs RSPO, sekretariat forum itu sedang berupaya untuk mencari perwakilan sementara untuk pekebunan sawit dari Indonesia dalam struktur pengurus eksekutif RSPO sampai dengan adanya pemilihan pengurus baru pada November mendatang.
"Di RSPO sifatnya hanya sukarela, sedangkan untuk ISPO itu wajib," tambah Fadhil yang juga mengatakan bahwa masih ada perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam GAPKI namun juga menjadi anggota RSPO.
Fadhil menambahkan, tidak ada alasan yang khusus terkait dengan mundurnya GAPKI dari RSPO, namun lebih kepada upaya untuk mendukung secara penuh adanya Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
ISPO resmi ditandatangani oleh Menteri Pertanian, Suswono, pada 30 Maret 2011 dan kebijakan standarisasi usaha sawit nasional tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 tahun 2011.
Setelah resmi diberlakukan, kementerian pertanian akan melakukan sertifikasi ISPO untuk 20 perusahaan dalam setahun sebagai perintisan kebijakan di industri sawit Indonesia. Berdasarkan ISPO, perusahaan perkebunan kelapa sawit harus memenuhi tujuh prinsip, 41 kriteria, dan 28 indikator sebelum memperoleh sertifikasi ISPO.
Indonesia mampu menjadi negara produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia besama-sama dengan Malaysia sejak 2006. Ekspor minyak sawit Indonesia sebesar 75 persen, sisanya 25 persen untuk konsumsi lokal, sedangkan ekspor CPO sekitar 60 persen dan sisanya diekspor dalam bentuk produk turunan.
Berdasarkan data Oil World 2010, produktivitas minyak sawit mencapai 3,65 ton/ha, mengalahkan produktivitas minyak kedelai (0,37 ton/ha), minyak bunga matahari (0,50 ton/ha), dan rapeseed (0,75 ton/ha).
Selain produksi dan produktivitasnya tinggi, minyak sawit juga memiliki nilai ekspor tinggi dibandingkan minyak nabati lain. Ekspor minyak sawit mencapai 26,3 persen, sedangkan minyak kedelai 7,3 persen, minyak bunga matahari 9,1 persen, minyak rapeseed 17,0 persen, dan sisanya minyak nabati lain sebesar 40,4 persen.
"Mundurnya GAPKI dari keanggotaan RSPO, tidak akan berpengaruh pada produksi CPO di Indonesia," kata Fadhil, MInggu 2 Oktober 2011.
Fadhil mengatakan bahwa perkiraan target produksi CPO tahun 2011 berkisar 22,5 juta ton sampai 23,5 juta ton, sehingga tidak ada dampak yang negatif dengan mundurnya GAPKI dari RSPO.
Pada Jumat (30/9), GAPKI secara resmi telah keluar dari forum internasional untuk kelestarian komoditas minyak kelapa sawit, RSPO. RSPO menyesalkan keluarnya asosiasi yang mewakili seluruh pengusaha sawit dari negara yang menjadi produsen terbesar CPO itu.
Dalam situs RSPO, sekretariat forum itu sedang berupaya untuk mencari perwakilan sementara untuk pekebunan sawit dari Indonesia dalam struktur pengurus eksekutif RSPO sampai dengan adanya pemilihan pengurus baru pada November mendatang.
"Di RSPO sifatnya hanya sukarela, sedangkan untuk ISPO itu wajib," tambah Fadhil yang juga mengatakan bahwa masih ada perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam GAPKI namun juga menjadi anggota RSPO.
Fadhil menambahkan, tidak ada alasan yang khusus terkait dengan mundurnya GAPKI dari RSPO, namun lebih kepada upaya untuk mendukung secara penuh adanya Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
ISPO resmi ditandatangani oleh Menteri Pertanian, Suswono, pada 30 Maret 2011 dan kebijakan standarisasi usaha sawit nasional tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 tahun 2011.
Setelah resmi diberlakukan, kementerian pertanian akan melakukan sertifikasi ISPO untuk 20 perusahaan dalam setahun sebagai perintisan kebijakan di industri sawit Indonesia. Berdasarkan ISPO, perusahaan perkebunan kelapa sawit harus memenuhi tujuh prinsip, 41 kriteria, dan 28 indikator sebelum memperoleh sertifikasi ISPO.
Indonesia mampu menjadi negara produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia besama-sama dengan Malaysia sejak 2006. Ekspor minyak sawit Indonesia sebesar 75 persen, sisanya 25 persen untuk konsumsi lokal, sedangkan ekspor CPO sekitar 60 persen dan sisanya diekspor dalam bentuk produk turunan.
Berdasarkan data Oil World 2010, produktivitas minyak sawit mencapai 3,65 ton/ha, mengalahkan produktivitas minyak kedelai (0,37 ton/ha), minyak bunga matahari (0,50 ton/ha), dan rapeseed (0,75 ton/ha).
Selain produksi dan produktivitasnya tinggi, minyak sawit juga memiliki nilai ekspor tinggi dibandingkan minyak nabati lain. Ekspor minyak sawit mencapai 26,3 persen, sedangkan minyak kedelai 7,3 persen, minyak bunga matahari 9,1 persen, minyak rapeseed 17,0 persen, dan sisanya minyak nabati lain sebesar 40,4 persen.
(antara)/Eks
No comments:
Post a Comment